Jargon-jargon yang dikeluarkan oleh Cak Nur selalu mengguncang dan mencerahkan bangsa ini. Buku Ahmad Wahib masih dibaca hingga hari ini. Djohan Effendi dan Dawam Rahardjo bergelut di bidangnya masing-masing dengan menulis. Mereka semua telah meninggalkan kita.
Siapa lagi setelah mereka? Di tahun 2000-an ini, HMI kehilangan tokoh intelektualnya. Terhitung penerus kehebatan mereka.
Coba lihat saja kader HMI di sekeliling Anda. Berapa banyak buku yang ia miliki? Berapa banyak buku yang ia baca? Berapa kali forum-forum diskusi yang ia hadiri? Hmmmm.
Baca juga: Anies Baswedan, Alumni HMI Paling Kontroversi
Tak usah diharapkan membuat forum diskusi jika hal di atas tak ada sama sekali.
Apa sebenarnya penyebab semua itu? Al Makin menjelaskan secara rinci di dalam buku Demi Kemaslahatan Bangsa. Buku itu merupakan bunga rampai tulisan alumni-alumni HMI dari berbagai profesi.
Al Makin menjelaskan bahwa kader-kader HMI harus kembali memikirkan dan merumuskan penafsiran ulang NDP (Nilai-nilai Dasar Perjuangan) versi Cak Nur yang sudah ketinggalan zaman tersebut.
Tidak ada ideologi, apalagi ideologi organisasi mahasiswa yang dapat bertahan sejauh ini. Coba hitung saja sudah berapa puluh tahun!
Ideologi HMI mengalami kemandekan diakibatkan kader-kadernya juga mandek. Malah kembali beralih pada radikalisme, konservatisme, dan primordialisme. Padahal, dulu Cak Nur mengkritik hal itu. Kenapa kader HMI saat ini melanjutkan hal tersebut? Kenapa?
Coba baca kembali NDP HMI versi Cak Nur tersebut. Lihat bab per bab. Apakah isi penafsiran NDP tersebut masih relevan dengan sekarang? Apakah isi NDP tersebut dapat melahirkan gagasan-gagasan aktual? Apakah isi NDP tersebut mampu membuat kader bergerak melawan isu-isu aktual? Tidak sama sekali.
Al Makin mengajak kita untuk melakukan penafsiran ulang akan teks NDP tersebut.