Mohon tunggu...
Lukman Hakim Dalimunthe
Lukman Hakim Dalimunthe Mohon Tunggu... Penulis - Founder Perpus Rakyat

Menulis untuk Hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gus Dur dan Orang Karo

17 Januari 2020   19:45 Diperbarui: 22 Januari 2020   00:36 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gus Dur dan Orang Kayo sangat jauh berbeda dari segi kulturnya. Gus Dur berdarah Jawa, sementara orang Karo berdarah Batak.

Keduanya bertemu pada titik "Kesatuan Negara Republik Indonesia". Orang Karo berasal dari Sumatera Utara, sementara Gus Dur berasal dari Jombang, Jawa Timur.

Hubungan keduanya hanya sebatas percakapan dalam sebuah mobil. Itu bisa disaksikan dalam buku Tuhan Tidak Perlu Dibela (hal 157). Ketika itu, Gus Dur mengangkat pembahasan "Orang Karo dan Kebanggaannya". Tulisan itu merupakan tulisan Gus Dur di Majalah Tempo pada tahun 1983.

Sepanjang isi tulisan itu, ada beberapa percakapan yang dilakukan dengan seorang supir taksi berdarah Karo. Mulai dari perihal nyanyian hingga prinsip pekerjaan yang dimiliki oleh Orang Karo.

Si supir menjelaskan, bahwa "Lebih enam puluh persen orang Karo menjadi supir. Mereka tidak tahan bekerja dengan diam di satu tempat saja. Harus berkeliling dengan kendaraan, baru puas," begitulah penuturan supir taksi kepada Gus Dur.

Selain itu, ada juga beberapa kisah yang mengangkat beberapa orang Karo yang telah sukses yang tetap ingin merawat sebuah mobil. Seperti Djamin Ginting, Selamat Ginting, dan juga yang namanya Sitepu, dari Kepolisian ketika itu.

Gus Dur menjelaskan, dalam modernitas memiliki dua sisi, yakni negatif dan positif. Hal positifnya dapat disaksikan pada orang Karo yang menjadikan kendaraan sebagai kerja profesionalnya.

Gus Dur mengatakan, "Bahwa di pedalaman pulau Sumatera ada masyarakat yang begitu cinta pada kendaraan bermotor, dan menjadikan dunia permotoran sebagai tumpuan perhatian profesional, tak terbayangkan tanpa adanya modernisasi."

***
Bagi Anda yang tidak mengetahui Karo, Karo merupakan salah satu suku Batak dan nama salah satu kabupaten yang berlokasi di Sumatera Utara. Mungkin Anda tidak asing lagi dengan daerah ini. Iya, betul, Gunung Sinabung yang telah erupsi puluhan tahun lalu hingga sekarang membuat daerah ini sangat terkenal. Padahal, Karo memiliki adat istiadat, budaya, kuliner, dan pariwisata yang tiada duanya.

Baca juga: Kontroversi Pernyataan Sinta Nuriyah Perihal"Jilbab"

Jika ingin berwisata, Anda dapat mengunjungi gunung Sibayak, gunung Sinabung, air terjun Sipisopiso, danau Lau Kawar dan sebagainya.

Kuliner khas Karo tidak boleh ditinggalkan, seperti Arsik Nurung Mas, Teritis, gulai Kuta-kuta, Manuk Getah, Kidu-kidu, Cimpa Unung-unung, Cincang Bohan, Tasak Telu, dan Pagit-pagit.

***
Saya mempunyai keluarga yang berdarah Karo. Dia bermarga Sembiring. Dalam keluarganya, ada yang menganut agama Islam dan agama Kristen. Keduanya masih saling menghargai.

Ketika kami pergi ke sana - ketika itu saya masih SMA - saya melihat suatu toleransi yang tinggi pada jiwa mereka. Para penganut agama Kristen tidak akan memberikan minuman atau makanan yang berasal dari hasil perlengkapan memasak mereka.

Mereka menghidangkan makanan dan minuman yang masih bersegel. Makanan dan minuman bersegel itu seperti roti dan air mineral yang dibeli di warung. Mereka mengerti, bahwa ummat Islam tidak memakan yang "halal" bagi mereka.

Toleransi ini telah menjadi tradisi dalam keseharian masyarakat Batak. Anda akan menyaksikan satu keluarga memiliki agama berbeda. Hidup rukun dalam ikatan darah Batak.

Keberagaman beragama di Indonesia dapat kita rasakan saat ini berkat perjuangan tokoh-tokoh cendikiawan muslim kita. Sebut saja Gus Dur, Cak Nur, Buya Syafi'i, Haidar Bagir, Kang Jalal, dan sebagainya.

Perjuangan mereka dapat ditemukan dalam catatan berbentuk buku hingga pola hidup mereka. Apa yang perlu kita lakukan untuk melanjutkannya? Kita hanya perlu mewarisi pengetahuan, menyebarkan, dan mengamalkan konsep toleransi itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun