Jika ingin berwisata, Anda dapat mengunjungi gunung Sibayak, gunung Sinabung, air terjun Sipisopiso, danau Lau Kawar dan sebagainya.
Kuliner khas Karo tidak boleh ditinggalkan, seperti Arsik Nurung Mas, Teritis, gulai Kuta-kuta, Manuk Getah, Kidu-kidu, Cimpa Unung-unung, Cincang Bohan, Tasak Telu, dan Pagit-pagit.
***
Saya mempunyai keluarga yang berdarah Karo. Dia bermarga Sembiring. Dalam keluarganya, ada yang menganut agama Islam dan agama Kristen. Keduanya masih saling menghargai.
Ketika kami pergi ke sana - ketika itu saya masih SMA - saya melihat suatu toleransi yang tinggi pada jiwa mereka. Para penganut agama Kristen tidak akan memberikan minuman atau makanan yang berasal dari hasil perlengkapan memasak mereka.
Mereka menghidangkan makanan dan minuman yang masih bersegel. Makanan dan minuman bersegel itu seperti roti dan air mineral yang dibeli di warung. Mereka mengerti, bahwa ummat Islam tidak memakan yang "halal" bagi mereka.
Toleransi ini telah menjadi tradisi dalam keseharian masyarakat Batak. Anda akan menyaksikan satu keluarga memiliki agama berbeda. Hidup rukun dalam ikatan darah Batak.
Keberagaman beragama di Indonesia dapat kita rasakan saat ini berkat perjuangan tokoh-tokoh cendikiawan muslim kita. Sebut saja Gus Dur, Cak Nur, Buya Syafi'i, Haidar Bagir, Kang Jalal, dan sebagainya.
Perjuangan mereka dapat ditemukan dalam catatan berbentuk buku hingga pola hidup mereka. Apa yang perlu kita lakukan untuk melanjutkannya? Kita hanya perlu mewarisi pengetahuan, menyebarkan, dan mengamalkan konsep toleransi itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H