Ngaji Ora Cuma Njaga Awak Siji
Hidup manusia butuh keseimbangan. Apabila hidup hanya untuk menjaga agar sehat fisik dan memenuhi kebutuhan perut saja tidaklah cukup. Mental spiritual pun harus tetap terjaga sehat. Sehingga manusia mampu hidup normal dan dapat beribadah secara maksimal.
Ngaji merupakan aktivitas untuk menjaga diri, mengajak jiwa agar hidup sehat dan memiliki pola pikir orientasi akhirat. Â Ngaji dilakukan dalam rangka menjaga kebersamaan komunitas yang saling memotivasi dalam aktivitas ngaji, saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran.
Ngaji dapat juga diartikan sebagai usaha agar tercipta kondisi optimal dalam hidup. Tidak mengganggu lingkungan apapun, sehingga hidupnya dapat menikmati ciptaan Allah Swt yang diberikan kepada manusia.
Dari ngaji, tanpa disadari dengan sendirinya dapat mengubah perilaku ke arah yang lebih baik. Hidup semakin terarah dalam keseharian bersama keluarga, lingkungan dan komunitas masyarakat di dalam jamaah pengajian maupun di luar.
Ngaji didalamnya penuh nasehat yang kadang kala ada yang mudah dilakukan dan ada pula yang tidak mudah untuk dipraktekkan. Salah satu nasehat ngaji kali ini (Rabu, 21/8/2024) oleh KH. Subhan Ma'mun  di Majid Agung Brebes,  bertema nasehat untuk dapat memaafkan orang yang telah berbuat salah kepada kita.
Â
Menjadi seorang pemaaf tidaklah mudah, dikarenakan memberi maaf sendiri mudah diucapkan akan tetapi sulit dilakukan. Namun nasehat ngaji kali ini, dapat menjadi usaha agar menjadi  manusia pemaaf, tidak dendam dan suka marah. Memaafkan harus dilakukan walaupun sesulit apapun.
Ngaji tidak hanya bicara untuk keselamatan diri, namun dalam tema tertentu juga berbicara tentang nilai-nilai sosial, menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain. Salah satunya  bentuk perjuangan memberi makan dan mengangkat taraf hidup orang-orang lemah, anak-anak yatim, terutama yang masih memiliki hubungan kekerabatan.
Sebagaimana Allah Swt memerintah kepada manusia yang tertuang dalam Surat al-Balad ayat 15-16.
-
(kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat,
-
atau orang miskin yang sangat fakir.
Dalam ngaji diajarkan untuk menjadi manusia pemberi bukan peminta-minta. Bagaimana akan menjadi orang kaya, kalau hidupnya lebih memilih meminta-minta. Tinggalkan budaya meminta beralihlah ke budaya memberi, agar tidak menjadi miskin selamanya.
Kalaupun sering dikasih maka yang perlu dilakukan, pemberian uang atau barang tersebut dibagikan kembali pada yang membutuhkan atau orang miskin. Hal ini dapat menjadi bentuk kepedulian kepada sesama manusia.
Ada cerita yang disampaikan oleh Imam Hasan Basri, saat beliau dalam perjalan menemukan sekelompok orang dalam satu wilayah penduduk. Hasan Basri merasa memiliki banyak ilmu namun kalah dengan amaliyah kehidupan masyarakat kampung tersebut.
Di kampung yang ditemukan oleh Hasan Basri, penduduknya berpakaian secukupnya, makan seadanya tidak menimbun makanan untuk besok apalagi lusa. Bahkan mereka mencari makan hanya saat lapar saja, tidak menyuruh  orang lain dalam kampung untuk membuat makanan bahkan menimbunya. Saat malam tiba, penduduk tersebut menjalankan sholat bersama dalam sujudnya penuh tangisan,  seolah-oleh ingin melepaskan dari panasnya api neraka.
Sebuah kampung yang saat mendapat rizki langsung bersyukur dan saat melakukan perbuatan dosa ia langsung meminta ampun. Sebuah amaliyah kampung yang memiliki orientasi tidak ingin lepas dengan Allah sedikit pun. Mereka  berharap selamat dari perbuatan dosa.
Ada 4 (empat) hal yang harus diperhatikan untuk memurnikan ibadah kita kepada Allah Swt
Pertama, ibadah yang memiliki orientasi lillah ta'ala (mengharap keridhoan Allah semata). Tidak khawatir mengalami kelaparan dan tidak berharap mendapatkan kekenyangan yang terus menerus dari ibadah yang dilakukan. Beribadah siap lapar dan tidak meminta kepada selain kepada Allah Allah Swt. Beribadah yang tidak dibarengi dengan perilaku mengumpulkan makanan dan harta benda.Â
Kedua, ibadah tidak mengharap akan terpenuhinya kebutuhan sandang. Beribadah dengan berpakaian sederhana yang ada dan tidak berlebih-lebihan dalam berpakaian. Apabila ada pakaian lebih, maka dibagikan.
Ketiga, ibadah tidak takut miskin. Jangan sampai ibadah yang dilakukan dengan tujuan agar tidak menjadi orang fakir maupun  miskin. Artinya ibadah kita punya orientasi tercukupinya harta bukan lillahi ta'ala. Padahal masalah  rizki Allah lah yang memberi. Tetapi tetap dibarengi dengan proses usaha untuk mendapatkannya.
Keempat, menjadi ciri kemurnian ibadah adalah tidak khawatir menjadi manusia hina ataupun menderita. Cobaan yang ada dianggap sebagai ujian dari Allah untuk lebih meningkatkan ibadahnya.
Ibadah karena Allah Swt berarti sebuah pengabdian kepada Allah Swt semata dan bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat yang diperoleh manusia. Â Walaupun kualitas ibadahnya kurang maksimal.
Kualitas ibadah Nabi dengan manusia biasa tentu sangat berbeda, Nabi dalam mengerjakan ibadah sholat hingga kaki beliau bengkak, sedangkan manusia kakinya sehat saja kadang jarang shalat.
Saat manusia  beribadah mencari keridhoan Allah maka yang dikedepankan akhlaknya, berkomunikasi dan berperilaku pada Allah Swt dan ciptaan-Nya.
Kemuliaan orang mukmin datang sendiri dari pengakuan keimanan dan ibadah kepada Allah Swt. Jangan sampai seorang mukmin yang mengaku mukmin tetapi  dia sendiri mengalami kebingungan tentang keimanan yang ada dalam hatinya atau ada ketidaksesuaian. Sehingga pada saat khotbah atau ceramah dia bingung sendiri, apa yang dikatakan bertentangan dengan perilaku yang dilakukannya. Wallu'alam bishowab.
Lukmanrandusanga (28/8/2024)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H