Mohon tunggu...
Lukman Azizi
Lukman Azizi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Masalah Perundang-undangan di Indonesia: Ketimpangan Pasal 224 KUHP tentang Perzinahan dengan UUD

11 Mei 2019   13:58 Diperbarui: 11 Mei 2019   14:16 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyebab lain kenapa masyarakat Indonesia menganggap zina sebagai perbuatan tercela dan tidak boleh dilakukan oleh siapapun termasuk sesama lajang, karena enam Agama yang secara umum dianut masyarakat Indonesia, yaitu Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan juga agama Khong Cu (Confusius), tidak ada yang melegalkan zina, termasuk zina sesama lajang. Hanya terdapat sekte yang memperbolehkan zina, termasuk zina sesama lajang, tapi sekte tersebut dilarang di Indonesia. Semua agama di Indonesia melarang umatnya untuk zina.

Agama mempunyai posisi penting dalam tata hukum Indonesia, yaitu etika dasar Negara bersumber dari moral Ketuhanan yang terdapat dalam agama-agama. Hal tersebut mengacu kepada sila 1 Pancasila yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Selain itu, ajaran agama yang dianut masyarakat mempunyai pengaruh terhadap pembentukan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Jadi ajaran-ajaran agama, terutama yang bersifat universal sejatinya adalah dasar atau acuan dalam pembentukan hukum nasional.

Berkaitan dengan permasalahan yang sudah diuraikan di atas, maka diperlukan koreksi dan evaluasi terhadap subtansi hukum yang mengatur tentang zina yang dilakukan baik oleh orang yang masih lajang maupun oleh mereka yang sudah terikat perkawinan. Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa pasal zina 284 (ayat) 1 KUHP hanya mengatur zina yang dilakukan paling tidak salah satu pelakunya sudah terikat perkawinan, sedangkan apabila zina dilakukan oleh sesama lajang maka itu tidak dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana dengan alasan tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang hal tersebut. Evaluasi ini perlu untuk dilakukan karena pengaturan zina dalam pasal 284 (ayat) 1 KUHP bertentangan dengan etika, moral, agama, dan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat yang menganggap bahwa zina tidak boleh dilakukan oleh siapapun, baik yang sudah terikat perkawinan maupun sesama lajang.

Setelah berangkat dari pasal 284 (ayat) 1 KUHP tentang zina dan pasal  tersebut dianggap tidak sesuai dengan aturan agama dan aturan adat yang mengatur tentang masalah tersebut karena seharusnya bukan  hanya pasangan yang telah menikah saja yang dituntut karena perzinahan, maka pasal tersebut diperbarui dalam pasal 484 (ayat) 1-4.

  • Isi pasal 484 (ayat) 1-4:
  • Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun:
  1. lakilaki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
  2. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan lakilaki yang bukan suaminya;
  3. lakilaki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
  4. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan lakilaki, padahal diketahui bahwa lakilaki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
  5. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.
  • Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar.
  • Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 29.
  • Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

            Dalam pasal tersebut telah diperbarui dengan adanya aturan yang menganggap bahwa zina juga merupakan hukuman bagi pasangan laki-laki dan perempuan diluar perkawinan. Ketika tindakan zina dilakukan, pada ayat 2-4 dijelaskan tentang syarat pengaduan. Kemudian pada pasal 26, 27, dan 29 seperti yang tertulis dalam ayat 3 tersebut dijelaskan tentang tata cara pengaduan perzinaan.

  • Pasal 26:
  1. Dalam hal tertentu, tindak pidana hanya dapat dituntut atas dasar pengaduan.
  2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang.
  3. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mensyaratkan adanya pengaduan secara mutlak, penuntutan dilakukan semua pembuat, walaupun tidak disebutkan oleh pengadu.
  • Pasal 27:
  1. Dalam hal korban tindak pidana aduan belum berumur 16 (enam belas) tahun dan belum kawin atau berada di bawah pengampuan maka yang berhak mengadu adalah wakilnya yang sah.
  2. Dalam hal wakil yang sah dari korban tindak pidana aduan belum berumur 16 (enam belas) tahun dan belum kawin tidak ada, maka penuntutan dilakukan atas pengaduan wali pengawas atau majelis yang menjadi wali pengawas.
  3. Dalam hal wakil yang sah dari korban yang berada di bawah pengampuan tidak ada maka penuntutan dilakukan atas dasar pengaduan istrinya atau keluarga sedarah dalam garis lurus.
  4. Dalam hal wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada maka pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga atau majelis yang menjadi wali pengampu.
  • Pasal 29:
  1. Pengaduan dilakukan dengan cara menyampaikan pemberitahuan dan permohonan untuk dituntut.
  2. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang.

Pada pasal 26, 27, dan 29 telah tertulis dengan jelas bagaimana tata cara melakukan pengaduan atas perbuatan zina. Namun jika kembali pada pasal 484 (ayat) 3 menjelaskan bahwa pasal 26, 27, dan 29 tidak berlaku. Hal ini tentu menjadi salah satu permasalahan karena tidak adanya keselarasan antara pasal satu dengan pasal lainnya, sehingga terlihat adanya tumpang tindih antar pasal dalam UU. Kemudian pada pasal 484 (ayat) 1 juga menjelaskan tentang pihak yang boleh melakukan pengaduan dan salah satunya adalah pihak ketiga yang tercemar.

Di sini maksud dari pihak ketiga yang tercemar itu sendiri masih tidak jelas, karena pihak ketiga yang dimaksud bisa saja orang lain yang tidak ada sangkut paut dengan kasus perzinaan yang terjadi dan memiliki permasalahan pribadi dengan pihak pelaku namun dia dapat memanfaatkan pasal tersebut untuk melakukan pengaduan. Jadi, dari Undang-Undang yang mengatur zina di Indonesia tersebut dapat dilihat masih banyak ketimpangan yang terjadi antara pasal satu dengan lainnya, dan juga masih banyak aturan-aturan yang sifatnya ambigu atau tidak memiliki kejelasan maksud.

 

BAB III

PENUTUP

  • 3.1 Kesimpulan

Lahirnya pasal 284 KUHP yang membahas tentang perzinahan menuai pro dan kontra dalam masyarakat karena dinilai masih banyak kekurangan dan celah dalam pasal tersebut. Terdapat perbedaan pandangan antara hukum positif dalam KUHP dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat mengenai apa yang disebut dengan "zina", hal tersebut tentu dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan baru dalam pengimplemtasianya jika tidak diperhatikan dengan baik.

Pasal 284 KHUP juga dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan perlu dilakukan pengujian materi, untuk itu dalam pembuatan pasal-pasal KUHP yang bertujuan utama  untuk menjaga kesetabilan dan keamanan dalam masyarakat tentu harus seimbang dan selaras dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat agar tidak terjadi ketimpangan dengan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat, maka perlu dilkukannya pengkaijian ulang terhadap pasal 284 KHUP dan hal-hal tersebut perlu diperhatikan serius oleh sang pembuat undang-undang agar terbentuknya kefektifan hukum bagi semua masyarakat di negeri ini.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun