Mohon tunggu...
Lukman Sulistyo
Lukman Sulistyo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

.....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bersatu karena Perbedaan

9 September 2011   04:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:07 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada

kemudahan.” (QS. 94 : 6)< ?xml:namespace prefix = o ns = "urn:schemas-microsoft-com:office:office" />

Lebaran 1432 Hijriah menyisakan tanda tanya. Yakni perbedaan dalam

penetapan 1 syawwal 1432 H. Ummat Islam meskipun sudah memaklumi dan semakin

dewasa akan fenomena ini, tetap menyimpan tanda tanya. Apakah perbedaan ini

selamanya tidak bisa dicari jalan tengahnya. Dari pertanyaan itu saya mencoba

sedikit memberikan formula solusinya. Mungkin bukan formula terbaik, dan anda

bisa menambahkannya agar lebih sempurna.

#Menyatukan

Perbedaan#

Saya tidak akan membahas perbedaan antara Hisab dan Rukyat. Saya

hanya membahas perbedaan pendapat bahwa penentuan tanggal hijriyah itu

ditentukan oleh masing-masing daerah atau ikut dengan keputusan ulama Mekkah

yang dianggap sebagai pusat “kelahiran” Islam di sana.

Jika penentuan tanggal hijriyah ditetapkan oleh masing-masing

daerah muslim, maka perbedaan ini selamanya tak akan ketemu solusinya. Berbeda

jika ummat ini bersepakat untuk mengikuti pedoman ulama Mekkah.

Dari sini, kita bisa menjadikan kesepakatan bersama untuk merujuk

ulama Mekkah itu sebagai peluang bersatunya dunia Islam. Devinisi ulama Mekkah yang

saya maksudkan adalah bukan hanya ulama yang ada di Mekkah saja. Tetapi ulama

dari seluruh dunia Islam, yang ditunjuk oleh negaranya sebagai duta ulama

berkumpul di Mekkah untuk menyepakati berbagai khilafiyah yang ada di ummat

ini.

Bisa jadi ada diantara khilafiyah itu yang sama sekali tidak bisa

disatukan, namun setidaknya ada jalan tengah yang disepakati sehingga bisa

menjadi kesepahaman bersama dan menghindarkan konflik sesama muslim.

Salah satu yang bisa disepakati adalah menyatukan perbedaan

penentuan tanggal Hijriyah. Saya yakin penyatuan pandangan yang berbeda tentang

tanggal hiriyah adalah sangat mungkin sekali. Dan ini berpeluang besar bagi

ummat Islam untuk memiliki sendiri perhitungan waktu Islam sebagaimana saat ini

waktu yang kita gunakan berpedoman pada Greenwich. Maka ini peluang bagi para

ulama dan ahli falak Islam untuk membuat Mecca

Mean Time (MMT) disamping Greenwich

Mean Time (GMT). Bukankah di Mekkah sudah ada jam raksasa? Adalah sangat

mubazir jika jam itu hanya sebagai penghias belaka sementara keberadaannya

tidak bermanfaat lebih besar lagi bagi ummat.

#MMT dan

GMT#

Menentukan MMT menurut saya yang sangat awam dunia falak tidaklah

sulit. Kita tinggal mengedit apa yang sudah ada di GMT. Misal, Indonesia

memiliki waktu GMT+7. Ini artinya jika di Greenwich jam 00.00 wib (dini hari) tanggal

2 September, maka di Indonesia adalah jam 07.00 wib (pagi) tanggal 1 September.

Dan Indonesia masuk tanggal 2 September setelah 17 jam berikutnya.

Mekkah memiliki zona waktu GMT+3. Ini artinya jika kota Mekkah

dijadikan sebagai pusat perhitungan waktu Islam menjadi MMT, maka Indonesia

memiliki zona waktu MMT+4. Karena selisih Indonesia dan Mekkah hanya 4 jam. Dan

Greenwich berubah zonanya menjadi MMT-3.

#Fungsi

MMT untuk penetapan Hiriyah#

Pandangan saya, jika Mekkah benar-benar menjadi pusat perhitungan

waktu Islam, maka seluruh perhitungan kalender Hijriyah bisa menggunakan

turunan keputusan itu. Perhitungan 1 Syawwal misalnya, jika Mekkah sudah

memasuki tanggal 1 Syawwal maka Indonesia masuk tanggal 1 Syawwal 20 jam

kemudian.

Penetapan tanggal hijriyah dihitung sejak matahari terbenam. Maka

terbenamnya matahari di Mekkah sebagai 1 Syawwal akan diikuti oleh terbenamnya

matahari di langit Indonesia pada 20 jam kemudian.

#Penetapan

Hilal#

Penetapan hilal pertama kali terjadi di kota Madinah,

Berpuasalah bila kalian melihatnya (hilal) dan ahirilah shaum bila

kalian melihatnya (hilal). Tetapi jika terhalang maka genapkanlah bilangan

Sya’ban 30 hari. (HR. Bukhari-Muslim)

Hadis ini

menceritakan tentang penetapan Hilal untuk puasa Ramadhan. Sementara puasa

Ramadhan diperintahkan Allah swt oleh firman-NYA yang turun di fase Madinah,

QS. Al Baqarah: 183. “Hai orang-orang yang

beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang

sebelum kamu agar kamu bertakwa,”

Sehingga ada riwayat Imam Muslim yang

menceritakan perbedaan tentang Ru’yat Hilal ini,

dari Kuraib sesungguhnya Ummul Fadlal binti al-Harits telah

mengutusnya ke Mu’awiyah di Syam (Syiria). Ia berkata, saya telah sampai di

Syam lalu saya menyelesaikan keperluannya (Ummul Fadlal) dan nampaklah padaku

hilal bulan Ramadhan sedangkan saya berada di Syam dan saya melihat hilal pada malam Jum’at, lalu sampai

di Madinah akhir bulan (Ramadhan). Saya ditanya oleh Abdullah bin Abbas lalu ia

mengatakan tentang hilal, lalu ia bertanya: “Kapan kalian melihat hilal?”, saya

menjawab: “Kami melihatnya malam Jum’at?” Ia

bertanya: “Engkau melihatnya sendiri?”, saya menjawab: “Ya, bahkan orang-orang

juga melihatnya lalu mereka shaum dan Mu’awiyah pun shaum”, Ia berkata: “Akan

tetapi kami melihat hilal malam Sabtu, oleh karena itu kami akan terus shaum sampai sempurna tiga puluh

hari atau kami melihat hilal”, Saya bertanya: ”Apakah anda tidak merasa cukup

dengan rukyat Mu’awiyah dan shaumnya?”, Ia menjawab: “Demikianlah Rasulullah

saw memerintahkan kepada kami”. (H.R. Muslim).

Menurut saya, sebaiknya para ulama dunia berkumpul di kota Mekkah

untuk melakukan ru’yatul hilal di sana. Karena Rasul saw melakukannya di sana.

Hasilnya nanti akan menjadi panduan ummat sedunia berdasarkan zona waktunya

masing-masing sebagaimana bahasan saya di atas. Jangan sampai Indonesia karena merasa

lebih dekat dengan Mekkah selisih waktu 4 jam, kemudian lebaran duluan. Karena

jika dihitung berdasarkan zona waktu maka Indonesia akan masuk 1 Syawwal 20 jam

kemudian. Tetapi ini baru pendapat saya. Barangkali para ulama dan ahli Islam dunia

memiliki pandangan yang lebih bijaksana.

< ?xml:namespace prefix = v ns = "urn:schemas-microsoft-com:vml" />

Menurut zona waktu GMT negeri Syam dan kota Madinah berada di

satu zona waktu. Sebagaimana hadis Kuraib di atas. Maka lokasi pemantauan ru’yatul

hilal dilakukan di lokasi yang masih berada pada satu zona waktu dengan kota

Mekkah.

Indonesia zona waktunya GMT+7, kota Mekkah GMT+3. Jika

masing-masing diberi hak untuk melakukan ru’yatul hilal, maka hasilnya akan

terus mengalami perbedaan selamanya. Maka, inilah saatnya kita bersatu.

Wallahu A’lam.

Lukman Sulistyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun