Hal ini merupakan cikal bakal sengketa lahan dua belah pihak, dimana pemilik lahan BRI dengan dasar Surat Keterangan Nomor V/1971 dan Buku Ukur Nomor 28/70 hal 40 To 63528, sesungguhnya sudah mengajukan GS Ukur pada BPN Pangkalpinang pada 2016, namun anehnya justru tidak jelas statusnya. Malah sertifikat yang disinyalir aspal tadi yang bisa secara resmi diterbitkan.Â
Sementara itu, dalam wawancara dengan Direktur Kriminal Umum Polda Babel, Kombes Pol Budi Hariyanto, Sik Msi pada Jumat (06/09/2019) di kantornya, Kombes Budi mengatakan bahwa dalam acara rapat yang dihadiri oleh Perwira Bintang Satu Mabes Polri, para Kantah BPN seluruh Babel, Direktur dari Direktorat di Polda Babel, Kasat Reskrim seluruh Polres di Provinsi Babel, Perwakilan Jaksa dari Kejati Babel yang membahas soal Objek Mafia Tanah.Â
"Kami menyayangkan, ketika itu ada narasumber yang sempat berkilah bahwa dirinya merasa tergelitik dengan kondisi-kondisi yang terjadi selama ini. Diantaranya soal Objek Mafia Tanah," sesalnya.Â
Padahal pihak tadi, lanjut Kombes Budi, justru yang memberi tahu pada forum adanya dugaan kekuatan besar yang memback up para spekulan tanah di Kotamadya Pangkalpinang. "Tapi kalau cuma info aja, ini ada mafia tanah, sementara cara mainnya gimana, apa saja ketentuan yang dilanggar, wilayah mana saja yang sudah terindikasi atau belum, ya kita dari pihak penegak hukum jadi agak riskan untuk menyikapinya," urai Dirkrimum Polda Babel.
Kesimpulannya apa para pembaca? Iya benar, pihak kepolisian sendiri sebenarnya sudah open gate untuk bekerja sama saling bahu membahu untuk membongkar struktur kasus yang diduga melibatkan para sindikat mafia tanah. Tapi sayangnya, ada pihak-pihak yang belum bernyali demi menyambut ajakan positif kolaborasi dari pihak kepolisian.Â
Karena sebagai informasi, cara kerja mafia tanah ini mirip-mirip syetan, berbekal rayuan plus ajakan. Yang berujung pada nihilnya fakta. Walau kesalahan atau kongkalikong bisa terbukti nanti di pengadilan.
Ambil sebagai contoh, dalam silang sengkarut sengketa lahan BRI yang masih mengepulkan asap pertempuran dua belah pihak. Ada informasi yang nyantol ke wartawan, bahwa terjadi transaksi jual beli diatas hamparan lahan yang sama. Atau dari lahan seluas 18 276 m sudah ada pelepasan hak seluas 700m. Ini tentunya menjadi bahan pertanyaan, karena ada bongkahan yang lepas saat masih terjadi sengketa. Sementara disaat yang sama, ada pihak lainnya mengklaim lahan seluas 7005m dengan dasar sertifikat 00054 tadi. Nah, jadi rumit kan?Â
Sebagai gentle asking, disini saya bertanya, apakah ini yang dimaksud dari buah karya mafia tanah? Memetik hasil di tengah kobaran sengketa dua belah pihak? Ataukah para pihak yang mengetahui jual beli lahan ini justru pura-pura buta dan tuli sesaat karena diduga mendapatkan cipratan gepokan uang yang lumayan? Sekali lagi biar waktu yang menjawabnya.Â
Hal penting lainnya adalah, pemanfaatan lahan hingga berujung pada pelepasan hak diatas lahan yang sedang sengketa bisa dinilai sebagai karya canggih oknum spekulan tanah. Bagaimana tidak, seharusnya jika memang ingin menyelesaikan sengketa lahan dengan beradu dalil pembuktian keabsahan surat, seyogyanya semua pihak bisa menahan diri untuk tidak menambah timbunan masalah yang sudah ada.Â
Sebab, hasilnya bisa diduga. Jika uang hasil penjualan lahan di tengah kawasan sengketa sudah habis, tentu akan menuai banyak pertanyaan dari pihak yang tahu hasil jual lahan tersebut. Selain nambah masalah, fokus utama dari mengurai benang kusut kasus ditengarai berpotensi gatot, alias gagal total.Â
Kakanwil BPN Provinsi Babel Agus Susanto, pada kesempatan satu wawancara sedikit menjelaskan cara kerja mafia tanah. Yang saat itu berkenaan dengan pertanyaan wartawan soal RUU Pertanahan Pasal 94.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!