”Aku yakin adanya keindahan di samudramu. Aku bersedia, Pangeran.”
Pevita mendapatkan banyak hal baru yang membuat hidupnya menjadi lebih indah. Tak salah lagi, putra raja Bifet tersebut merupakan berkah tersembunyi bagi Pevita. Yang juga menggembirakannya, Di-mifa mendukung keinginannya untuk mengikuti kompetisi bermain pedang. Bahkan sang pangeran bersedia menjadi pelatih pribadi dan teman berlatih tanding yang mampu meningkatkan keterampilan Pevita.
Hubungan Pevita dan Di-mifa semakin karib. Persiapan untuk melepas masa lajang mulai dilakukan keduanya. Tapi tiba-tiba tugas negara memanggil Di-mifa untuk maju berperang.
”Aku berjanji segera kembali kepadamu sehabis perang usai nanti,” ucap Di-mifa.
”Ya, pasti kutunggu hadirmu kembali. Semoga kau pulang dengan selamat, Fa.”
Pevita berusaha tegar melepas kepergian kekasihnya untuk sementara dan tak membiarkan air matanya sampai menetes, kendati tetap saja ia menangis.
***
Ketika Di-mifa turun di medan laga yang sesungguhnya, Pevita mengikuti kompetisi bermain pedang di ibukota kerajaan Karomit. Sayang, mereka berdua sama-sama bernasib sial. Di-mifa terluka parah, bahkan tangan kanannya tercabik-cabik dalam pertempuran. Beruntunglah ia, para prajurit Bifet masih bisa menyelamatkan tubuh sang pengeran yang jatuh tak sadarkan diri di tengah pertempuran. Di saat yang sama Pevita pingsan dengan luka menganga di wajahnya terkena sabetan pedang lawan.
Pevita telah sadar dari pingsannya. Masih perih terasa di wajahnya dan pegal sekali sekujur tubuhnya. Ada Ibu yang menemaninya ketika Pevita membuka matanya.
”Putriku, akhirnya kau bangun juga,” kata Ibu terharu sambil memeluk Pevita.
”Ibu, apa yang telah terjadi padaku?” tanya Pevita agak bingung.