Mohon tunggu...
Luhur Satya Pambudi
Luhur Satya Pambudi Mohon Tunggu... profesional -

Seorang lelaki sederhana yang suka menulis cerpen, soal sepak bola, dan bisa pula perihal lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mencari Istri Keempat

12 November 2010   13:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:40 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dua minggu kemudian, Pak Mus merasa sudah saatnya ia mengungkapkan perasaannya. Ia pun mengajak Intan ke sebuah restoran masakan Cina. Setelah mereka berdua menghabiskan hidangan, Pak Mus mulai serius bicaranya.

“Kamu kan pernah cerita soal tipe laki-laki yang jadi idaman kamu. Nah, misalnya ndak ketemu-ketemu terus piye, Nduk?” tanya Pak Mus.

“Ya, kalo nggak ketemu juga ya nggak apa-apa. Semoga saja dia nggak jauh dari tipe idaman saya,” sahut Intan, seolah menjawab pertanyaan seorang ayah.

“Gini lho, Bapak ini kan duda. Meski sudah tua, Bapak masih pengen nikah lagi. Yah, mungkin karena selama ini selalu ada istri yang melayani dan mendampingi Bapak tiap hari. Jadi rasanya ada bagian hidup Bapak yang hilang ketika istri Bapak ndak ada.”

“Lalu kersanipun Bapak apa?”

“Kamu mau ndak jadi istri Bapak?” bisik Pak Mus sambil memajukan kepalanya.

Intan begitu kaget, tak dikiranya sama sekali ada kata-kata tersebut siang hari itu. Gadis itu hanya diam, bingung, dan matanya berkaca-kaca. Wajahnya tertunduk sejenak, sambil mengatur nafasnya, ia mendongakkan kepalanya.

Dengan agak terbata Intan mencoba menjawab,

“Maaf, terus terang saya kaget sekali Bapak berkata seperti itu pada saya. Sebelumnya sama sekali nggak kepikiran, saya diterima kerja karena ada maksud tertentu dari Bapak. Mungkin saya terlalu lugu, makanya saya nggak tahu. Saya jelas nggak bisa menerima permintaan Bapak. Saya belum siap menikah sekarang! Dan saya ingin nanti menikah dengan orang yang benar-benar saya cintai.”

Intan mencoba berhati-hati menata rangkaian kata yang keluar dari mulutnya. Ia tak ingin melukai hati orang tua itu. Ia sadar Pak Mus sudah berbaik hati kepadanya, meski tentu saja tiada rasa cinta Intan sedikit pun kepadanya. Pak Mus hanya manggut-manggut sambil bertopang dagu. “Yo wis, ndak apa-apa. Sebetulnya Bapak sudah ngira kamu bakal ndak mau. Kamu malu to kalo jadi istri Bapak? Ya wajarlah, mungkin bapakmu saja umurnya lebih muda dari Bapak. Tapi kamu masih mau kerja di tempat Bapak, to?”

“Maaf, dengan peristiwa barusan, saya memutuskan untuk keluar sekarang juga. Terima kasih, Bapak sudah memberi saya pekerjaan, walau cuma sebentar. Semoga Bapak segera mendapat istri lagi. Permisi Pak, saya pergi,” tutup Intan yang lantas bangkit dari kursi, lalu beranjak pergi, meninggalkan Pak Mus yang kecewa lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun