Juga menjadi mustahil jika kita mau membantah, kalau bendanya saja tak mungkin bisa kita pegang, kita lihat atau kita jilat asam garam rasanya, mustahil mau berkata pakai klausul horizon pengetahuan mana untuk mencari penjelasan, pengertian, pemahaman dan pemaknaan. Hanya seorang santri yang mampu menjembatani cara berfikir tentang marifatullah dari kiainya itu, hingga ditularkannya kepada para tetangga, para jemaat atau para pendatang yang tak tahu apa-apa perihal kiainya itu.Â
Cara berfikir santri merupakan cara berfikir holistik yang merangkap segala unsur dialektika kecenderungan berfikir dari pembagian karakter berfikir ala barat; berfikir khas orang awam, berfikir khas filosofi, berfikir khas akademis yang serba empiris. Nah, santri adalah ketiga-tiganya mampu menyerap, mengelaborasi, mengabstraksi hingga membakukannya menjadi model-model dasar, besar, lugas dan sederhana yang bisa dirangkainya menjadi sebuah file microsoft office power point.Â
Tentu akhirnya kita tak lagi ragu jika, seorang tetangga yang tak tau menau logika dasar sinau gaya pesantren pada akhirnya tak menolak atau tak menegasi penjelasan seorang santri tentang kelakuan aneh dari mbah kiai.
Cukup dengan mentadabburii gejala itu hingga berbuah pemaknaan baik, tanpa harus berpangkal pada konstelasi baku dan awam tentang hal yang disebut "benar", yang penting menambah iman.
Perilaku mbah kiai yang aneh itu, tak berlama-lama menjadi buah bibir hingga ke seberang desa. Atau seberang kecamata. Kalau bisa jangan sampai terlalu jauh di tingkat kabupaten atau di tingkat provinsi. Yang menjadi katakutan para santri jika tidak sesegera mungkin pers realise yang berisikan penjelasan positif bahwa perilaku kiainya adalah perilaku lumrah, dan tak ada sangkut pautnya dengan kesaktian atau keampuhan doa, untuk disebar secepatnya.Â
Bisa-bisa mendadak kiainya itu ramai didatangi para pejabat eselon 4, menteri, staf birokrasi, ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), ketua organisasi ektra kampus; ya PMII, ya HMI, ya GMNI, ya PMKRI, ya GMKI, ya IMM, ya KAMMI, ketua partai politik untuk nyuwun suwuk kesuksesan perkara-perkara dunia.
Makrifat adalah hal yang tak mungkin bisa dinalar oleh para pegawai negeri ipil (PNS), guru sekolah dasar SD, pedagang sayur, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), karyawan pabrik yang tinggal bertetangga dengan mbah kiai.Â
Melihat mbah kiai yang tak beralaskan sendal setelah pulang sholat jumat, terpeliharalah cara berfikir alim dari para tetangga melalui pengetahuan yang diselipkan melalui pers realise santri-santrinya. Tadabbur menjadi pertaruhan paling fundamental dan tak kalah murni dan suci kata Mbah Nun untuk mencari kebaikan dari setiap hal tindak tanduk dunia dan peradaban yang dianggap tidak baik bagi ukuran rasionalitas materialisme.
Padahal para tetangga, jemaat bahkan santri dari mbah kiai sedang salah sangka. Memaknai perilaku mbah kiai yang terlampau jauh sampai membentur langit-langit hirarki spiritualitas manusia.
Bukan itu maksud dari mbah kiai, jikalau memang ada sebuah ungkapan bahwa seorang kiai juga gemar sekali menggoda para santri-santrinya dengan perilaku aneh-aneh nyaris gila, sekalipun didalamnya termuat substansial pendidikan karater kehidupan yang arif dan bijak, andaikan mampu mentadabburi. Tapi lebih kepada kepasrahan total untuk memaknai keadaan bukan sebatas konstruksi dunia yang bayangannya nyata, tapi sebenarnya fana.
Setibanya di rumah melalui pintu samping yang berbatasan langsung dengan pekarangan pohon rambutan dan nangka, mbah kiai beruluksalam kepada istrinya, yang kebetulan sedang sibuk dibibir sumur menuci beras sebelum ditanak untuk makan siang. "Asu tenan, sandalku slop sing anyar tas tukudicolong bocah maneh."