"Dan terjadi lagi, kisah lama yang terulang kembali". Sepenggal lirik dari salah satu band ternama tanah air ini mungkin sudah tidak asing di telinga.
Sudah bukan rahasia lagi jika penggemar kereta api atau biasa disebut para railfans, kerap ribut dengan petugas keamanan dalam alias PKD. Bahkan keributan ini kerap terjadi terus menerus dan berulang, tanpa ada perubahan nyata yang terlihat.
Pagi inipun, saya menemukan ada seorang railfans yang mengadu lewat media sosial Twitter perihal kelakuan PKD saat dirinya sedang hunting di Stasiun Juanda.
PKD menghampirinya yang sedang hunting di peron 2. Sementara, ada railfans lain di peron 1 yang juga hunting tapi tidak kena tegur PKD.
Sebelum membahas masalah ini lebih jauh, kita perlu melihat dulu salah satu cabang hobi dari railfans. Seperti yang kita tahu, ada banyak sekali metode dan cara untuk menggemari moda transportasi kereta api.
Kalau dijabarkan, mungkin ada puluhan aliran dari railfans ini. Beberapa contohnya, ada yang suka mengupas sejarah kereta api, ada yang suka bermain game simulator kereta api, dan masih banyak lagi yang lain.
Kembali ke pembahasan awal, jenis railfans yang kerap terlibat keributan dengan PKD ini adalah yang suka fotografi dan videografi. Mereka adalah jenis railfans yang paling mudah dikenali ciri-cirinya. Ya, membawa kamera untuk mengabadikan kereta api yang melintas.
Sampai sekarang masih belum jelas kapan mulainya kerusuhan antara railfans dan PKD ini, namun yang jelas cerita para railfans ini mirip-mirip antara satu dengan yang lain.
Bermula dari mengambil foto atau video di tempat yang seharusnya, tapi tiba-tiba ditahan oleh PKD ke ruangan.
Sampai di ruangan ini, para railfans ini biasanya ditanyai sebuah pertanyaan template, "Sudah ada izinnya belum?".
Kalau tidak bisa menjawab atau menunjukkan apa yang dimau oleh PKD ini, apes bagi railfans harus menghapus semua foto dan videonya, bahkan kadang juga disuruh tanda tangan surat pernyataan bermaterai untuk tidak mengulangi perbuatan itu.
Sebenarnya Kereta Api Indonesia (KAI) sudah menetapkan peraturan mengenai pengambilan foto dan video baik di stasiun maupun di dalam kereta api. Kurang lebihnya kalau di-list adalah sebagai berikut:
- Boleh mengambil foto dan video untuk kepentingan dokumentasi pribadi.
- Hanya boleh mengambil foto di area penumpang atau public area.
- Perangkat yang diizinkan adalah handphone (HP), kamera DSLR, kamera aksi (action cam), kamera mirrorless, dan tongsis (monopod).
Selain ketiga poin itu, harus mendapat izin terlebih dahulu dari perusahaan.
Pada poin 1 misalnya, jika kepentingan pengambilan foto dan video adalah untuk urusan komersial, peliputan, penelitian, survei, dan kebutuhan selain dokumentasi pribadi harus ada izin dari unit terkait.
Sementara untuk poin kedua, larangan pengambilan foto dan video hanya terbatas di area loket, depo, ruang PPKA, jalur kereta api, dan area lain yang menganggu operasional kereta api.
Selain area yang disebutkan, bebas untuk mengambil foto dan video. Sudah cukup jelas.
Selanjutnya untuk poin ketiga, jika peralatan untuk mengambil foto dan video bertambah, misalnya dengan tripod, microphone, lighting, drone, serta menggunakan peralatan penunjang profesional lainnya, harus mendapatkan izin terlebih dahulu.
Lagi-lagi aturannya cukup mudah dan jelas untuk dipahami bukan?
Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, "Kok bisa keributan antara railfans dengan PKD ini masih belum terselesaikan hingga saat ini?"
Ada beberapa kemungkinan terkait hal ini. Pertama, permasalahan ada di pihak KAI sendiri sebagai yang membuat peraturan ini. Perusahaan tidak menuliskan secara jelas peraturan ini di ruang publik stasiun.
Sejauh ini, peraturan hanya berupa sosialisasi. Itupun mungkin hanya railfans di komunitas yang dapat sosialisasi.
Di sosial media, KAI juga beberapa kali menjelaskan mengenai peraturan ini baik melalui tulisan maupun secara visual dalam bentuk semacam infografis.
Tapi, masalahnya aturan ini seperti tidak menjadi prioritas di sosial media KAI. Hanya muncul saat keributan PKD dan railfans muncul atau saat ada keributan antara PKD dengan pengguna kereta api muncul.
Kedua, permasalahan ini disebabkan dari pihak PKD. Perlu diketahui PKD ini berbeda dengan Satuan polisi khusus kereta api (Polsuska). PKD berasal dari vendor luar, sementara Satuan Polsuska dilatih khusus oleh KAI alias dari internal perusahaan.
Akibatnya, bukan satu atau dua orang PKD saja yang tidak mengetahui detail soal peraturan pengambilan foto dan video ini, tapi sudah ada banyak dan terulang.
Yang paling terdampak dari kelakuan PKD ini tentu saja adalah para railfans yang sudah susah-susah mengumpulkan karyanya.
Beberapa railfans yang tidak terima biasanya melakukan pengaduan lewat media sosial KAI. Namun, penyelesaian masalah biasanya adalah dengan melakukan "pembinaan kepada petugas".
Tidak jelas pembinaan model apa yang dilakukan, tapi yang jelas pasti akan terulang lagi di lain waktu.
Ketiga, permasalahan juga bisa disebabkan oleh para railfans sendiri yang tidak tertib aturan saat mengambil foto dan video kereta api di stasiun. Akibatnya, mereka harus bertanggung jawab atas pelanggaran yang dibuatnya sendiri.
Tapi, kasus semacam ini bisa dibilang sangat langka.
Untuk mengatasi permasalahan ini, ada beberapa saran yang mungkin bisa dipertimbangkan oleh KAI. Pertama, KAI perlu melakukan sosialisasi yang jelas baik kepada railfans maupun pengguna kereta api, tidak cukup hanya dari media sosial saja.
KAI bisa memasang papan informasi di ruang terbuka publik yang ada di stasiun perihal aturan pengambilan foto dan video ini.
Seperti yang dilakukan Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta yang sudah dengan jelas memasang informasi peraturan ini di tempat yang mudah terbaca oleh penggunanya.
Kedua, sebelum benar-benar ditugaskan di area stasiun, KAI bisa melakukan proses training terlebih dahulu kepada para PKD. Terutama terkait pemahaman mereka atas peraturan yang sudah dibuat oleh KAI.
Karena PKD di sini tugasnya adalah sebagai penegak peraturan, seharusnya tidak perlu terlalu ketat saat berhadapan dengan railfans atau pengguna kereta api yang sedang mengambil foto dan video.
Cukup ditegur dan diingatkan baik-baik apabila ada indikasi melanggar, misalnya kedapatan mengambil foto dan video di area yang dilarang atau kurang aman. Kecuali, kalau sudah keseringan melanggar, memang perlu ada tindakan tambahan.
Ketiga, saran untuk railfans, sebaiknya tetap mematuhi peraturan yang sudah dibuat oleh perusahaan. Hunting-lah di tempat yang diperbolehkan, tetap menjaga keselamatan diri sendiri, dan tidak mengganggu kenyamanan pengguna kereta api lainnya.
Kembali ke aduan seorang railfans di awal tadi, lewat media sosialnya, KAI menyatakan sudah menyampaikan ke unit terkait. Seperti biasa, akan dilakukan "pembinaan" kepada PKD tersebut.
Ya, memang begitulah prosedurnya setiap ada yang mengadu. Entah "pembinaan" apa yang dilakukan. Saya tebak nanti akan terulang lagi entah di mana.
Sebelum diakhiri, ada cerita unik ketika saya melakukan pengambilan foto dan video kereta api di sekitar Stasiun Malang Kota Lama. Saat itu, saya yakin sudah berada di titik aman dan tidak melanggar aturan.
Tiba-tiba, saya diamankan seorang Polsuska ke JPL 79, yang kebetulan letaknya tidak jauh dari tempat saya akan mengambil gambar.
Ketika saya tanya perihal alasan diamankan ke JPL, Polsuska itu hanya bilang, "Hunting di sini aja, nanti kalau di sana (sambil menunjuk tempat hunting saya sebelumnya), dimarahi PKD. PKDnya galak soalnya."
Intinya, saya ingin berterima kasih ke Polsuska itu. Meskipun sekarang sudah tidak ingat lagi siapa nama beliau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H