Mohon tunggu...
Luhur Gadis Fil Fadhlillah
Luhur Gadis Fil Fadhlillah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar Sekolah

Saya suka membaca. Salah satu yang favorit (Harry Potter)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Waktu yang Tepat

23 September 2024   17:52 Diperbarui: 25 September 2024   15:08 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi yang cerah, kubuka jendela kamarku. Hari ini hari yang tak kan pernah ku lupakan. Sinar mentari tidak menyengat, angin segar terasa menyejukkan hati. "Semoga kegiatan hari ini lancar" Kataku dalam hati. 

Lima menit berlalu, terdengar langkah kaki cepat dari luar menuju kemari "Cepat sana mandi,bukankah hari ini hari pernikahanmu?" Ucap gadis yang seumuran denganku. 

Dia melirik sekeliling kamar kemudian tertuju pada gantungan kunci di pintu lemariku. "Astaga kamu masih menyimpan gantungan kunci itu??" Katanya dengan nada yang heboh.

 Kujawab, "Memang kenapa?"

"Aku tahu kalau kamu tidak akan pernah melupakannya. Gantungan kunci ini sangat istimewa bukan?" Katanya dengan tersenyum mencoba merayuku.

"Diamlah Hesti." Kataku dengan nada sebal. Itu benar, gantungan kunci itu adalah titik awal aku menyukainya. Seseorang yang kuanggap teman, dan akan menjadi teman hidupku. Yang setelah ini akan menghabiskan waktu bersamaku untuk selamanya, yang akan selalu berusaha untuk melindungiku.

***

Tujuh tahun yang lalu,aku masih kelas 10 SMA dan sekelas dengannya. Waktu itu selepas pulang sekolah, aku harus mengerjakan tugas kelompok prakarya membuat gantungan kunci anyaman tali bersama teman-teman. Tapi mendadak mereka tidak bisa karena ada acara. Padahal aku sudah bilang ibu bahwa akan dijemput sore. Lalu dia menawarkan ide untuk mengerjakan di rumahnya sekalian akan mengantarkanku pulang. Sebenarnya aku tidak mau, tapi kalau ditunda tugas itu tidak akan selesai, akhirnya aku setuju dan hanya kami yang membuat gantungan kunci itu. Sampai di rumahnya, aku baru tahu kalau ternyata rumahku dan rumahnya lumayan dekat. Hanya sekitar tiga gang saja. Tapi anehnya kami tidak pernah bertemu. Kami membuat tiga gantungan kunci dengan motif anyaman yang berbeda. Butuh ketelitian besar untuk menganyam gantungan kunci tersebut. 

Lima menit berlalu, dia bertanya, "Bagaimana, bisa tidak?" "Tentu bisa" Kujawab.

Lima belas menit berlalu, stagnan, aku kebingungan membuat simpul dasarnya. "Bisa apa tidak sih?" Dia bertanya dengan tidak sabaran. 

"Aku tidak bisa ini rumit sekali Iz."  "Tidak bisa karena belum terbiasa, simpul sering dikaitkan dengan suatu hubungan kalau begini saja tidak bisa gimana kalau nanti menjalin suatu hubungan?" Dia mengambil tali anyamku dan mulai menganyamnya. 

"Maksudmu apa bilang begitu?kau mengejekku kan?" Raut mukaku yang kecewa dengan perkataannya. "Eh aku hanya bergurau Nan, maafkan aku" Dia tersenyum kepadaku. 

"Tiba-tiba saja kau bilang begitu? Ada apa?" Tanyaku dengan tajam. "Eh anu, tidak apa-apa kok, lihat warna tali itu, sama sekali tidak cocok bila dipadukan. Kamu ini bisa gak sih milih warna yang bagus?" sambil menunjuk-nunjuk hasil karyaku. "Ini warna yang trend tahu!" Balasku. 

Dari percakapan itu, topik percakapan kami mulai merambah kemana-mana dan sejak itulah kami mulai dekat satu sama lain. Walaupun kami sekelas, tapi kami tidak pernah berkomunikasi. Baru kali ini kami seakrab ini. Tiga gantungan kunci akhirnya selesai kami buat. Kemudian dia memberikan gantungan kunci yang dia buat kepadaku. 

"Ini tadi ada lebihan, buat kamu saja." 

"Tidak usah buat kamu saja." Kataku. 

"Ini spesial karena dibuat oleh Faiz tahu!" Jawabnya dengan nada bergaya. 

"Sombong amat." Nadaku mengejek

 ***

Kembali ke masa kini. "Kisah itu sudah lama sekali ya Nan?" Tanya Hesti. "Kamu benar Hes, cerita itu sudah lama sekali" Jawabku. "Cantik sekali temanku satu ini." Puji Hesti melihatku memakai gaun pengantin."You're so cute Nanda!" Kata MUA yang meriasku. "Terimakasih mbak, ini juga karena didandanin sama mbak nya." Balasku. Tak lama ayah datang kemudian memelukku. "Hari ini ayah harus melepaskan mu nak. Ayah yakin Faiz adalah anak yang baik,dia akan melindungi mu segenap hati." Ucap ayah dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. Aku mulai menangis di pelukan ayahku.

***

Setahun berlalu, aku naik kelas 2 SMA. Waktu itu seperti biasa aku berangkat sekolah sendiri. Meski hubungan kami dekat dan jarak rumah kami yang lumayan dekat juga, kami tidak berangkat sekolah bersama. Sebenarnya Faiz sudah sering menawariku untuk berangkat sekolah bersama dia, hanya saja aku ingin berangkat sendiri agar aku lebih mandiri dan tidak merepotkannya. Suatu hari aku berangkat sekolah mengendarai sepeda motor seperti biasa, tak lama tiba-tiba dari arah berlawanan ada sepeda motor yang ngebut dan (bruakk) aku ditabrak oleh sepeda motor tersebut. Aku terjatuh, darah mengucur dari kedua lututku, kakiku terluka lumayan dalam. Saat itu benar-benar tidak ada yang mau menolongku, malah mereka mengambil video kecelakaan tersebut. Wajar saja karena orang-orang sama sibuknya dan takut disangka sebagai pelaku. Apa dayaku, kedua lututku terluka dan aku kesulitan untuk berjalan hingga hal yang tak disangka terjadi. Faiz tiba-tiba datang kemudian langsung menolongku. 

"Ini harus ke Rumah sakit Nan." Ucap Faiz dengan penuh kekhawatiran. 

"Kamu kok tiba-tiba ada disini Iz?" Kataku menahan kesakitan. 

"Sudahlah, ayo kita ke Rumah sakit!"

 "Kakiku sakit tidak bisa berdiri Faiz." Balasku dengan mata berkaca-kaca dan merintih kesakitan. 

Kemudian Faiz membantuku untuk berdiri dan bergegas kami pergi ke Rumah sakit terdekat. Kejadian itu selalu menarik untuk dikenang. Entah darimana asalnya tiba-tiba dia datang lalu menolongku. Sejak kecelakaan itu dia selalu menjemputku untuk berangkat sekolah hingga aku sembuh total dari rasa sakit dan traumaku. Hitung-hitung rumah kami juga dekat. Meski sudah waktunya pulang sekolah, kami juga tidak langsung pulang adakalanya kami akan pergi ke suatu tempat.

 ***

"Bekas luka itu? masih ada bukan?" Tanya Hesti.  "Iya masih." Jawabku sambil memegang lututku. "Pasti dia terkejut melihatmu secantik ini Nan. Sejak dulu kamu selalu cantik." Kata Hesti sambil tersenyum. Aku hanya menanggapi dengan tersenyum. 

***

Kaki ku sudah sembuh itu artinya aku akan berangkat sekolah sendiri sekarang. Sejak saat itu hubunganku dengan Faiz mulai renggang. Apalagi sejak kelas 11 kami memang sudah tidak sekelas lagi karena adanya penjurusan minat pelajaran. Pernah pada suatu hari saat aku membeli buku di toko sebelah taman kota, aku tidak sengaja bertemu dia dengan seorang perempuan sedang duduk sambil ngobrol. Seketika aku terduduk lemas tidak percaya. Rasanya sakit sekali tapi aku harus apa? Toh aku bukan siapa-siapa nya, lagi pula aku tidak pernah menyatakan perasaanku kepadanya.

Sejak saat itu aku menghindarinya barangkali perempuan itu adalah pacarnya. Sebenarnya dia juga berusaha menghampiriku di kelas, tapi aku selalu menjauhi nya karena tidak ingin mengganggu hubungan mereka. Bahkan, saat kami berpapasan di sekolah, aku mendadak langsung memalingkan wajahku agar dia tak melihatku. Sungguh sakit rasanya, gundah gulana hati ini, makan tak enak, tidur pun tak nyenyak. Yang biasanya selalu dengan Faiz, sekarang sudah tidak dengan dia lagi, bahkan sekarang Hesti pun sering kerumah untuk menghiburku, menguatkanku kalau dengan dia ataupun tidak dengan dia, kamu tetap lah seorang Nanda yang ceria. Kehadiran Hesti lumayan mengobati rasa sedihku. Sekolahku juga terhambat karena memikirkan dia, akhirnya aku memutuskan untuk tidak menyukainya lagi walaupun sulit.

Aku sekarang kelas tiga SMA itu artinya sebentar lagi akan lulus dan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Sekarang aku juga rajin belajar dan sibuk mempersiapkan ujian agar bisa diterima di universitas yang aku inginkan. Pengumuman universitas pun tiba, Alhamdulillah aku diterima di Universitas Brawijaya jurusan teknik kimia. Aku sangat senang sekali. Dan dia, sebenarnya aku tidak tahu dia melanjutkan kemana, tapi kata teman-teman dia sekarang masuk AKPOL (Akademi Kepolisian). Aku kuliah sekaligus bekerja karena waktu itu ekonomi keluarga kami sangat kekurangan. Tentu hal ini akan menjadi kabar baik, dengan begitu aku akan sibuk dan bisa melupakan dia dengan mudah. Karena aku rajin belajar, akhirnya aku lulus kuliah dalam waktu 3,5 tahun. Dua bulan setelah nya aku diterima kerja di sebuah perusahaan yang lumayan besar. Hari-hari berlalu, aku sekarang sibuk dengan pekerjaanku dan sudah tidak memikirkannya lagi. Pernah waktu itu aku pulang ke rumah sehabis kerja dan tepat di depan gang rumahnya aku melihat Faiz yang juga keluar dari gang tersebut. Kami sempat bersitatap sekitar 5 detik. Jujur saja dia semakin tinggi dan lebih tampan sekarang. Tapi aku sudah tidak memikirkannya lagi, barangkali dia sudah bertunangan atau sejenisnya.

Seminggu setelahnya, teman SMA ku mengadakan reuni. Waktu itu sepeda motorku rusak, alhasil aku berangkat naik ojek ke tempat reuni. Saat akan pulang, tiba-tiba dia menawariku untuk pulang bersamanya. Awalnya aku tidak mau, tetapi dia memaksa dengan alasan rumah kita berdekatan. Akhirnya aku menyetujui tawarannya itu. Saat perjalanan pulang, dia berkata "Bagaimana kabarmu Nan?" Tanya dia. "Eh aku baik Iz, kamu sendiri bagaimana?" Tanyaku. "Aku juga baik-baik saja Nan" Jawabnya. Tiba-tiba dia berhenti di warung es degan dan mengajakku untuk minum disana. "Kenapa pergi ke sini Iz?" Tanyaku. 

"Aku haus, hawanya cocok untuk minum es, cepat kamu ingin pesan yang mana?" jawabnya.

"Eh tidak usah tidak apa-apa Iz, kamu saja"

"Aku yang traktir"

"Terserah kamu saja" Jawabku dengan senang.

Es degan itu begitu nikmat. Degan nya sangat lembut seperti sutra. Airnya yang segar membuat hati terasa tenang. Saat sedang asyik minum, Faiz memulai topik "Kenapa waktu itu kamu menghindariku Nan?" Tanya Faiz dengan penuh seksama. "Eh.. masalah itu.. lupakan saja itu sudah lama sekali bukan?" Jawab Nanda santai. "Tidak bisa Nan. Kau tahu? Sejak kamu menghindariku, hari-hariku terasa hampa. Aku pikir kamu sekarang membenciku. Sejak kamu memutuskan mulai pergi sekolah sendiri aku takut terjadi sesuatu kepadamu. Aku sudah berusaha menghampirimu tapi kamu selalu menjauhiku." Kata Faiz dengan penuh kecemasan. "Sebenarnya aku pernah melihatmu dulu saat kamu di taman kota dengan perempuan lain." Gumamku sambil menyeruput es degan. "Perempuan?" Dia berpikir sejenak. "Iya perempuan yang duduk bersamamu dulu di taman kota" Jawabku singkat. "Itu sepupuku, kebetulan dia datang ke sini karena waktu itu ada pernikahan paman Roni, yang pernah ku ceritakan padamu dulu" Katanya.

"Sungguh? kukira dia dulu pacarmu. Jadi ya aku menghindarimu" Tatapanku terkejut.

"Kau menghindariku tanpa alasan!"

"Aku tidak tahu kawan, maafkan aku" Kataku dengan tenang.

"Oh iya bagaimana pekerjaanmu sekarang? Apa kamu akan menikah dekat-dekat ini" Tanyaku untuk mengalihkan topik.

"Aku sekarang ditempatkan di Polres. Untuk menikah, mungkin iya, seminggu lagi aku ke rumahmu ya Nan dengan orang tuaku" Katanya dengan penuh semangat.

"Eh mau apa ke rumahku?" Mataku terkejut.

"Tentu saja minggu depan aku akan melamarmu Nan."

"Kamu jangan gombal Iz. Mana mungkin secepat itu" Aku mulai mencubitnya

"Aku serius Nan,seminggu lagi ya."

"Sudah cukup tahun-tahun kemarin yang ku lewati tanpamu. Kamu pikir mudah untuk bisa melupakan mu? Aku ingin kita hidup selamanya. Aku suka kamu Nan, sejak dulu hingga nanti." Ucap Faiz dengan sungguh-sungguh

"Sebenarnya aku juga suka kamu Iz, sejak kita kelas 10 SMA, maka dengan senang hati aku akan menerimanya." Jawabku.

 Sungguh diluar dugaan, Faiz yang selama ini kukira menyukai perempuan lain. Ternyata selama ini juga mempunyai rasa yang sama kepadaku.

***

Proses panjang itu telah sampai pada hari ini. Ijab kabul akan dilangsungkan hari ini. Faiz begitu tampan dengan kemeja batik dan jas hitamnya. Ia pun mulai mengucapkan ijab kabul nya dengan lancar. "Bagaimana para saksi?" Tanya pak penghulu. "SAH!!!" Jawab orang-orang serempak. Kemudian Faiz memakaikan cincin ke jari manisku sambil menangis terharu. Hari ini aku dan Faiz resmi menikah. Bukan hal yang mudah untuk sampai di titik ini. Banyak rintangan, tantangan, dan tanggung jawab yang besar untuk melewatinya. Memang benar jodoh akan datang di waktu yang tepat dan dengan versi yang terbaik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun