"Kakiku sakit tidak bisa berdiri Faiz." Balasku dengan mata berkaca-kaca dan merintih kesakitan.Â
Kemudian Faiz membantuku untuk berdiri dan bergegas kami pergi ke Rumah sakit terdekat. Kejadian itu selalu menarik untuk dikenang. Entah darimana asalnya tiba-tiba dia datang lalu menolongku. Sejak kecelakaan itu dia selalu menjemputku untuk berangkat sekolah hingga aku sembuh total dari rasa sakit dan traumaku. Hitung-hitung rumah kami juga dekat. Meski sudah waktunya pulang sekolah, kami juga tidak langsung pulang adakalanya kami akan pergi ke suatu tempat.
 ***
"Bekas luka itu? masih ada bukan?" Tanya Hesti.  "Iya masih." Jawabku sambil memegang lututku. "Pasti dia terkejut melihatmu secantik ini Nan. Sejak dulu kamu selalu cantik." Kata Hesti sambil tersenyum. Aku hanya menanggapi dengan tersenyum.Â
***
Kaki ku sudah sembuh itu artinya aku akan berangkat sekolah sendiri sekarang. Sejak saat itu hubunganku dengan Faiz mulai renggang. Apalagi sejak kelas 11 kami memang sudah tidak sekelas lagi karena adanya penjurusan minat pelajaran. Pernah pada suatu hari saat aku membeli buku di toko sebelah taman kota, aku tidak sengaja bertemu dia dengan seorang perempuan sedang duduk sambil ngobrol. Seketika aku terduduk lemas tidak percaya. Rasanya sakit sekali tapi aku harus apa? Toh aku bukan siapa-siapa nya, lagi pula aku tidak pernah menyatakan perasaanku kepadanya.
Sejak saat itu aku menghindarinya barangkali perempuan itu adalah pacarnya. Sebenarnya dia juga berusaha menghampiriku di kelas, tapi aku selalu menjauhi nya karena tidak ingin mengganggu hubungan mereka. Bahkan, saat kami berpapasan di sekolah, aku mendadak langsung memalingkan wajahku agar dia tak melihatku. Sungguh sakit rasanya, gundah gulana hati ini, makan tak enak, tidur pun tak nyenyak. Yang biasanya selalu dengan Faiz, sekarang sudah tidak dengan dia lagi, bahkan sekarang Hesti pun sering kerumah untuk menghiburku, menguatkanku kalau dengan dia ataupun tidak dengan dia, kamu tetap lah seorang Nanda yang ceria. Kehadiran Hesti lumayan mengobati rasa sedihku. Sekolahku juga terhambat karena memikirkan dia, akhirnya aku memutuskan untuk tidak menyukainya lagi walaupun sulit.
Aku sekarang kelas tiga SMA itu artinya sebentar lagi akan lulus dan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Sekarang aku juga rajin belajar dan sibuk mempersiapkan ujian agar bisa diterima di universitas yang aku inginkan. Pengumuman universitas pun tiba, Alhamdulillah aku diterima di Universitas Brawijaya jurusan teknik kimia. Aku sangat senang sekali. Dan dia, sebenarnya aku tidak tahu dia melanjutkan kemana, tapi kata teman-teman dia sekarang masuk AKPOL (Akademi Kepolisian). Aku kuliah sekaligus bekerja karena waktu itu ekonomi keluarga kami sangat kekurangan. Tentu hal ini akan menjadi kabar baik, dengan begitu aku akan sibuk dan bisa melupakan dia dengan mudah. Karena aku rajin belajar, akhirnya aku lulus kuliah dalam waktu 3,5 tahun. Dua bulan setelah nya aku diterima kerja di sebuah perusahaan yang lumayan besar. Hari-hari berlalu, aku sekarang sibuk dengan pekerjaanku dan sudah tidak memikirkannya lagi. Pernah waktu itu aku pulang ke rumah sehabis kerja dan tepat di depan gang rumahnya aku melihat Faiz yang juga keluar dari gang tersebut. Kami sempat bersitatap sekitar 5 detik. Jujur saja dia semakin tinggi dan lebih tampan sekarang. Tapi aku sudah tidak memikirkannya lagi, barangkali dia sudah bertunangan atau sejenisnya.
Seminggu setelahnya, teman SMA ku mengadakan reuni. Waktu itu sepeda motorku rusak, alhasil aku berangkat naik ojek ke tempat reuni. Saat akan pulang, tiba-tiba dia menawariku untuk pulang bersamanya. Awalnya aku tidak mau, tetapi dia memaksa dengan alasan rumah kita berdekatan. Akhirnya aku menyetujui tawarannya itu. Saat perjalanan pulang, dia berkata "Bagaimana kabarmu Nan?" Tanya dia. "Eh aku baik Iz, kamu sendiri bagaimana?" Tanyaku. "Aku juga baik-baik saja Nan" Jawabnya. Tiba-tiba dia berhenti di warung es degan dan mengajakku untuk minum disana. "Kenapa pergi ke sini Iz?" Tanyaku.Â
"Aku haus, hawanya cocok untuk minum es, cepat kamu ingin pesan yang mana?" jawabnya.
"Eh tidak usah tidak apa-apa Iz, kamu saja"
"Aku yang traktir"
"Terserah kamu saja" Jawabku dengan senang.