Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secangkir Kopi Pertama di Melbourne

15 Desember 2024   23:37 Diperbarui: 15 Desember 2024   23:37 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcT7TGybokPgZDJFxQ8RZCs_fRKtCo1dACRt4g&usqp=CAU

Di tengah keasyikan menikmati kopi, seorang pria tua dengan rambut beruban duduk di meja sebelahnya. Pria itu tampak ramah dan memperkenalkan dirinya sebagai Mr. John, seorang pensiunan dosen sejarah di Universitas Melbourne. Percakapan ringan pun terjadi, dimulai dari cuaca dingin hingga keindahan kota Melbourne.

"Pertama kali di Melbourne?" tanya Mr. John membuka percakapan.

"Ya, saya baru tiba beberapa hari yang lalu. Cuaca dinginnya sungguh mengejutkan," jawab Mas Dab dengan tawa kecil.

Mr. John tersenyum hangat. "Melbourne memang memiliki pesona yang unik. Apalagi di musim dingin. Kamu akan segera terbiasa," katanya. "Dan bagaimana kamu menemukan kafe ini?"

"Sebenarnya, saya sedang mencari tempat untuk menghangatkan diri dan menikmati secangkir kopi. Aroma kopinya sangat menggoda," jelas mas Dab.

Mr. John mengangguk setuju. "Kafe ini punya sejarah panjang. Sudah berdiri sejak tahun 1960-an. Dulu tempat ini menjadi saksi banyak peristiwa penting."

Mas Dab tertarik. "Peristiwa seperti apa ya?" tanyanya dengan antusias dalam bahasa Inggris yang masih belepotan.

Mr. John memandang sekeliling, seolah mengingat masa lalu. "Pada tahun 1970-an, mahasiswa sering berkumpul di sini untuk berdiskusi dan mengorganisir protes menentang Perang Vietnam. Di sini, mereka membentuk gerakan besar yang memperjuangkan perdamaian."

Mas Dab membayangkan suasana kafe itu puluhan tahun lalu. "Pasti sangat menginspirasi berada di tengah-tengah mereka."

Mr. John tersenyum. "Benar. Dan tak hanya itu. Di tahun 1980-an, tempat ini juga menjadi pusat para seniman dan musisi. Banyak yang memulai karier mereka dari pertunjukan kecil di sudut ruangan ini."

Setiap kata yang diucapkan Mr. John semakin menghidupkan kafe ini di benak Mas Dab. Ia bisa membayangkan suasana saat itu, ketika semangat perjuangan menggelora di setiap sudut kafe. "Dan sekarang, kafe ini masih tetap menjadi tempat yang hangat dan penuh kenangan," kata Mas Dab dengan penuh kekaguman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun