Pemilihan presiden Amerika Serikat 2024 telah memasuki tahap yang semakin krusial, dengan dinamika politik yang terus berubah.
Berdasarkan hasil survei terkini dan perkembangan proses hukum yang melibatkan mantan Presiden Donald Trump, peluang Wakil Presiden Kamala Harris untuk terpilih sebagai presiden berikutnya tampak semakin besar.Â
Faktor-faktor seperti dukungan yang solid dari Partai Demokrat, pengalaman pemerintahan yang substansial, serta citra yang relatif bersih dari kontroversi hukum, telah menempatkan Harris dalam posisi yang menguntungkan dibandingkan pesaing utamanya, Donald Trump.
Seiring dengan meningkatnya kemungkinan Harris menjadi presiden berikutnya, perhatian mulai tertuju pada arah kebijakan luar negeri yang akan diterapkan.
Berdasarkan rekam jejaknya sebagai senator dan wakil presiden, serta pernyataan-pernyataan publiknya, ada kecenderungan kuat bahwa Harris akan memberikan prioritas signifikan kepada kawasan Indo-Pasifik dalam kebijakan luar negerinya.Â
Fokus ini didasari oleh pemahaman mendalam tentang pentingnya strategis kawasan tersebut bagi kepentingan Amerika Serikat, baik dari segi ekonomi, keamanan, maupun geopolitik.
Dalam konteks ini, penting untuk menganalisis lebih lanjut bagaimana kebijakan Indo-Pasifik Harris dapat membentuk lanskap geopolitik global di masa mendatang.
Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan Indo-Pasifik tidak bisa dipungkiri telah menjadi fokus utama kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Sebagai Wakil Presiden dalam pemerintahan Biden, Kamala Harris memainkan peran penting dalam membentuk dan melaksanakan strategi AS di kawasan ini.Â
Indo-Pasifik
Meskipun platform kebijakan Partai Demokrat untuk pemilu 2024 menempatkan Eropa di bagian awal dalam soal urusan luar negeri, para ahli memperingatkan agar tidak menafsirkan hal ini sebagai pergeseran fokus dari Indo-Pasifik ke Eropa.
Peringatan itu agaknya disebabkan oleh kenyataan mengenai rekam jejak Harris sebagai senator dan wakil presiden telah menunjukkan investasi, keterlibatan, dan fokus yang cukup dalam pada Indo-Pasifik (Butts, 2024).Â
Sebagai senator, Harris mendorong beberapa undang-undang penting terkait Tiongkok, termasuk legislasi tentang Hong Kong dan Xinjiang (Butts, 2024).Â
Selama menjabat sebagai wakil presiden, ia telah melakukan banyak kunjungan ke kawasan tersebut dan bertemu dengan hampir semua pemimpin Asia, termasuk Presiden Tiongkok dan Presiden Taiwan.
Pendekatan Kemitraan
Salah satu ciri utama kebijakan Indo-Pasifik Harris adalah penekanan pada membangun dan memperkuat aliansi serta kemitraan di kawasan tersebut. Pendekatan ini sejalan dengan strategi pemerintahan Biden-Harris yang lebih luas.
Selama ini pemerintahan Biden telah menghasilkan inisiatif-inisiatif penting seperti AUKUS (kemitraan keamanan trilateral dengan Australia dan Inggris) dan penguatan Quad (kerja sama diplomatik yang melibatkan AS, Australia, India, dan Jepang).
Harris telah secara aktif terlibat dalam upaya-upaya ini. Pada Mei 2023, misalnya, Harris bertemu dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. di Washington DC. Agenda strategis pertemuan itu adalah penguatan aliansi AS-Filipina dan kerja sama di berbagai bidang termasuk keamanan maritim, energi bersih, dan ketahanan rantai pasokan.
Pertemuan itu secara nyata menunjukkan komitmen Harris untuk memperdalam hubungan AS dengan sekutu-sekutu kuncinya di kawasan Indo-Pasifik. Pendekatan berbasis kemitraan ini juga tercermin dalam kebijakan ekonomi dan perdagangan yang ditujukan untuk bersaing dengan Tiongkok.Â
Berbeda dengan pendekatan unilateral mantan Presiden Trump, pemerintahan Biden-Harris lebih menekankan pada kerja sama multilateral untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh kebangkitan Tiongkok. Pemerintahan Biden dari Partai Demokrat secara nyata menunjukkan keterlibatan aktif AS dalam berbagai isu internasional.
Fokus pada Tiongkok
Meskipun mencakup berbagai aspek, kebijakan Indo-Pasifik Harris diperkirakan berpendirian bahwa persaingan dengan Tiongkok menjadi faktor pendorong utama.
Sebagai wakil presiden, Harris telah mengambil sikap yang tegas terhadap Tiongkok dalam berbagai isu, mulai dari hak asasi manusia hingga klaim teritorial di Laut Cina Selatan.
Dalam pidatonya di Singapura pada Agustus 2021, Harris mengkritik tindakan Tiongkok di Laut Cina Selatan. Harris (2021)secara jelas mengatakan bahwa Beijing terus memaksa, mengintimidasi, dan mengklaim hak atas sebagian besar Laut Cina Selatan.Â
Selanjutnya, Harris juga menegaskan komitmen AS mendukung sekutu-sekutunya di kawasan tersebut dan menjaga tatanan internasional berbasis aturan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa pendekatan Harris terhadap Tiongkok tidak semata-mata konfrontatif. Kerja sama dalam isu-isu global seperti perubahan iklim dan pandemi dengan Tiongkok atau China juga dipandang penting.Â
Dalam pertemuannya dengan Presiden Xi Jinping di sela-sela KTT APEC 2023, Harris menekankan perlunya komunikasi terbuka antara AS dan Tiongkok untuk menghindari kesalahpahaman dan mengelola persaingan secara bertanggung jawab (The White House, 2023).
Keamanan dan Stabilitas Regional
Selain fokus pada Tiongkok, kebijakan Indo-Pasifik Harris pada dasarnya berkaitan dengan upaya-upaya untuk menjaga keamanan dan stabilitas regional secara lebih luas.Â
Upaya-upaya itu termasuk penguatan kerja sama pertahanan dengan sekutu-sekutu AS di kawasan tersebut, serta upaya untuk menangani ancaman keamanan non-tradisional seperti terorisme, kejahatan transnasional, dan bencana alam.
Sebagai contoh, Harris telah menekankan pentingnya kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan dan Selat Taiwan. Dalam kunjungannya ke Filipina pada November 2022, calon presiden dari Partai Demokrat itu menegaskan kembali komitmen AS untuk membela Filipina dalam kasus serangan bersenjata di Laut Cina Selatan, sesuai dengan Perjanjian Pertahanan Bersama kedua negara.
Dimensi Ekonomi
Aspek penting lainnya dari kebijakan Indo-Pasifik Harris adalah dimensi ekonominya. Sebagai bagian dari strategi AS untuk bersaing dengan Tiongkok, Harris telah mendukung inisiatif-inisiatif untuk memperkuat keterlibatan ekonomi AS di kawasan tersebut. Ini termasuk dukungan untuk Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik untuk Kemakmuran (IPEF).Â
Inisiatif ekonomi ini bertujuan untuk memperdalam kerja sama ekonomi AS dengan negara-negara di kawasan tersebut. Yang tidak bisa diabaikan mengenai IPEF itu adalah kenyataan bahwa regionalisasi ekonomi IPEF dilancarkan untuk menyaingi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bentukan China.
Selain itu, IPEF dapat menjadi alternatif bagi negara-negara di Indo-Pasifik terhadap Inisiatif Sabuk dan Jalan Tiongkok. Dalam kunjungannya ke Asia Tenggara pada 2021, Harris mengumumkan berbagai inisiatif AS untuk mendukung pembangunan infrastruktur, energi bersih, dan ekonomi digital di kawasan tersebut.
Tantangan dan Prospek
Meskipun memiliki banyak elemen yang kuat, kebijakan Indo-Pasifik Harris juga menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah kebutuhan untuk menyeimbangkan fokus pada Indo-Pasifik dengan prioritas kebijakan luar negeri lainnya, terutama mengingat konflik yang sedang berlangsung di Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah.Â
Selain itu, potensi masalah juga muncul dari efektivitas strategi berbasis kemitraan itu. Strategi AS akan sangat bergantung pada kesediaan negara-negara Indo-Pasifik untuk bekerja sama dengan AS. Kondisi itu amat terkait ketergantungan ekonomi banyak negara di kawasan tersebut pada Tiongkok.
Jika terpilih sebagai presiden AS, Harris kemungkinan akan melanjutkan dan mungkin memperkuat fokus kebijakan luar negeri AS terhadap Indo-Pasifik.Â
Pengalamannya yang luas dalam menangani isu-isu kawasan dan hubungan personalnya dengan para pemimpin Asia dapat menjadi aset berharga dalam menjalankan kebijakan ini.
Kemungkinan kebijakan Kamala Harris terhadap Indo-Pasifik mencerminkan pemahaman mendalam tentang pentingnya strategis kawasan ini bagi kepentingan AS.
Dengan penekanan pada membangun kemitraan, menghadapi tantangan dari Tiongkok, menjaga keamanan regional, dan memperkuat keterlibatan ekonomi, pendekatan Harris menawarkan strategi komprehensif untuk melibatkan diri di kawasan yang semakin penting ini.Â
Meskipun tantangan tetap ada, kebijakan ini kemungkinan akan tetap menjadi pilar utama kebijakan luar negeri AS di masa depan, terutama jika Harris menjadi presiden AS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H