Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Makna Kedaulatan dalam Rivalitas Geopolitik AS-China di Laut China Selatan

26 Juni 2024   23:03 Diperbarui: 26 Juni 2024   23:12 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRZpLy3Y7vLB6QqwY8tS2Gom_CYrYsh_AW7Gw&usqp=CAU

Laut China Selatan telah menjadi arena pertarungan geopolitik yang semakin intens antara Amerika Serikat (AS) dan China dalam beberapa tahun terakhir. 

Rivalitas kedua negara adidaya ini telah mengubah pemahaman tradisional tentang kedaulatan di kawasan tersebut, menciptakan dinamika baru yang menantang tatanan internasional yang ada. 

Esai ini akan mengeksplorasi bagaimana konsep kedaulatan berevolusi dalam konteks persaingan AS-China di Laut China Selatan, dengan fokus pada implikasi geopolitik dan strategis dari perubahan tersebut.

Kedaulatan, dalam pengertian klasik Westphalia, merujuk pada otoritas tertinggi suatu negara atas wilayah teritorialnya. Namun, dalam konteks maritim seperti Laut China Selatan, konsep ini menjadi lebih kompleks. 

Menurut Christian Bueger (2018), kedaulatan maritim tidak hanya tentang kontrol atas wilayah, tetapi juga tentang kemampuan untuk memproyeksikan kekuatan, mengamankan jalur perdagangan, dan mengelola sumber daya. Pergeseran ini menjadi semakin jelas dalam dinamika AS-China di kawasan.

China, dengan klaim nine-dash line-nya, telah memperluas interpretasi kedaulatannya jauh melampaui batas-batas tradisional. Beijing berpendapat bahwa klaim historisnya memberikan hak atas sebagian besar Laut China Selatan. 

Pendekatan ini, yang oleh Yoshihara dan Holmes (2018) disebut sebagai kedaulatan maritim dengan karakteristik China. Konsep Kedaulatan ini menantang norma-norma yang ada dan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Di sisi lain, AS, tanpa klaim teritorial langsung di kawasan, memposisikan dirinya sebagai penjaga "kebebasan navigasi" dan tatanan internasional berbasis aturan. Washington berpendapat bahwa tindakan China mengancam kedaulatan negara-negara lain dan stabilitas regional. 

Menurut Medcalf (2020), pendekatan AS ini mencerminkan "konsepsi yang lebih luas tentang kedaulatan kolektif." AS sebagai kekuatan global memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan norma-norma internasional.

Pergeseran dalam pemahaman kedaulatan ini memiliki implikasi mendalam bagi geopolitik regional dan global. Pertama, hal ini telah mengaburkan batas-batas antara kedaulatan nasional dan kepentingan strategis internasional. 

Kaplan (2014) menegaskan bahwa Laut China Selatan telah menjadi arena di mana konsep tradisional kedaulatan berbenturan dengan realitas geopolitik abad ke-21.

Kedua, perubahan ini telah mendorong militarisasi kawasan. China telah membangun dan mempersenjatai pulau-pulau buatan, sementara AS telah meningkatkan kehadiran angkatan lautnya. 

Tindakan ini, menurut Yahuda (2019), mencerminkan upaya kedua negara untuk memproyeksikan kekuatan dan menegaskan interpretasi mereka tentang kedaulatan maritim.

Ketiga, evolusi konsep kedaulatan ini telah mempengaruhi dinamika regional yang lebih luas. Negara-negara ASEAN, yang berada di tengah persaingan AS-China, menghadapi tekanan untuk memilih sisi atau mencari keseimbangan yang sulit. 

Dalam pandangan Acharya (2017), situasi ini telah menantang konsepsi ASEAN tentang kedaulatan regional dan netralitas.

Lebih jauh lagi, perubahan makna kedaulatan di Laut China Selatan memiliki implikasi global. Hal ini telah menciptakan preseden untuk bagaimana kedaulatan maritim dapat diinterpretasikan dan ditegakkan di wilayah laut yang diperebutkan lainnya. 

Yang menarik adalah cara kita memahami kedaulatan di Laut China Selatan dapat membentuk ulang hukum laut internasional dan tata kelola maritim global (Till, 2013).

Penting untuk dicatat bahwa pergeseran dalam pemahaman kedaulatan ini bukan hanya masalah abstrak, tetapi memiliki konsekuensi nyata. Hal ini telah menyebabkan peningkatan insiden di laut, risiko miscalculation yang lebih tinggi, dan potensi konflik yang meningkat. 

Laporan International Crisis Group (2021) mengungkapkan interpretasi berbeda tentang kedaulatan dan hak maritim telah menciptakan lingkungan yang sangat mudah terbakar di Laut China Selatan.

Namun, di tengah ketegangan ini, ada juga peluang untuk dialog dan negosiasi. Beberapa ahli berpendapat bahwa solusi jangka panjang mungkin melibatkan pendekatan baru terhadap kedaulatan yang mengakomodasi kepentingan semua pihak. 

Misalnya, Hayton (2020) mengusulkan "model kedaulatan bersama" di mana negara-negara berbagi tanggung jawab dan manfaat dari wilayah maritim yang diperebutkan.

Makna kedaulatan dalam konteks rivalitas AS-China di Laut China Selatan mencerminkan pergeseran yang lebih luas dalam geopolitik global. Konsep ini tidak lagi terbatas pada pemahaman tradisional tentang kontrol teritorial, tetapi telah berkembang menjadi instrumen kompleks untuk memproyeksikan kekuatan, menegaskan kepentingan strategis, dan membentuk tatanan regional. 

Ketika kedua negara adidaya terus bersaing untuk pengaruh, pemahaman yang berevolusi tentang kedaulatan ini akan terus memainkan peran sentral dalam membentuk dinamika kawasan dan tatanan internasional yang lebih luas.

Tantangan ke depan bagi komunitas internasional adalah menemukan keseimbangan antara menghormati interpretasi kedaulatan yang berbeda dan mempertahankan stabilitas regional serta global. 

Hal ini mungkin memerlukan pendekatan inovatif terhadap diplomasi maritim, pengembangan mekanisme resolusi konflik yang baru, dan mungkin bahkan redefinisi konsep kedaulatan itu sendiri dalam konteks maritim abad ke-21. 

Hanya dengan adaptasi dan pemahaman bersama seperti itu, kita dapat berharap untuk mengurangi ketegangan dan menciptakan tatanan maritim yang lebih stabil dan adil di Laut China Selatan dan di luarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun