Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Makna Kedaulatan dalam Rivalitas Geopolitik AS-China di Laut China Selatan

26 Juni 2024   23:03 Diperbarui: 26 Juni 2024   23:12 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRZpLy3Y7vLB6QqwY8tS2Gom_CYrYsh_AW7Gw&usqp=CAU

Kaplan (2014) menegaskan bahwa Laut China Selatan telah menjadi arena di mana konsep tradisional kedaulatan berbenturan dengan realitas geopolitik abad ke-21.

Kedua, perubahan ini telah mendorong militarisasi kawasan. China telah membangun dan mempersenjatai pulau-pulau buatan, sementara AS telah meningkatkan kehadiran angkatan lautnya. 

Tindakan ini, menurut Yahuda (2019), mencerminkan upaya kedua negara untuk memproyeksikan kekuatan dan menegaskan interpretasi mereka tentang kedaulatan maritim.

Ketiga, evolusi konsep kedaulatan ini telah mempengaruhi dinamika regional yang lebih luas. Negara-negara ASEAN, yang berada di tengah persaingan AS-China, menghadapi tekanan untuk memilih sisi atau mencari keseimbangan yang sulit. 

Dalam pandangan Acharya (2017), situasi ini telah menantang konsepsi ASEAN tentang kedaulatan regional dan netralitas.

Lebih jauh lagi, perubahan makna kedaulatan di Laut China Selatan memiliki implikasi global. Hal ini telah menciptakan preseden untuk bagaimana kedaulatan maritim dapat diinterpretasikan dan ditegakkan di wilayah laut yang diperebutkan lainnya. 

Yang menarik adalah cara kita memahami kedaulatan di Laut China Selatan dapat membentuk ulang hukum laut internasional dan tata kelola maritim global (Till, 2013).

Penting untuk dicatat bahwa pergeseran dalam pemahaman kedaulatan ini bukan hanya masalah abstrak, tetapi memiliki konsekuensi nyata. Hal ini telah menyebabkan peningkatan insiden di laut, risiko miscalculation yang lebih tinggi, dan potensi konflik yang meningkat. 

Laporan International Crisis Group (2021) mengungkapkan interpretasi berbeda tentang kedaulatan dan hak maritim telah menciptakan lingkungan yang sangat mudah terbakar di Laut China Selatan.

Namun, di tengah ketegangan ini, ada juga peluang untuk dialog dan negosiasi. Beberapa ahli berpendapat bahwa solusi jangka panjang mungkin melibatkan pendekatan baru terhadap kedaulatan yang mengakomodasi kepentingan semua pihak. 

Misalnya, Hayton (2020) mengusulkan "model kedaulatan bersama" di mana negara-negara berbagi tanggung jawab dan manfaat dari wilayah maritim yang diperebutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun