Efektivitas
Pendekatan bebas aktif Indonesia ini terbukti cukup efektif dalam meredam ketegangan di Laut China Selatan. Sebagai contoh, saat terjadi insiden antara kapal coast guard Tiongkok dengan kapal nelayan Indonesia di perairan Natuna pada 2016, Indonesia bersikap tegas dalam mempertahankan kedaulatan wilayahnya, namun tetap mengedepankan dialog dalam penyelesaiannya.
Indonesia secara berani telah melayangkan nota diplomatik (red notice) kepada China. Protes itu menegaskan bahwa tidak ada overlapping claim antara Indonesia dengan Tiongkok di Laut China Selatan. Indonesia juga meningkatkan patroli keamanan di sekitar Kepulauan Natuna untuk mencegah insiden serupa terulang.
Namun di sisi lain, Indonesia tetap menjaga hubungan baik dengan China dan mendorong agar insiden tersebut tidak menganggu kerja sama kedua negara secara keseluruhan.
Sikap Indonesia ini sebenarnya menjadi karakteristik penting dalam hubungan bilateral paska-Perang Dingin. Walaupun ada ketidaksepakatan dalam kerjasama di bidang pertahanan-militer, Indonesia seperti negara-negara lainnya tetap mempertahankan kedekatan ekonomi dengan China.
Pendekatan bebas aktif juga ditunjukkan Indonesia saat menjadi tuan rumah pertemuan tingkat tinggi ASEAN di Jakarta pada 24 April 2021 yang membahas krisis Myanmar.Â
Di tengah tekanan internasional yang menuntut pengenaan sanksi terhadap junta militer Myanmar, Indonesia memilih untuk tidak mengusik prinsip non-intervensi ASEAN.
Sebaliknya, Indonesia mengupayakan pendekatan konstruktif melalui diplomasi. Dalam pertemuan tersebut, Indonesia berhasil mendorong pihak-pihak berkonflik di Myanmar untuk menghentikan kekerasan dan memulai proses dialog inklusif.
Hal ini sesuai dengan prinsip bebas aktif dimana Indonesia berupaya berkontribusi positif bagi penyelesaian masalah kawasan tanpa terjebak pada kepentingan kekuatan besar.
Tantangan
Namun demikian, penerapan prinsip bebas aktif dalam diplomasi Laut China Selatan juga menghadapi berbagai tantangan. Pertama, negara-negara claimant state seperti China atau Vietnam seringkali menganggap sikap netral Indonesia sebagai bentuk pembiaran terhadap agresivitas pihak lain (Poling, 2020).
Kedua, peningkatan rivalitas antara AS dan China telah mempersempit ruang gerak bagi middle power, seperti Indonesia, untuk bersikap independen (Laksmana, 2011).Â
Ketiga, prinsip non-intervensi yang dianut Indonesia terkadang menghambat efektivitas diplomasi saat berhadapan dengan pelanggaran kedaulatan yang nyata di lapangan (Pattiradjawane & Soebagjo, 2015).