Konsep pembentukan aliansi dalam studi Hubungan Internasional dapat memberikan pemahaman yang berharga tentang motivasi di balik pergeseran dukungan ini, serta implikasinya terhadap keseimbangan kekuatan dan stabilitas kawasan.Â
Polarisasi regional antara Iran dan Arab Saudi telah menciptakan dua blok yang saling bertentangan, dengan masing-masing pihak mencari sekutu di antara negara-negara dan kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan serupa. Situasi ini telah memperumit upaya resolusi konflik di Timur Tengah" (International Crisis Group/ICG, 2018.
Sementara itu, polarisasi antara blok Saudi-Israel dan blok Iran-Suriah-Hizbullah telah menciptakan lingkungan yang sangat rawan bagi konflik berskala besar di Timur Tengah. Negara-negara kecil di kawasan ini sering terjebak dalam persaingan kekuatan besar ini.
Namun, faktor-faktor spesifik seperti dinamika domestik, kepentingan ekonomi, dan isu-isu regional lainnya juga perlu dipertimbangkan dalam menganalisis polarisasi dukungan di Timur Tengah.
Polarisasi dukungan ini dapat memperumit upaya perdamaian dan resolusi konflik antara Israel dan Iran. Negara-negara pendukung masing-masing kubu cenderung memberikan dukungan kepada pihak yang mereka dukung, sehingga sulit untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak.Â
Menurut Robert Jervis (1976), persepsi ancaman yang berbeda di antara beberapa negara dapat menyebabkan spiral konflik yang semakin meningkat dan berkepanjangan.
Rivalitas AS, Rusia, dan China
Polarisasi dukungan terhadap Israel dan Iran di kawasan Timur Tengah tidak hanya terbatas di antara negara-negara regional. Arsitektur dukungan itu menjadi magnet bagi keterlibatan kekuatan-kekuatan besar, seperti Amerika Serikat, Rusia, dan China.Â
Ketiga negara itu memiliki kepentingan membentuk aliansi strategis masing-masing  di kawasan Timur Tengah.
1. Aliansi dengan Amerika Serikat
Amerika Serikat telah lama menjadi sekutu utama Israel dan negara-negara Arab Teluk seperti Arab Saudi. Polarisasi antara blok pro-Iran dan blok pro-Saudi/Israel berpotensi mendorong negara-negara di Timur Tengah untuk semakin bergantung pada dukungan AS sebagai sekutu utama dalam menghadapi ancaman yang mereka persepsikan.