Namun demikian, menjaga keseimbangan ini bukanlah tugas yang mudah. Indonesia dihadapkan pada dilema keamanan yang rumit akibat persaingan kekuatan besar. Pada gilirannya, dilema itu berpotensi pada resiko-resiko lanjutan juga.
Di satu sisi, Jakarta harus menjaga hubungan baik dengan AS. Negara ini merupakan sekutu pertahanan tradisional Indonesia yang berkomitmen pada tata tertib Indo-Pasifik berbasis aturan.Â
Di sisi lain, Tiongkok menjadi mitra ekonomi utama yang tidak bisa diabaikan di bidang ekonomi. Kenyataan bahwa Tiongkok memobilisasi kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) telah memberikan relative gain bagi Indonesia.
Untuk mengatasi dilema ini, Jakarta telah mengambil pendekatan pragmatis yang berfokus pada bidang-bidang kerja sama yang saling menguntungkan. Hubungan konstruktif dengan Tiongkok dan Amerika penting bagi Indonesia untuk memastikan stabilitas keamanan dan kesejahteraan ekonomi (Anwar, 2020).Â
Investasi, perdagangan, dan kerja sama di isu-isu non-tradisional seperti perubahan iklim dan kesehatan global menjadi area potensial bagi keterlibatan bersama.
Selain itu, Indonesia telah memperkuat diplomasi regionalnya, membangun konsensus ASEAN dan mitra lainnya dalam mengelola hubungan dengan kekuatan adidaya.Â
Pada KTT ASEAN-AS di Kamboja bulan November 2022 lalu, Indonesia mendorong penguatan kerja sama maritim dan kepatuhan pada UNCLOS (Hukum Laut Internasional) sebagai mekanisme untuk menjaga stabilitas Indo-Pasifik.
Pendekatan ASEAN sentris sangat penting bagi Indonesia untuk memastikan kawasan ini tidak menjadi ajang perebutan pengaruh kekuatan besar.Â
Upaya ini merupakan strategi defensif klasik, yaitu memperkuat ikatan dengan negara-negara sekutu dan sekawannya untuk mengimbangi kekuatan besar yang mengancam.
Di dalam negeri, Indonesia juga telah mengintensifkan upaya meningkatkan kapasitas pertahanannya sendiri melalui program modernisasi dan penguatan industri pertahanan lokal. Langkah ini sejalan dengan prinsip self-help dalam realisme defensif. Negara harus mengandalkan kapabilitasnya sendiri untuk memastikan keamanannya (Waltz, 2008).
Membangun kekuatan pertahanan yang kuat menjadi investasi bagi Indonesia untuk memperkuat otonomi strategisnya di masa depan. Penguatan postur defensif ini akan memberi Jakarta posisi tawar yang lebih baik dalam berhubungan dengan kekuatan adidaya.