Belum Optimal
Di tengah situasi kawasan yang rawan konflik dan penuh ketidakpastian ini, kebijakan pertahanan Indonesia saat ini dapat dianggap belum optimal. Postur pertahanan secara umum masih bergantung pada peralatan impor dan belum didukung industri pertahanan domestik yang kuat.Â
Doktrin dan strategi TNI juga lebih bersifat konvensional, padahal ancaman keamanan makin non-konvensional. Beberapa faktor ini menjadi pertimbangan. Pertama, postur pertahanan Indonesia masih sangat bergantung pada peralatan impor.Â
Konon, lebih dari 75% alutsista Indonesia dipasok dari luar negeri. Akibatnya, ketergantungan impor ini rentan terhadap embargo. Selain itu, ada kesulitan melakukan  modernisasi alutsista secara cepat karena mahal dan prosedur birokrasi yang rumit.
Kedua, kebijakan pertahanan belum didukung oleh industri pertahanan dalam negeri yang kuat. Kontribusi industri pertahanan Indonesia diprediksi baru sekitar 20% dari total kebutuhan alutsista TNI dan Polri. Padahal, industri dalam negeri sangat penting untuk mendukung kedaulatan pertahanan.
Faktor ketiga adalah doktrin dan strategi TNI dinilai masih bersifat konvensional padahal ancaman keamanan kini lebih non-konvensional, seperti terorisme, peretasan siber, pandemi, dan bencana alam. Upaya peningkatan kemampuan militer dalam penanganan ancaman non-konvensional masih diperlukan.
Dengan demikian, pemerintah perlu terus melakukan evaluasi dan penyempurnaan kebijakan pertahanan agar lebih efektif dan optimal dalam menghadapi dinamika tantangan pertahanan dan keamanan, baik yang bersifat konvensional maupun non-konvensional.
Pro-aktif
Menurut Buku Putih Pertahanan TNI (2015), tantangan ke depan mendorong perlunya peningkatan kemampuan militer melalui modernisasi alutsista dan sumber daya pertahanan lainnya. Peningkatan anggaran pertahanan mutlak dilakukan mengingat postur pertahanan saat ini masih tertinggal dibanding negara tetangga.
Selain itu, percepatan modernisasi alutsista juga penting melalui kerja sama industri strategis dan alih teknologi dari luar negeri. Kolaborasi strategis dengan mitra global dan transfer teknologi merupakan keniscayaan bagi Indonesia untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
Performa pertahanan Indonesia di antara negara-negara ASEAN bisa dikatakan moderat. Menurut Laksmana (2018), meski total pengeluaran pertahanaan Indonesia tertinggi di ASEAN, tetapi jika dibandingkan dengan GDP masih kalah dari Singapura dan Vietnam. Sedangkan dari sisi kualitas dan modernisasi alutsista, Indonesia juga masih tertinggal dibanding Singapura.