Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Identitas dan Norma dalam Politik Luar Negeri Indonesia

14 Maret 2024   22:51 Diperbarui: 14 Maret 2024   22:52 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/23/10473171/indonesia-sebagai-kekuatan-tengah-dalam-geopolitik-global?page=all

Peran identitas dan norma dalam membentuk perilaku aktor-aktor internasional, termasuk negara, dapat dianalisis menggunakan pendekatan konstruktivisme dalam studi Hubungan Internasional (Wendt, 1999). Identitas dan norma dianggap sebagai faktor penting yang mempengaruhi cara negara memandang dirinya sendiri dan berinteraksi dengan negara lain. 

Indonesia memiliki identitas yang kompleks dan multidimensi, yang terbentuk dari faktor-faktor sejarah, budaya, dan geopolitik. Salah satu identitas utama Indonesia adalah sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia dan negara dengan penduduk Muslim terbesar (Anwar, 2020). 

Identitas ini membentuk cara Indonesia memandang dirinya sebagai jembatan antara dunia Barat dan dunia Islam. Selain itu, identitas itu juga menjadi modalitas Indonesia dalam mempromosikan nilai-nilai demokrasi dan toleransi.

Identitas

Dalam politik luar negerinya, Indonesia berusaha  menonjolkan identitasnya sebagai negara demokratis dan Muslim yang moderat. Hal ini terlihat dari upaya Indonesia untuk terlibat aktif dalam forum-forum internasional yang terkait dengan isu-isu demokrasi dan Islam, seperti Bali Democracy Forum (BDF) dan Organisation of Islamic Cooperation (OIC) (Sukma, 2011). 

Indonesia juga berusaha untuk menjadi mediator dalam konflik-konflik yang melibatkan negara-negara Muslim, seperti dalam konflik Rohingya di Myanmar (Septiari, 2019). Aktivisme Indonesia sebagai mediator juga muncul pada upaya mendukung kemerdekaan Palestina dan mendorong perdamaian antara Rusia-Ukraina.

Selain itu, identitas Indonesia sebagai negara berkembang dan anggota Gerakan Non-Blok (GNB) juga mempengaruhi politik luar negerinya. Indonesia menekankan pentingnya kerja sama Selatan-Selatan dan solidaritas di antara negara-negara berkembang, serta berusaha untuk menjaga keseimbangan dalam hubungannya dengan kekuatan-kekuatan besar (Wicaksana, 2017). 

Identitas Indonesia sebagai negara maritim juga menjadi salah satu faktor yang membentuk politik luar negerinya. Presiden Jokowi secara konsisten menekankan pentingnya menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia (Pareira, 2017). Dalam pidato pelantikannya pada tahun 2014, Jokowi menyatakan bahwa "Indonesia harus membangun kembali jati diri sebagai negara maritim" (Widodo, 2014). 

Upaya Indonesia untuk membangun infrastruktur maritim, memperkuat diplomasi maritim, dan mempromosikan kerja sama maritim di kawasan menjadi wujud nyata dari identitas Indonesia sebagai negara maritim.

Norma internasional

Selain identitas, norma-norma internasional juga memainkan peran penting dalam membentuk politik luar negeri Indonesia. Salah satu norma yang dipegang teguh oleh Indonesia adalah prinsip non-intervensi dan penghormatan terhadap kedaulatan negara lain. 

Norma ini berakar pada pengalaman sejarah Indonesia sebagai negara yang pernah dijajah dan pengalaman traumatis intervensi asing pada masa lalu (Acharya, 2014).

Dalam hubungannya dengan negara-negara lain, terutama di kawasan Asia Tenggara, Indonesia sangat menjunjung tinggi norma non-intervensi. Indonesia menolak segala bentuk intervensi asing dalam urusan domestik negara-negara di kawasan ini dan mendorong penyelesaian konflik melalui dialog dan konsensus.

Komitmen pada norma itu tampak pada peran aktif Indonesia dalam ASEAN. Melalui ASEAN, Indonesia berupaya untuk memperkuat mekanisme penyelesaian konflik regional dan menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara. 

Norma lain yang penting dalam politik luar negeri Indonesia adalah multilateralisme dan penyelesaian konflik secara damai. Indonesia percaya bahwa kerja sama multilateral dan dialog adalah cara terbaik untuk mengatasi tantangan global dan mencapai kepentingan bersama.

Oleh karena itu, Indonesia aktif terlibat dalam berbagai forum multilateral, seperti di PBB, G20, OKI, dan APEC. Bagi Indonesia, penyelesaian konflik melalui mekanisme-mekanisme multilateral cenderung lebih efektif. 

Interaksi identitas dan norma

Yang menarik adalah kenyataan bahwa identitas dan norma internasional ternyata saling berinteraksi dalam membentuk politik luar negeri Indonesia. Sebagai contoh, identitas Indonesia sebagai negara demokratis dan Muslim moderat mendorong Indonesia untuk terlibat aktif dalam upaya-upaya perdamaian di Timur Tengah, seperti dalam konflik Israel-Palestina (Septiari, 2019). 

Interaksi antara identitas dan norma juga terlihat dalam respons Indonesia terhadap isu-isu keamanan di kawasan Asia Tenggara. Dengan identitas sebagai negara berkembang dan anggota GNB, Indonesia berupaya untuk menjaga keseimbangan dalam hubungannya dengan kekuatan-kekuatan besar, seperti Amerika Serikat dan Tiongkok. 

Namun demikian, norma non-intervensi dan penghormatan terhadap kedaulatan itu ternyata membuat Indonesia harus berhati-hati dalam mengkritik negara-negara tetangga. Kehati-hatian itu juga terkait dengan masalah-masalah demokrasi dan hak asasi manusia yangvterjadindi negara lain.

Dengan cara itu, pendekatan konstruktivis memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang faktor-faktor yang membentuk politik luar negeri Indonesia di era Jokowi. Identitas Indonesia sebagai negara demokratis, Muslim moderat, berkembang, dan anggota GNB, serta norma-norma seperti non-intervensi, penyelesaian konflik secara damai, dan multilateralisme, mempengaruhi cara Indonesia memandang dirinya dan berinteraksi dengan negara lain.

Meskipun identitas dan norma ini terkadang menciptakan dilema dan ketegangan dalam politik luar negeri Indonesia, namun keduanya tetap menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam memahami perilaku Indonesia di panggung internasional.

Selain itu, identitas dan norma ternyata tidak selalu bersifat statis dan dapat berubah seiring dengan perubahan kondisi domestik dan internasional. Alexander Wendt, seorang teoretikus konstruktivis terkemuka, menjelaskan "Identitas dan kepentingan negara-negara adalah konstruksi sosial yang dapat berubah seiring dengan perubahan lingkungan sosial dan politik" (Wendt, 1992). 

Dalam konteks ini, politik luar negeri Indonesia di masa depan mungkin akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan identitas dan norma yang dianut oleh Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun