Pemilihan presiden 2024 pasti melahirkan pemimpin baru bagi Indonesia. Presiden dan Wakil Presiden baru akan memerintah Indonesia mulai 20 Oktober 2024. Pemerintahan baru dengan struktur kabinet baru juga akan dibentuk oleh pemerintahan baru.
Namun demikian, ada satu hal yang tidak berubah, yaitu sistem ekonomi Indonesia. Berbagai pilpres demokratis sejak 1999 hingga 2024 tidak mampu menawarkan sistem ekonoki alternatif yang berbeda dari ekonomi liberal.
Sejak 1998, reformasi ekonomi telah menempatkan Indonesia di bawah cengkeraman sistem ekonomi liberal. Sejak itu pula, Indonesia seolah tidak berkutik dan terjebak di jalan pembangunan ekonomi liberal.
Mengenai soal ini, kita dapat belajar dari periode 1998 hingga 2004 ketika Indonesia harus menjalankan reformasi ekonomi di bawah bimbingan International Monetary Fund (IMF). Reformasi itu mau tidak mau menuntun Indonesia menjalankan pembangunan ekonomi seperti yang kita alami sekarang.
Krisis ekonomi dan politik
Jatuhnya rezim Orde Baru Soeharto telah memaksa Indonesia melakukan perubahan radikal model ekonomi dari yang sebelumnya tertutup dan sentralistis menjadi terbuka pasar global. Secara fundamental, krisis 1998 telah memaksa Indonesia meninggalkan sistem ekonomi etatis warisan Suharto.
Selain itu, krisis ekonomi 1997 seolah menjadi semacam hukuman dari gelombang liberalisasi ekonomi global terhadap kesalahan tata kelola ekonomi Indonesia. Menurut MacIntyre (2001), kehancuran kekuasaan politik penguasa otoriter yang didukung konglomerat menimbulkan momentum bagi kaum reformis pro-pasar untuk mengendalikan kebijakan ekonomi.Â
Krisis ekonomi menjadi pintu masuk bagi reformasi ekonomi Indonesia yang dibimbing oleh IMF. Pemerintahan-pemerintahan transisi Habibie, Gus Dur dan Megawati kemudian melanjutkan program-program pemangkasan subsidi, restrukturisasi bank dan deregulasi yang disyaratkan IMF.Â
Bagi Liddle (2001), agenda besar liberalisasi ekonomi Indonesia tetap berlanjut, meski menghadapi tentangan politik dari partai oposisi dan serikat buruh. Reformasi ekonomi dan liberalisasi politik paska-1998 telah memungkinkan kelompok-kelompok baru muncul sebagai aktor berpengaruh di Indonesia.Â
Berbeda dengan beberapa negara di Asia yang mengalami krisis ekonomi 1997, Indonesia tidak hanya menjalankan reformasi ekonomi, tetapi juga mengalami demokratisasi di bidang politik.
Ekonomi liberal
Pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati Sukarnoputri, beberapa kebijakan ekonomi liberal telah dijalankan.
1. Pemerintahan BJ Habibie (1998-1999)
- Meneruskan program restrukturisasi perbankan dan pemangkasan subsidi energi sebagai bagian paket bantuan IMF pasca krisis finansial 1997-1998.
- Menjalankan privatisasi beberapa BUMN di sektor perkebunan, pertambangan dan penerbangan untuk menarik investasi asing.
2. Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001)Â
- Melanjutkan reformasi sektor perpajakan dan pengelolaan keuangan daerah otonom untuk transparansi dan efisiensi anggaran.
- Mengurangi halangan tarif dan non tarif untuk impor barang konsumsi dan bahan baku industri.
3. Pemerintahan Megawati Sukarnoputri (2001-2004)
- Mempercepat restrukturisasi utang perbankan nasional lewat program penjaminan pemerintah senilai Rp650 triliun.
- Memberlakukan UU Kepailitan 2002 yang mempermudah proses likuidasi perusahaan bermasalah termasuk bank.
- Menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan banyak negara seperti Jepang, Australia, Selandia Baru dan India.
Secara umum, ketiga presiden ini melanjutkan reformasi pasar yang diinisiasi IMF di tengah tantangan politik yang besar. Kebijakan-kebijakan di atas hanya sebagian saja dari liberalisasi ekonomi yang berlanjut di sepanjang periode 1998 hingga 2004.
Masalah
Namun demikian, liberalisasi ekonomi misi tidak berjalan di ruang hampa. Intervensi politik telah terjadi sejak awal reformasi ekonomi IMF dijalankan pada akhir pemerintahan Suharto.Â
Kebijakan pemerintah menutup bank-bank swasta nasional ternyata harus berhadapan dengan pemilik bank-bank itu yang ternyata adalah keluarga, kerabat, dan kroni pemimpin pemerintahan pada saat itu.Â
Insiden-insiden semacam terus berlangsung walaupun pemerintahan berganti dalam sistem politik demokratis. Demokrasi ternyata tidak bisa menghilangkan korupsi dalam praktek pemerintahan di Indonesia.
Apalagi ketika demokratisasi paska-1998 memerlukan biaya yang tidak sedikit. Akibatnya politik dipakai menjadi alat kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi.Â
Kepentingan ekonomi jangka pendek menjadi pola teratur bagi pemerintahan baru untuk menempatkan orang-orang terdekatnya dan se-partai politik. Akibatnya, istilah all-the president (wo)men muncul.Â
Masa transisi ekonomi dan politik pada 1998-2004 memang menunjukkan komitment kuat Indonesia menjadi negara demokratis dan bangkit dari krisis ekonomi. Di tengah naik dan turunnya pemerintahan dari Presisen BJ. Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Â dan Presiden Megawati Sukarnoputri, reformasi ekonomi tetap berlanjut.
Kontroversi kebijakan ekonomi liberal berjalan berdampingan dengan reformasi politik demokratis. Salah satu hasil positifnya adalah bahwa Indonesia melalui pemerintahan Presiden Megawati berhasil 'lulus' dari bimbingan IMF.
Dalam konteks perjalanan waktu 1998-2004, satu hal yang tetap adalah tetap berlanjutnya liberalisasi ekonomi. Sementara itu, demokratisasi di Indonesia mengalami goncangan.Â
Walaupun pemerintahan demokratis silih berganti, sistem sistem ekonomi tetap berjalan. Upaya-upaya penentangan terhadap sistem ekonomi liberal memang ada dalam bentuk hilirisasi, namun tidak mampu menimbulkan perubahan secara mendasar.Â
Tema ekonomi liberal ternyata tidak muncul secara langsung pada debat-debat capres dan cawapres di pilpres 2024. Situasi ini memunculkan keyakinan bahwa pemerintahan baru sebagai hasil pilpres 2024 tetap mempertahankan ekonomi liberal di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H