Berbeda dengan poin-poin yang dinyatakan kaum nomer 2, keberhasilan KTT G20 ini terletak pada kapasitas negara-negara anggota G20 dalam menyepakati berbagai isu-isu perundingan di berbagai sektor, seperti perdagangan, ekonomi hijau, keuangan, pertanian, isu perempuan, isu kedaukatan digital, dan sebagainya.
Yang menarik adalah bahwa semua perundingan itu berlangsung lancar, tanpa banyak pengaruh signifikan dari luberan persoalan sebagai akibat dari perebutan pengaruh global antara AS dan Rusia.
Kenyataan menunjukkan bahwa perang Rusia-Ukraina telah mengakibatkan pemihakan berbagai negara terhadap Rusia dan Ukraina. Sebagian besar negara yang memihak Ukraina berada di dalam barusan AS dan NATO. Kebetulan AS dan negara-negara anggota NATO adalah anggota G7 yang merupakan anggota utama G20.
Posisi Indonesia yang menentang perang Rusia-Ukraina dianggap tidak jelas memihak Rusia atau Ukraina. Apalagi Indonesia tetap menjalin hubungan baik dengan Rusia dan Ukraina. Posisi netral Indonesia yang memihak pada norma global (yaitu norma global yang melawan perang) tidak bisa diterima Ukraina dan pendukung utamanya, yaitu AS dan NATO.Â
Sementara itu, pendukung Ukraina menginginkan Indonesia secara tegas mendukung negara, yaitu Ukraina atau Rusia. Posisi Indonesia ini jelas sekali tidak diterima AS dan kawan-kawan. Mereka hanya menerima posisi Indonesia seperti Singapura yang memihak Ukraina secara penuh dan, sebaliknya, menutup hubungan dengan Rusia.
Bagi Indonesia, pemihakan pada norma atau nilai global/universal itu sangat penting. Ini menyerupai perlawanan Indonesia kepada serangan Israel ke Palestina. Konteks norma atau universal value yang menjadi dasar kebijakan luar negeri Indonesia tampaknya tidak atau kurang dipahami oleh berbagai negara yang menuntut sebaliknya.
Dengan posisi itu, Indonesia menempatkan diri secara baik dalam posisinya sebagai Ketua G20 di 2022. Indonesia menentang perang Rusia-Ukraina dan menyetujui resolusi Maelis Umum PBB pertama yang menentang agresi Rusia ke Ukraina.Â
Berbekal posisi itu Indonesia juga menerima resiko politik global dalam penyelenggaraan beberapa perundingan G20. Perundingan yang melibatkan Menteri Keuangan  dan Menteri Luar Negeri AS dan Rusia terpaksa harus diatur secara diplomatis agar tetap memberikan hasil nyata.
Berbagai hasil kesepakatan di banyak perundingan selama ini akan dipresentasikan pada KTT G20 di pertengahan November itu. Hasil perundingan itu merupakan bentuk keseriusan Indonesia untuk berkontribusi menyelesaikan krisis global sebagai akibat dari pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina.
Pandangan nomer 3 secara jelas menegaskan keberhasilan Indonesia sebagai ketua G20 pada tahun ini. Peran dan pengaruh Indonesia hadir melalui berbagai kesepakatan itu. Penganut nomer tiga tidak terlalu mempersoalkan kelengkapan kehadiran 20 pemimpin anggota G20 mengingat penyelenggaraan KTT bertepatan dengan krisis global.