Bagi China, pemerintahan Taliban di Afghanistan lebih banyak memberikan peluang ketimbang risikonya. China merasa perlu membangun hubungan positif dengan negara tetangganya itu.
Penguasaan Taliban atas negara di Asia Tengah itu telah menjadikannya sebagai kekuatan politik yang yang harus dipertimbangkan.
Dengan cara berpikir seperti itu, China mendekati Taliban justru pada saat Amerika Serikat (AS) meninggalkannya.
Pola perilaku China seperti itu semakin sering terjadi. China bersama Rusia (tanpa beraliansi) seringkali berposisi berseberangan dengan AS di berbagai isu internasional dan regional.Â
Apalagi AS di masa Presiden Donald Trump memang cenderung menarik diri dari kehadiran dan partisipasi globalnya, baik secara politik dan ekonomi. AS keluar dari World Health Organisation (WHO), misalnya, sebaliknya China makin menegaskan kehadirannya di organisasi kesehatan dunia itu.
Situasi itu juga berlangsung dalam kerjasama ekonomi di Asia Pasifik yang berhasil membentuk Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Kerjasama RCEP itu dipimpin oleh China, tanpa kehadiran AS.
China secara tidak terduga mendekat ke Afghanistan ketika mengetahui kelompok Taliban merebut ibukota Kabul dan AS menarik pasukannya. Perilaku politik luar negeri China ini serupa dengan Rusia.Â
Padahal 20 tahun lalu, China menolak kelompok Taliban. Sedangkan Rusia meninggalkan Afgahistan juga. Kedua negara diyakini memiliki kepentingan geo-ekonomi dan geo-politik serupa (tapi tak sama) dengan Taliban Afghanistan.
Namun demikian, kehadiran China (dan Rusia) tampaknya tidak akan sedominan AS. China tampaknya hanya berminat mendulang keuntungan ekonomi semata.Â
Meskipun begitu, kecurigaan terhadap konsekuensi politik dari kepentingan ekonomi China tidak bisa diabaikan begitu saja. China tentu saja menolak Taliban mencamputi urusan domestinya. Sebaliknya, Taliban Afghanistan sudah berjanji menerima dan tidak mengganggu China.
Sejak pertengahan 2010-an, China mencitrakan dirinya sebagai responsible great power. Sebagai kekuatan seperti itu, Xin Jin Ping berharap dukungan ekonomi dan kehadirannya merupakan bagian penting dari tanggung jawabnya sebagai kekuatan besar dalam hubungan internasional.
Negeri Panda itu semakin meningkatkan partisipasi globalnya dengan proyek ekonomi One Belt and One Road (OBOR), yang kini dikenal dengan Belt and Road Initiative (BRI).Â
Jalur Sutera dalam bentuk jaringan kereta api barang digelar dari dataran China ke Timur Tengah bahkan melewati daratan Eropa hingga London. Singkat kata, China memerlukan Afghanistan untuk menyambung jalur sutera-nya.
Kepentingan China secara jelas tampak pada beberapa faktor di bawah ini.
1. Kebijakan China
Kepada Taliban,China menjelaskan bahwa pembentukan pemerintah sementara baru merupakan langkah strayegis bagi pemilihan ketertiban di Afghanistan. Kelompok Taliban telah menyediakan harapan bagi hubungan China-Afghanistan.Â
Petinggi China berulang kali menyatakan menghormati hak rakyat Afghanistan untuk secara mandiri menentukan nasib mereka sendiri. Negeri Tirai Bambu itu bersedia mengembangkan hubungan persahabatan dan kerja sama dengan Afghanistan.
Beijing secara kongkrit menawarkan dukungan ekonomi untuk Afghanistan di bawah pemerintahan Taliban, tetapi juga menekankan bahwa negara itu tidak boleh digunakan sebagai titik pementasan bagi teroris.
Pada Rabu (8/9), Pemerintah China menyambut baik berakhirnya 'tiga pekan anarki' di Afghanistan dan mendukung pembentukan pemerintahan baru di Afghanistan.
2. Afghanistan di jalur BRI
Kemesraan (dukungan) China terhadap kelompok Taliban berkaitan dengan bangkitnya China sebagai kekuatan global. Seperti diketahui bersama, China sedang membangun perdagangan serta infrastruktur besar-besaran di seluruh daratan Eurasia.
Bagi China, stabilitas politik Afghanistan adalah kunci menjaga tambang negara, blok minyak, dan proyek BRI senilai $50 miliar di Pakistan.
Dukungan China terhadap Taliban dianggap sebagai upaya mengamankan jalur dagang BRI dan juga Xinjiang. Beijing menganggap bahwa Afghanistan merupakan negara yang sangat penting dalam kepentingan ini.
3. Dukungan ekonomi
Bagi China, stabilitas Afghanistan adalah kunci keberhasilan proyek-proyek utamanya di Asia Selatan dan Tengah.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunyin, menyatakan China melanjutkan hubungan dengan menawarkan bantuan bernilai 200 juta yuan (Rp 441,6 miliar) untuk Afghanistan, termasuk pasokan makanan dan vaksin Covid-19.Â
Menlu China, Wang Yi juga mengumumkan otoritasnya akan mendonasikan 3 juta dosis vaksin Corona ke Afghanistan (Detik.com, 9/9/2021). China memasukkan Afghanistan ke dalam daftar negara yang mendapat akses prioritas terhadap vaksin Covid-19.
Dibandingkan negara-negara lain yang mendekati Taliban, China dianggap dapat memainkan peran paling strategis dalam pembangunan kembali, rehabilitasi, rekonstruksi Afghanistan.
Juru bicara Taliban, Zabiullah Mujahid mengatakan bahwa mereka ingin dapat segera bergabung dalam Koridor Ekonomi China-Pakistan (China-Pakistan Economic Corridor/CPEC).Â
CPEC merupakan bagian dari proyek paling ambisius China (yaitu BRI) yang bertujuan untuk memperbarui rute perdagangan bersejarah negara itu di negara-negara pesisir Asia Tenggara.
China tidak mempersoalkan politik Afghanistan, namun sebaliknya menolak intervensi Taliban terhadap urusan domestik China (kelompok minoritas Muslim). Sikap lunak dan supportive China itu demi menyelamatkan kepentingan mereka di bidang keamanan (18/08/2021).
China meminta Taliban untuk memastikan transisi kekuasaan tanpa kekerasan dan menepati janjinya untuk merundingkan pembentukan "pemerintahan Islam yang terbuka dan inklusif.
Afghanistan terletak di Asia Tengah. Negara itu berbagi perbatasan dengan Pakistan yang merupakan partner China dalam pembangunan koridor ekonomi.
China berbagi perbatasan sepanjang 76 kilometer (47 mil) dengan Afghanistan. Selain itu, lokasi Afghanistan yang cukup dekat dengan Xinjiang menjadi sebut perhatian penting. Oleh karena itu, China tidak ingin pemberontak di wilayah itu bekerjasama dengan Taliban.
5. Kerjasama dengan negara-negara tetangga
Wang mendorong Taliban untuk menindak tegas terorisme dan bersatu dengan kelompok-kelompok etnis di negara tersebut.Â
Selain itu, China juga menyebut bahwa negara-negara tetangga Afghanistan, termasuk Pakistan, Iran, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan, harus berkoordinasi dan bekerja sama dengan mereka untuk membangun struktur politik yang luas dan inklusif, mengejar kebijakan domestik dan luar negeri yang moderat dan bijaksana, memperjelas posisi terhadap kekuatan teroris.
Pada 7 September lalu, Taliban mengumumkan pembentukan pemerintahan sementara untuk Afghanistan. Taliban mengisi posisi teratas dengan para veteran kelompok garis keras yang mengawasi perang selama 20 tahun dengan koalisi militer pimpinan AS.
Dukungan dan kepentingan China menunjukkan kebijakan globalnya serupa dengan Rusia, namun berbeda dengan AS. China tidak memiliki ambisi untuk menguasai Afghanistan atau mengubah model pemerintahan Afghanistan. Kecenderungan itu menjadi bukti bahwa kehadiran China tidak dimaksudkan mengisi kekosongan yang ditinggalkan AS.Â
Kelima faktor strategis itu menunjukkan Beijing tampaknya hanya berkepentingan secara ekonomis. Melalui kerjasama dengan Taliban, China ingin membuat peta geo-politik dan geo-ekonomi baru di kawasan itu.Â
Bagi negeri besar itu, kekuatan bertanggung jawab akan diwujudkan dalam memanfaatkan peluang agar potensi resiko menjadi seminimal mungkin. Jadi, China dapat dikatakan tidak mengikuti cara-cara penguasaan wilayah di luar negaranya, seperti AS.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI