Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pengalaman Dosen Di-"ghosting" Mahasiswa dan Cara Mengatasinya

2 Maret 2021   20:33 Diperbarui: 3 Maret 2021   14:28 2997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi interaksi dosen dan mahasiswa di lingkungan kelas| Sumber: Thinkstock via Kompas.com

Tulisan ini berdasarkan pengalaman nyata atau true story dari beberapa rekan sejawat di berbagai kampus. Ini bukan survei, namun cerita keseharian dosen mengenai kegiatannya. 

Kebetulan mereka merasa terkena perilaku ghosting ini. Saya sendiri belum pernah mengalami (semoga tidak perlu)  ghosting ini, baik sebagai pelaku maupun korban.

Pengalaman terkena ghosting bukan hanya milik dua sejoli yang sedang berpacaran atau memadu kasih. Ghosting juga terjadi di antara dosen dan mahasiswa. Ada kecenderungan bahwa lebih banyak mahasiswa menjadi obyek atau korban ghosting dari dosennya.

Kecenderungan ini biasanya disebabkan oleh sifat hubungan antara dosen dan mahasiswa di kampus yang vertikal. Posisi dosen dipandang lebih menguntungkan daripada mahasiswa. 

Dari aspek usia, pengalaman, mentalitas, dan struktur kampus memberikan keuntungan lebih kepada dosen. Oleh karena itu, dosen memiliki kesempatan lebih besar untuk meng-ghosting mahasiswanya ketimbang sebaliknya.

via seva.id
via seva.id
Ghosting yang berbeda
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di tulisan ini. Pertama, yang menarik di sini adalah si dosen yang ternyata di-ghosting mahasiswa, bukan sebaliknya. Dosen menjadi korban dari perilaku ghosting mahasiswanya. 

Berbagai keuntungan yang melekat pada dosen tidak serta merta membuatnya menang ketika berhadapan dengan mahasiswanya. Beberapa kejadian ternyata malah memperlihatkan bahwa dosen justru tidak berdaya terkena ghosting mahasiswanya.

Kedua, insiden ghosting itu tidak terkait sama sekali dengan hubungan percintaan atau saling sayang antara dosen dan mahasiswa. Ghosting ini tidak pula berkaitan dengan hubungan yang putus baik-baik atau putus bermasalah.

Ketiga, ghosting ditulisan ini lebih berkaitan dengan hubungan antara dosen dan mahasiswa dalam bidang akademik. Misalnya, dosen yang membantu mahasiswa dalam pembimbingan skripsi, program pertukaran mahasiswa atau akademik ke luar negeri, mengajak mahasiswa terlibat dalam penelitian, mendapatkan beasiswa atau kegiatan akademik pada umumnya di perguruan tinggi.

Keempat, dalam konteks itu, sifat hubungan antara dosen dan mahasiswa yang awalnya bersifat kolektif (kepada semua mahasiswa) menjadi individual (khusus dengan satu hingga empat mahasiswa). Selain itu, lokasi hubungan tidak lagi di kelas, namun berpindah ke ruang-ruang dosen atau jurusan (program studi/prodi).

Dengan penjelasan awal itu, pertanyaannya: bagaimana cara mahasiswa men-ghosting dosennya?

Cara ghosting
Sekali lagi, cara ghosting ini berdasarkan pengalaman yang sifatnya unik dan berbeda antara satu dan lainnya. Selain itu, saya tidak berpikir bahwa kejadian ini banyak terjadi di kampus. 

Beberapa orang beranggapan bahwa kenyataan malah berbicara sebaliknya, yaitu lebih banyak kejadian mengungkapkan bahwa dosen melakukan ghosting kepada mahasiswanya.

Justru karena jumlah insidennya diperkirakan sedikit tidak berarti tidak perlu diangkat menjadi tulisan. Justru kenyataan bahwa insiden itu ada yang membuatnya perlu dituliskan.

Seperti insiden ghosting pada umumnya, dosen dan mahasiswa terlibat dalam sebuah kegiatan kampus pada periode waktu tertentu. Kegiatan itu bisa berupa kepanitiaan sebuah seminar atau konferensi yang memerlukan persiapan 3-6 bulan sebelumnya. Bentuk lain misalnya sebuah kegiatan penelitian yang berlangsung selama 6-12 bulan.

Bisa juga kegiatan-kegiatan lain dengan jangka waktu tertentu yang secara tidak langsung memaksa dosen dan mahasiswa berinteraksi di luar kelas atau yang tidak berhubungan dengan matakuliah yang diajarkan dosen tersebut.

Jangka waktu yang lama memungkinkan dosen dan mahasiswa memiliki hubungan intens ---sekali lagi, ini bukan hubungan romantis--- dengan frekuensi pertemuan tiap hari.

Selesai dari kegiatan, si mahasiswa langsung "menghilang" dan tidak bisa dikontak sama sekali. Padahal mahasiswa itu belum lulus dan tidak dalam status cuti kuliah.

Pada kasus lain, setelah kegiatan selesai, mahasiswa sepertinya enggan menjawab kontak dari dosennya. Bahkan ketika bertemu di kampus, mahasiswa bersikap biasa saja. Sikap itu seolah seperti tidak pernah ada kegiatan antara mahasiswa itu dengan dosennya sebelumnya.

Sebaliknya, sang dosen menjadi tidak enak atau jengah dengan situasi itu. Bagi dosen itu, upaya komunikasi setelah kegiatan selesai lebih sebagai interaksi biasa saja, tanpa ada motif-motif tertentu seperti romantisme.

Pelajaran penting
Dari perilaku ghosting mahasiswa terhadap dosennya itu, kedua pihak (khususnya dosen) perlu memperhatikan beberapa hal di bawah ini untuk antisipasi kejadian ghosting tidak terulang lagi.

1. Bahwa hubungan personal antara dosen dan mahasiswa itu hanya terbatas pada kegiatan tertentu. Kenyataan juga menunjukkan bahwa kegiatan itu hanya sebagian kecil dari banyak kegiatan lain yang dimiliki oleh seorang dosen.

2. Kesadaran mengenai lokasi atau konteks hubungan. Hubungan personal itu hanya berlangsung di antara tembok-tembok di kampus. Di luar kampus, hubungan bisa berbeda sama sekali. Biasanya akan muncul proses penyesuaian ketika dosen dan mahasiswa itu secara tiba-tiba bertemu di luar kampus.  

3. Status mahasiswa. Dengan status sudah lulus, misalnya, mahasiswa memiliki posisi yang lebih mandiri dalam hubungannya dengan dosen tersebut. Status itu memberikan kebebasan kepadanya ketimbang ketika dia masih berstatus mahasiswa.

Ketiga hal di atas bertujuan memberikan kesadaran kepada dosen (dan mahasiswa) mengenai sifat hubungan dengan mahasiswa yang terbatas. 

Ini terkait dengan kenyataan bahwa dosen cenderung bekerja di kampus hingga pensiun. Sedangkan mahasiswa berada di kampus dalam waktu terbatas, yaitu maksimal tujuh tahun untuk strata S1.

Tulisan mengenai perilaku mahasiswa meng-ghosting dosen ini tidak bertujuan untuk menyalahkan mahasiswa. Bukan itu tujuan tulisan ini. 

Mahasiswa tentu saja punya alasan-alasan tertentu atau khusus melakukan ghosting itu. Alasan bisa berasal dari dosen, mahasiswa sendiri, atau lingkungannya. 

Pada konteks tertentu, lingkungan eksternal bisa jadi lebih mendorong mahasiswa meng-ghosting dosennya.

Melalui tulisan ini, dosen dan mahasiswa diharapkan memiliki kesadaran bersama mengenai sifat hubungan mereka yang terbatas (baik dari segi waktu dan tempat) agar insiden ghosting tidak terjadi atau dapat diantisipasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun