Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Naik Motor 'Si Pitung' Ke Ambalat: Nama Jalan, Letaknya, Dan Perang Siber

28 Februari 2021   21:08 Diperbarui: 28 Februari 2021   23:54 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn-2.tstatic.net/style/foto/bank/images/si-pitung_20161122_163127.jpg

Pengetahuan ini sebenarnya sangat sederhana, namun kepentingan-kepentingan tertentu telah menjadikannya sebagai sesuatu yang lucu dan sekaligus miris. 

Kelucuan berasal dari protes berbagai kelompok yang sok nasionalis membela Indonesia. Mereka protes di depan Kedutaan besar Malaysia Di Jakarta. Mereka berteriak-teriak meminta pemerintah Indonesia mengirimkan mereka ke Ambalat untuk berperang melawan Malaysia. Kelompok pemuda lainnya yang tidak bisa berenang malah ingin menduduki Ambalat dan “berkemah” disana.

Orang-orang itu tidak tahu bahwa Ambalat itu bentuknya perairan. Mau dikirim ke Ambalat? Diterjunkan ke Ambalat? Waduh... Kelompok-kelompok itu sangat bersemangat sehingga malah lucu...hehehehe...

Kurangnya pengetahuan geografis tentang Ambalat sebagai wilayah perairan ini juga membuat miris. Apa ya kata lain dalam Bahasa Indonesia? Ngenes? Mungkin prihatin ya? Iya membuat prihatin. 

Mas Dab prihatin amat. Mereka adalah sekelompok pemuda dari sekolah milik lembaga pertahanan yang ternyata tidak tahu letak geografis Ambalat. Padahal mereka adalah calon pemimpin di bidang pertahanan di negara +62 ini. Untung saja, mereka datang di seminar itu, sehingga menjadi lebih memahami duduk perkara dan letak persoalan Ambalat.

###
Kedua, bentuk konflik
Satu cerita selesai, satu mangkok soto habis tandas...mas Dab melanjutkan ceritanya. Kebetulan ada mas Ndes datang dan sekalian nimbrung mendengarkan kisah Ambalat itu. 

Wilayah Ambalat menjadi sumber konflik bagi Indonesia dan Malaysia. Bentuk konfliknya tidak sekedar baku-klaim antara kedua pemerintah, namun ada 'perang' di antara 'warga' kedua negara itu. Menurut mas Dab, kedua kata itu perlu diberi tanda kutip karena pengertiannya berbeda dari yang biasanya diketahui kebanyakan orang. 

Perang itu bukan melalui pengerahan tentara nasional dengan berbagai persenjataan dan saling menyerang wilayah masing-masing negara. Bukan seperti itu. 'Perang' itu dalam bentuk siber. Medan perang tidak berbebtuk lautan atau daratan, tapi wilayah siber (cyber space) atau ruang-ruang di dunia maya atau internet. 

Pelaku cyber war adalah warganegara di internet atau yang dikenal dengan nama netizen atau warganet. Netizen ini kadang-kadang bukan warganegara negara yang terlibat konflik, namun bisa saja berada di Indonesia dan Malaysia. Kemungkinan lain adalah mereka juga bisa menggunakan internet protocol address (IP) negara lainnya.

Selain itu, sasaran dari Ambalat netwar adalah websites milik warganegara, perusahaan, kelompok organisasi atau pemerintah dari negara yang dianggap lawan atau musuh. Ada lebih dari 10 website milik masing-masing negara yang diserang masing-masing netizen. 

Serangan ke website itu berbentuk, misalnya, deface. Akibatnya, halaman pertama sebuah website memiliki bentuk atau gambar yang berbeda dari yang sebenarnya. Serangan seperti ini juga terjadi beberapa kali pada perilaku Malaysia yang cenderung mengklaim 'produk' budaya Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun