Peran itu harus dijalankan dengan menghormati prinsip non-interference. Undangan pertemuan ASEAN kepada pemimpin militer Myanmar diharapkan tidak menempatkan negara itu dalam posisi untuk dimintai pertanggungjawaban atas kudeta kepada pemerintahan militer pada 1 Februari lalu. Sebaliknya, pertemuan itu harus dimanfaatkan sebagai upaya ASEAN untuk tetap melibatkan Myanmar secara konstruktif (constructuve engagement) dalam berbagai inisiatif perdamaian di negaranya sendiri.
Upaya konstruktif ini juga dilakukan dengan tujuan agar Myanmar tetap menempatkan ASEAN sebagai mitra strategis dalam penyelesaian krisis Myanmar secara damai dan demokratis. Dengan upaya konstruktif itu, Myanmar diharapkan tidak menarik diri dari ASEAN dan mendekat pada China. Jika hal ini terjadi, upaya-upaya ASEAN menjadi tidak efektif dan menimbulkan resiko pada rakyat Myanmar.
Dalam konteks itu, sentralitas ASEAN sedang dicoba dimainkan oleh Indonesia dengan tetap menggandeng Brunei sebagai Ketua ASEAN dan menggunakan mekanisme ASEAN untuk menyelesaikan krisis Myanmar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H