Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perubahan Orientasi Politik Luar Negeri Indonesia yang Bebas-Aktif

11 Februari 2021   13:35 Diperbarui: 11 Februari 2021   14:00 2370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.transtipo.com/wp-content/uploads/2019/06/Foto-Bersama.jpg

Politik luar negeri adalah kebijakan sebuah negara dalam menjalankan kerjasama atau konflik dengan negara lain demi mencapai kepentingan nasionalnya. Dalam hubungan internasional kontemporer, politik luar negeri sebuah negara juga perlu merespon berbagai isu bilateral, regional, dan multilateral dengan tujuan memaksimalkan kepentingan nasionalnya.

Cikal bakal kebijakan atau politik luar negeri Indonesia (Polugri atau PLNI) dapat ditelusuri pada 2 September 1948. Pada saat itu, Mohammad Hatta menyatakan dengan tegas haluan politik luar negeri Republik Indonesia (Polugri) bebas dan aktif dalam situasi rivalitas global antara dua kutub, yaitu Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet (US).

Prinsip Bebas-Aktif
Melalui buku berjudul 'Mendayung Di Antara Dua Karang', Hatta menjelaskan bagaimana sebaiknya Indonesia seharusnya menyikapi bipolaritas sistem internasional itu. Indonesia tidak perlu memilih untuk bersikap pro-AS atau pro-US.

Sikap itu juga menegaskan bahwa Indonesia tidak menjadi obyek perjuangan politik Internasional. Sebaliknya, Indonesia harus menjadi subyek yang memiliki hak untuk menentukan pilihannya sendiri.

Esensi dasar dari doktrin Polugri tentu saja tetaplah bebas dan aktif. Sebagaimana dinyatakan Mohammad Hatta, bebas berarti Indonesia tidak tergantung pada dua kekuatan besar pada saat itu. Selain itu, Indonesia diharapkan harus tetap aktif menjalankan peran menjadi agen perdamaian dunia.

72 tahun Politik Luar Negeri Republik Indonesia (Polugri) yang bebas dan aktif perlu diberi makna sesuai dengan dinamika internasional pada saat ini. Kontekstualisasi Polugri sangat penting dilakukan mengingat berbagai perubahan mendasar dalam struktur internasional pada saat ini sangat berbeda dengan situasi 1940an.

Landasan dan Prinsip Sama
Landasan ideal Politik Bebas Aktif Indonesia adalah Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara berisi tentang pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara dalam seluruh aspek kehidupan termasuk politik luar negeri. Pancasila menjadi landasan bagi pelaksanaan kebijakan luar negeri  melalui lima prinsipnya.

Sebagai dasar negara, tiap sila dari Pancasila merupakan representasi pedoman negara dalam bernegara. Dengan cara itu, landasaan idiil Polugri harus mengikuti Pancasila sebagai sumber dari segala hukum dan konstitusi yang berlaku di Indonesia.

Selain itu, Polugri juga memiliki landasan konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945). Pertama, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesusi dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Kedua, pada alinea keempat dituliskan, “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”.

Ketiga, pada batang tubuh UUD 1945 bahwa "Presiden dengan persetujuan DPR akan menyatakan perjanjian dengan negara lain." Landasan konsitusional dalam Polugri itu pada dasarnya menegaskan tentang cita-cita bangsa dalam bernegara di dunia internasional.

Dalam pelaksanaan Polugri, kedua landasan itu bersifat tetap atau tidak berubah, termasuk prinsip atau doktrin bebas dan aktif. Setiap pemerintahan di Indonesia sejak kemerdekaan 1945 harus menjadikan landasan dan prinsip itu dalam Polugri, tanpa ada perubahan.

Lalu, bagaimana prinsip Polugri atau PLNI bebas dan aktif merespon perubahan dalam hubungan internasional? Dalam hal ini, prinsip Polugri tetap bebas dan aktif, namun pelaksanaannya dapat menyesuaikan diri dengan konteks internasional yang berkembang. Perubahan struktur internasional dapat mempengaruhi politik luar negari yang dijalankan oleh sebuah pemerintahan di Indonesia.

Perubahan Global
Kontekstualisasi polugri bebas dan aktif perlu didasarkan pada transformasi sistem internasional/global, aktor, dan ancaman keamanan. Pertama, sistem internasional bipolar telah digantikan multipolarisme. Bubarnya Uni Soviet dan berdirinya Rusia tidak serta merta menempatkan Rusia dalam posisi yang setara dengan Uni Soviet pada waktu itu. AS pun ternyata tidak lagi dalam posisi sebagaimana pada masa perang dingin.

'Karang' sebagai representasi negara superpower tidak lagi dua, yaitu AS & US atau Rusia. Yang muncul pada saat ini adalah banyaknya 'karang' sebagai pusat-pusat kekuatan global dengan karakteristik berbeda.

Kedua, aktor internasional/global tidak hanya negara. Peran negara bahkan diimbangi oleh aktor-aktor non-negara. Mereka juga telah menunjukkan peran dan pengaruh globalnya. Organisasi internasional (misalnya PBB, IMF) dan regional (UE, ASEAN), forum multilateral (G20), international non-government organization (Green Peace), dan individu (Bill Gates, Mark Zuckerber, atau Jack Ma) merupakan sebagian contoh dari aktor non-negara itu

Ketiga, ancaman keamanan telah berkembang dengan sumber pada negara dan non-negara. Selain itu, sifat multidimensional dan transnasional juga menyebabkan tantangan tidak lagi berbentuk fisik dan kasat mata. Ancaman keamanan dapat melintas batas negara tanpa dapat dideteksi dengan mudah.

Keempat, ancaman keamanan kontemporer tidak lagi bersifat fisik, namun juga non-fisik yang tidak kelihatan. Masalah kesehatan, seperti virus ebola dan corona (Covid-19) memberikan tantangan baru. Di satu sisi, setiap negara dituntut oleh kepentingan nasionalnya untuk melindungi warganegara-nya sendiri. Di sisi lain, negara-negara juga dituntut untuk tetap mempertahankan kerjasama multilateral demi mencegah persebaran penyakit itu melintasi batas-batas negara.

Beda Orientasi
Perubahan tatanan internasional itu menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan kebijakan atau politik luar negeri sebuah negara, termasuk Indonesia. Sejak pemerintahan Presiden Sukarno hingga Joko "Jokowi" Widodo, setiap pemerintahan memiliki orientasi Polugri atau PLNI yang berbeda. Perbedaan orientasi Polugri tersebut merupakan upaya sebuah pemerintahan dalam menanggapi struktur internasional yang berlangsung pada masa pemerintahannya.

Pada masa pemerintahan Sukarno, orientasi Polugri lebih kental berorientasi ke Uni Soviet (US). Salah satu capaian penting pada masa itu adalah bantuan atau dukungan US bagi Angkatan Laut RI sehingga Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekuatan laut terbesar di Asia pada masa itu. Orientasi itu juga mendorong Indonesia untuk keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden Sukarno menyatakan 'Go to Hell with Your Aid" kepada AS, dan Indonesia menjadi penggagas gerakan Non-Blok (Non-Aligned Movement).

Pemerintahan Suharto lebih mengedepankan pemulihan hubungan dengan AS dan negara-negara Barat sebagai upaya membenahi perekonomian domestik. Dengan orientasi Polugri ini, pemerintahan Suharto tidak lagi menganggap US dan China sebagai aktor penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Pada masa pemerintahan Suharto, aktivisme diplomasi Indonesia berjalan dengan baik dalam hubungan dengan berbagai negara, organisasi internasional, dan aktor-aktor ekonomi yang mendukung investasi dan pembangunan Indonesia.

Krisis ekonomi 1998 berlangsung hingga 2004, sehingga orientasi Polugri pemerintahan Indonesia pada saat itu lebih ditujukan pada pemulihan ekonomi domestik dengan cara membangun kepercayaan investor asing. Tiga pemerintahan pada masa itu, yaitu BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan Megawati Sukarnoputri.

Polugri pemerintahan BJ. Habibie lebih berorientasi pada pemulihan ekonomi nasional dan demokratisasi menuju demokratisasi. Pemerintahan Habibie berusaha memanfaatkan kedekatannya dengan pemerintah Jerman untuk mendukung reformasi ekonomi Indonesia.

Sementara itu, pemerintahan Abdurrahman Wahid mencoba menjalankan diplomasi persatuan (eukemene) demi reformasi ekonomi dan politik domestik. Kunjungan ke hampir 80 negara dalam 20 bulan pemerintahannya menjadi salah satu cara bagi Presiden Gus Dur untuk menjalankan orientasi Polugri bebas aktif pada masa itu.

Pada masa Presiden Megawati, orientasi Polugri mendapatkan momentumnya ketika IMF menyatakan Indonesia 'lulus' dari krisis ekonomi pada awal 2003. Presiden Megawati menjalankan Polugri bebas dan aktif Indonesia dengan memulai lagi hubungan bilateral dengan China dan Rusia.

Selanjutnya, selama sepuluh tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Polugri menerapkan kebijakan yang dikenal dengan million friends, zero enemy. Orientasi Polugri ini sangat menarik karena hubungan internasional yang dijalankan Indonesia tidak hanya menyasar negara, namun juga aktor-aktor non-negara. Masa pemerintahan SBY, Polugri sukses membangun citra internasional. Selain Ketua ASEAN 2011, Indonesia juga aktif berpartisipasi sebagai Ketua APEC 2013, Ketua Presidium bersama dalam High-Level Panel on Achieving MDGs, anggota G20, dan forum-forum multilateral lainnya.

Pada pemerintahan Presiden Jokowi, orientasi Polugri berubah menjadi Poros Maritim Dunia (PMD) sejak 2014. Berbagai kebijakan domestik dan internasional diarahkan untuk mewujudkan Indonesia sebagai PMD itu. Pada awal pemerintahannya, kebijakan PMD cenderung nasionalistik. Kepentingan nasional untuk mewujudkan PMD itu berdampak pada sikap Indonesia yang dianggap konfliktual terhadap negara-negara lain. Kebijakan penangkapan dan penenggelaman kapal ilegal menjadi salah satu contoh dari kebijakan nasionalis itu.

Uraian di atas menunjukkan dinamika pelaksanaan Polugri pada setiap pemerintahan di Indonesia sejak 1945. Dalam pelaksanaan Polugri Bebas Aktif itu, semua pemerintahan memiliki landasan yang sama, namun orientasinya berbeda. Perbedaan orientasi lebih disebabkan oleh faktor domestik (seperti pemulihan ekonomi) dan internasional (berakhirnya Perang Dingin).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun