Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memahami Perdagangan Bebas dalam RCEP, ASEAN, dan APEC

27 November 2020   04:00 Diperbarui: 27 November 2020   04:12 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRNMt7AbQE7pKB0BhqhC6fKnHiDXAH-HTvKeg&usqp=CAU

Perdagangan bebas melalui Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) sebenarnya merupakan salah satu bentuk nyata dari globalisasi ekonomi melalui pengurangan atau penghapusan hambatan tarif masuk di kawasan Asia Pasifik.

Satu minggu yang lalu, 15-22 November 2020, merupakan periode waktu yang sangat bersejarah untuk 15 negara di Asia Pasifik. 15 November 2020, mereka menyepakati kerjasama perdagangan bebas dalam kerangka RCEP dalam salah satu rangkaian konperensi tingkat tinggi (KTT) ke-37 Association of South East Asian Nations (ASEAN). Lalu, KTT Asia Pacific Economic Cooperation diadakan pada 20 November 2020 dengan Malaysia sebagai penyelenggaranya.

Dengan RCEP, aturan main perdagangan bebas mengenai berbagai produk barang dan jasa disepakati untuk dibebaskan dari tarif masuk di antara 15 negara di Asia Pasifik. Anggota utama RCEP meliputi 10 negara yang telah bergabung di ASEAN. Kenyataan ini menjadikan ASEAN memiliki peran sentral dalam pelaksanaan RCEP, khususnya berkaitan dengan skema Masyarakat Ekonomi ASEAN. 

Sementara itu, APEC merupakan organisasi perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik juga dengan 21 negara anggota yang telah dibentuk sejak 1989. Secara umum dapat dikatakan bahwa RCEP dipandang mendukung visi negara-negara Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation/APEC) dalam membentuk pasar bebas di kawasan Asia Pasifik. 

Tulisan ini mencoba menjelaskan kaitan di antara ketiga lembaga atau aturan main pasar atau perdagangan bebas di kawasan ini. Tujuannya adalah memberikan pemahaman lebih baik mengenai perdagangan bebas yang disepakati 15 negara, termasuk Indonesia, termasuk manfaat dan potensi masalahnya.
Pertama, RCEP
Kesepakatan mengenai perdagangan bebas ini ditandatangani di sela-sela KTT ke-37 ASEAN. Kesepakatan ditandatangani para pemimpin Asia ketika sedang menghadapi ketegangan di Laut China Selatan (LCS) dan menangani rencana pemulihan ekonomi pasca-pandemi COVID-19 di kawasan. Pada saat yang sama, mereka juga dihadapkan pada persaingan AS-China telah meningkat. Seperti ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri China Wang Yi (Dalam acara Global Town Hall 2020 yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) dari Jakarta, Jumat (20/11/2020)  bahwa pandemi tidak menjadi hambatan bagi pembentukan RCEP sebagai tren ekonomi dunia menuju ke arah globalisasi dan integrasi regional.

Di tengah kecenderungan kebijakan nasionalistik dari beberapa negara sebagai respon terhadap pandemi, keberhasilan RCEP ini diyakini menghidupkan kembali usaha menyatukan ekonomi di kawasan dan jalur perdagangan multilateral. RCEP juga dapat menjadi contoh baik bahwa suatu perjanjian dapat menguntungkan seluruh pihak dan kemitraan ini juga dapat menjadi dasar pembentukan Kawasan Pasar Bebas di Asia Pasifik (Free Trade Agreement for Asia Pacific/FTAAP).

Di bawah kerangka RCEP, 15 negara anggotanya dapat melakukan perdagangan bebas tarif yang mempermudah mobilitas barang di kawasan. Perjanjian RCEP cukup longgar untuk disesuaikan dengan kebutuhan negara anggota yang berbeda-beda struktur ekonominya, seperti Myanmar, Singapura, Vietnam, dan Australia. RCEP akan menyumbang 30 persen dari ekonomi global, 30 persen dari populasi global dan mencapai 2,2 miliar konsumen.

RCEP akan berlaku setelah cukup banyak negara peserta yang meratifikasi perjanjian di dalam negeri dalam dua tahun ke depan.

Kedua, ASEAN
ASEAN dapat dikatakan sebagai motor utama RCEP. Marty Natalegawa, Menteri Luar Negeri RI periode 2009-2014, menekankan bahwa RCEP merupakan inisiatif ASEAN, meski saat ini terkesan didominasi oleh China. Ide tentang RCEP muncul pada 2011, ketika Indonesia menjabat sebagai ketua ASEAN dan Marty menjabat sebagai Menlu RI. Tahap pertama negosiasi dimulai pada 2013 dan proses penyelesaiannya membutuhkan waktu hampir satu dekade hingga perjanjian tersebut akhirnya disahkan.

Penandatanganan RCEP diyakini mendorong ASEAN untuk terus mendukung upaya APEC membentuk pasar bebas di wilayah Asia Pasifik. Hal ini mengingat kekuatan ASEAN ada pada konektivitas dan ini jadi faktor yang berpotensi menghubungkan negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik. Dalam RCEP dan APEC, maka ASEAN dapat menjalankan sentralitas dan menggunakan soliditasnya sebagai pemain utama dalam perdagangan bebas di kawasan ini.

RCEP meningkatkan komitmen ASEAN untuk memperluas kerja sama ekonomi dengan pihak lain di luar wilayah Asia Tenggara, yaitu China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Selain itu, ASEAN juga telah menyusun Master Plan on ASEAN Connectivity 2025. Rencana induk itu yang akan berfungsi sebagai panduan dan strategi dalam menghubungkan seluruh wilayah di kawasan, khususnya pada sektor perdagangan, ekonomi, dan investasi.

Faktor pendukung lainnya adalah ASEAN juga telah mewujudkan visi Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang menjadi dasar kerja sama pasar bebas di kawasan. Masyarakat Ekonomi ASEAN memungkinkan arus barang dan jasa mengalir bebas dan meningkatkan peluang dagang di bidang jasa dan investasi mengingat adanya berbagai ragam keuntungan yang ditawarkan oleh masing-masing negara anggota.

Ketiga, APEC
APEC merupakan organisasi kerja sama ekonomi yang berdiri sejak 1989 dan beranggotakan 21 negara dan wilayah, yaitu Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, China, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Papua Nugini, Peru, Filipina, Rusia, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Amerika Serikat.

Dalam pertemuan puncak pada Jumat (20/11/2020), para pemimpin negara anggota APEC menyepakati visi baru untuk menggantikan "Bogor Goals" yang ditetapkan pada 1994 berakhir pada tahun ini. Dalam KTT virtual pada 20 November 2020 itu juga disahkan dokumen APEC Putrajaya Vision 2040 dan Deklarasi Kuala Lumpur.

RCEP mengirim pesan ke komunitas dunia bahwa negara-negara anggota APEC akan bekerja sama dengan ASEAN dan para negara mitra (dialogue partner) demi memastikan roda perdagangan terus berjalan dan penyatuan pasar di kawasan terus berlanjut, meskipun ada perbedaan dan tantangan.

ASEAN akan terus mendukung upaya APEC membentuk pasar bebas di wilayah Asia Pasifik. Masyarakat Ekonomi ASEAN memungkinkan arus barang dan jasa mengalir bebas dan meningkatkan peluang dagang di bidang jasa dan investasi mengingat adanya berbagai ragam keuntungan yang ditawarkan oleh masing-masing negara anggota. ASEAN dan APEC memiliki keunggulan yang dapat melengkapi satu sama lain.


Keempat, Dinamika Perdagangan bebas

Penjelajan di atas mengarahkan kita untuk membuat beberapa catatan penting mengenai perkembangan dan dinamika perdagangan bebas di kawasan ini, antara lain:

1. APEC dan RCEP mendukung sentralitas dan soliditas ASEAN. Organisasi regional di Asia Tenggara ini akan memiliki peran penting dalam pelaksanaan perdagangan bebas ini.

2. RCEP akan mengatur pembebasan tarif masuk. Potensi masalah akan terletak pada penentuan besaran tarif, barang yang dikenai pengurangan tarif masuk. Pemberlakuan tarif biasanya bersifat resiprokal dan melindungi kepentingan petani domestik.

3. RCEP akan berlaku dalam 2 tahun mendatang setelah ke-15 negara meratifikasi kesepakatan itu di tingkat domestik. Potensi persoalan muncul pada perbedaan waktu tiap-tiap negara memberikan ratifikasi terhadap kesepakatan RCEP. Oleh karena itu, proses ratifikasi di tingkat nasional biasanya bersifat politis berkaitan dengan sistem politik, hubungan eksekutif-legislatif, dan kepentingan nasional untuk melindungi pasar domestik.

4. APEC akan menjadi faktor penting dalam menentukan wilayah geografis dari perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik ini. Meskipun demikian pemberlakuan perdagangan bebas di APEC berpotensi menimbulkan masalah. Salah satu potensi masalah adalah keanggotaan RCEP berbeda dengan APEC. Ada 8 negara APEC yang bukan anggota RCEP, yaitu Kanada, Chile, Hong Kong, Meksiko, Papua Nugini, Peru, Rusia, Taiwan, dan Amerika Serikat.

5. Perkembangan terakhir: pemimpin China Xi Jinping menyatakan China ingin bergabung dengan TPP yg ditinggalkan Trump. TPP ditandatangani 2018 oleh 11 negara, yaitu Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam. Bergabungnya China di TPP akan sangat mempengaruhi persaingannya dengan AS dalam mempengaruhi perdagangan bebas di TPP berkaitan dengan rencana kembalinya AS bergabung dengan TPP. 

6. Perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik memiliki prospek positif dalam kerangka kerjasama multilateral ASEAN, RCEP, dan APEC mengingat kesepakatan ini berlangsung ketika kawsan ini  dihadapkan pada pandemi global dan konflik Laut China Selatan (LCS). Meskipun demikian, potensi persoalan dan tantangannya perlu diidentifikasi lebih lanjut berkaitan dengan pelaksanaannya agar tidak menimbulkan resistensi politik di tingkat domestik. Jika resistensi itu terjadi dapat berimplikasi pada peninjauan ulang kesepakatan RCEP. Akhirnya, kemampuan menyelesaikan persoalan-persoalan itu akan menentukan prospek perdagangan bebas RCEP itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun