“Itulah pernikahan. Pernikahan itu dilakukan dengan membangun cinta yang telah dipilih dari sekian banyak yang bisa membuat cinta.”
Plato pun melanjutkan pertanyaannya,
“Guru, apa itu kabahagiaan? Tolong aku untuk mendapatkannya!”
Jawaban yang diberikan Socrates hampir sama, “Pergilah ke taman itu, ambil satu bunga yang paling indah menurutmu dan bawa kemari. Tapi ingat, ketika engkau telah melangkah ke depan engkau tidak boleh lagi berbalik ke belakang.”
Plato pun mencari bunga dan mendapatkan bunga yang terbaik menurutnya.
“Kenapa engkau memilih bunga itu?” Socrates menanyakan bunga itu.
“Karena aku nilai ini bunga yang indah. Namun ketika aku ke depan ternyata ada yang lebih indah. Karena aku sudah memilih yang ini maka aku bawa yang ini.”
“Begitulah kebahagiaan, kebahagiaan itu merasa cukup dengan apa yang dimiliki.”
Dari kisah tersebut dapatlah kita simpulkan bahwa cinta itu bukan mencari yang terbaik tetapi memilih yang baik yang Allah beri kepada kita dengan tidak melangar syari’atnya. Perkawinan itu dibangun dengan cinta yang telah dipilih dan kebahagiaan itu dapat dirasakan dengan merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Cinta, perkawinan dan kebahagiaan adalah tiga hal yang berjalan seiring jika sesuai dengan tuntunan-Nya.
Jika kita memiliki masa lalu yang kelam, terutama berkaitan dengan masalah cinta, maka biarkanlah masa lalu itu dan jangan disesali. Menyesali masa lalu itu ibarat seorang pendaki gunung yang mendaki membawa barang bawaan (tas) yang berat. Sesampai di atas ternyata isinya hanya sampah. Itulah ibarat orang yang memendam dan tersakiti dengan masa lalu, yang menjadi beban hanyalah sampah.
Marilah sejenak kita berimajinasi. Bayangkan dihadapan Anda ada wadah. Di depan saya ada batu, kerikil, pasir dan air. Maka saya masukkan batu ke dalam wadah Anda dan hanya mampu menampung lima buah batu. Apakah sudah penuh? Belum. Maka saya masukkan kembali kerikil-kerikil itu satu karung. Dengan lincahnya kerikil tadi mencari celah untuk masuk di antara batu-batu. Apakah sudah penuh? Belum. Kemudian saya masukkan lagi pasir. Dengan gesitnya pasir ini mampu mencari celah dari kerikil dan batu dan mengisi ruang yang kosong. Apakah sudah penuh? Ternyata belum juga. Maka saya masukkan air. Dengan tenangnya air mengisi ruang yang kosong sehingga wadah tadi benar-benar penuh.