Mohon tunggu...
luckyani
luckyani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Remaja yang pingin diet tapi suka jajan dan sangat suka yang berasa stroberry

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kurindukan Mama bersama Lembayung Senja

1 Oktober 2022   22:33 Diperbarui: 1 Oktober 2022   22:35 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matahari nampak berwarna kuning kemerah merahan menandakan matahari akan terbenam, aku sedang  berjalan kaki sambil menikmati suasana di sore hari. Aku menengadah menatap langit yang sangat indah. Semilir angin sore menerpa wajahku. Terlihat sekawanan burung terbang ke arah barat mungkin mereka akan kembali ke sarangnya. Aku kembali meluruskan pandanganku ke arah depan. Dari jauh aku melihat Mamaku sedang membuang sampah dengan segera aku berlari menghampiri dan memanggilnya. Mamaku sedikit terkejut dan saat melihatku ia langsung berkacak pinggang. Aku menampilkan senyum memperlihatkan gigiku seperti iklan pasta gigi. 

"ya ampun anak ini, kalau main tidak ingat waktu." ucap Mamaku.

"hehehe soalnya tadi aku ketiduran Ma di rumah Dinda." Jawabku dengan cengiran. 

Dinda adalah teman masa kecilku hingga sekarang  yang tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari rumahku. Aku  bermain di rumah Dinda atau terkadang Dinda yang main ke rumahku. Kami berdua tidak terlalu sering bermain karena kesibukan masing masing. Hari ini aku ke rumah Dinda dan seperti yang aku bilang ke Mamaku, aku ketiduran sampai lupa waktu.

"besok besok kalo mau tidur pulang ke rumah, sekarang cepat ke rumah udah sore terus mandi." Ucap Mamaku.

"iyaaa, eh Mama lagi ngapain?" ujar ku basa basi.

"ngga lihat Mama lagi apa? Udah tau kok nanya. Cepetan masuk ke rumah, lain kali kalo main inget waktu!" ujar Mamaku marah

"iya deh maaf, jangan marah marah dong Ma. Mama keliatan cantik tahu soalnya wajah Mama kena sinar matahari." Ujarku masih dengan cengiranku yang lebar.

Melihat mata Mamaku yang memelotot sambil berkacak pinggang aku segera lari menuju rumahku. Tapi beneran lho aku melihat wajah Mamaku tadi begitu cantik terkena sinar matahari. 

Selesai mandi aku langsung makan karena lapar, aku duduk di halaman belakang rumah sambil melihat langit. Tiba tiba Mama menghampiri dan menyuruhku masuk katanya pamali jika masih di luar. Dalam pikiran aku bertanya tanya. Tapi memang sih aku melihat suasana langit hari ini begitu kuning ke emasan bahkan seperti seluruh yang aku lihat berwarna sama. 

Aku melihat langit melalui jendela rumahku yang besar, Mama menyuruhku menutup jendela tetapi saat aku melihat kembali langit yang masih menampilkan cahaya kuning kemerah merahannya aku terpaku memandanginya. Cahaya matahari semakin berwarna kuning bahkan aku merasa saat tadi aku di luar warnanya tidak sekuning sekarang.

"Ma kok langitnya bagus ya warna jingga tapi menurutku agak serem." Tanya ku kepada Mama.

"Ini namanya Layung. Anak anak harus udah dirumah engga boleh masih di luar." Jawab Mama.

Jika dalam bahasa indonesia adalah Lembayung.

"oh Layung. Terus kenapa engga boleh ada yang diluar rumah Ma?" aku masih penasaran.

"banyak mitos zaman dulu, terus Mama suka sedih kalo ngeliat layung." Jawab mama.

Aku mengerutkan dahi semakin penasaran "mitos apa? kenapa Mama sedih?"

"kata orang tua zaman dahulu layung ini waktu menjelang magrib dan pada saat saat inilah makhluk halus mulai berkeliaran." Jawab Mama

"terus Mama sedih karena apa?" tanya ku

"Mama pernah membaca buku tentang seorang anak yang ibunya meninggal saat layung lalu anak itu sering pergi ke dermaga untuk menikmati layung karena merindukan ibunya." Ujar Mama ku.

Aku mengangguk anggukan kepalaku tanda mengerti. 

Malam ini aku melihat wajah Mamaku begitu berbeda seperti lebih bersih dan cantik. Lalu aku juga berkeinginan untuk tidur bersama Mama, awalnya Mamaku menolak tetapi dengan rayuanku akhirnya pun Mama mengiyakan keinginanku itu. Jadi disinilah aku sekarang berada di kamar Mamaku. Begitu pun juga dengan Kakak perempuanku. Oh iya aku lupa memperkenalkannya, jadi aku mempunyai kakak perempuan yang berbeda 4 tahun 3 bulan denganku.  Ayahku tidak ada karena sedang bekerja di tempat yang harus dilalui dengan pesawat terbang. Sebelum tidur biasanya Mamaku suka bercerita tentang hal apapun seperti pengalamnnya, nasihat nasihatnya, dan hal lainnya. Bahkan aku sering tertidur tanpa sengaja saat Mamaku sedang bercerita. Kadang aku juga suka menceritakan kegiatanku saat disekolah atau ketika aku mempunyai masalah. Katanya Mama itu harus menjadi tempat curhat anak anaknya. 

Aku mengucek mataku dengan tangan ketika aku merasakan silau cahaya matahari menyorot wajahku. Lalu aku merasakan guncangan ditubuhku. Saat aku membuka mata aku melihat Mamaku. Ia tengah melipat selimut yang aku pakai. Kali ini juga wajah Mama terlihat begitu cantik terkena sinar matahari. Anak-anak rambutnya yang tidak ikut tergelung bergerak diterpa semilir angin. Bulu matanya yang tidak lentik bergerak lembut, bola matanya nampak berkilau disinari cahaya matahari. Kulitnya yang berwarna kuning langsat nampak bersinar. Tangannya begitu terampil kesana kemari.

Aku dibangunkannya untuk segera mandi dan bersiap-siap. Ku tatap bayangan diriku di cermin sambil tersenyum seraya mengoleskan lipbalm ke bibirku agar tidak terlihat pucat dan kering. Setelah siap, aku keluar dari kamar menuju ruang mmakan. Di sana sudah ada Mama yang sedang menyiapkan sarapan, lalu tidak lama kemudian munculah Kakakku. Mama menuangkan susu di masing masing gelas ku dan kakak ku. Tangannya begitu cekatan kesana kemari, bahkan tubuhnya pun seakan tidak ada lelahnya ia sesekali pergi ke kamar mandi karena sedang mencuci pakaian. Aku dan kakak ku berniat membantu Mamaku untuk bagian menjemur tetapi Mama menolak dan melarangnya.

Hari ini adalah jadwal pertama ujianku. Diawali dengan pelajaran Bahasa Inggris dan Matematika. Kakakku pamit untuk segera berangkat, begitu pula aku. Tetapi saat aku akan pergi Mamaku bilang akan mengantarku. 

"sebentar tunggu dulu nanti Mama antar." Ucap Mama.

"engga usah Ma, aku naik angkutan umum aja soalnya Mama juga lagi nyuci." Aku menolak tawaran Mamaku.

Tetapi Mamaku tetap ingin untuk mengantarkan aku berangkat sekolah. Sambil memakai sepatu aku menunggu Mama ku mengeluarkan motor matic nya dari garasi lalu aku naik dengan Mamaku yang mengendarai. Aku  melihat Kakak ku belum berangkat sekolah, ia sedang menunggu temannya. Setelah sampai aku menyalimi tangan Mamaku dan berpamitan padanya. Mamaku mendoakan untuk kelancaran ujianku, lalu kemudian aku masuk ke area sekolah dan Mamaku pulang ke rumah. 

Aku memasuki kelas dan duduk di kursi pada baris ke empat bangku pertama. Pada ujian biasanya murid duduk sendiri-sendiri. Aku menghampiri teman-teman ku yang sudah datang, kami pun berbincang-bincang hingga bel berbunyi. Aku mengerjakan soal ujianku dengan serius dan sedikit kebingungan dalam menerjemahkan bahasa inggris. Tidak terasa waktu ujian akan segera berakhir dan hanya tinggal sedikit lagi soal yang belum terisi. Ada beberapa temanku yang sudah selesai mengisi dan diperbolehkan untuk keluar.

Saat aku berkonsentrasi dalam soal yang sedang aku kerjakan tiba-tiba seorang adik kelas perempuan yang aku tahu bernama Salma berdiri diambang pintu dan menatapku. Aku yang merasa di awasi segera melihat ke arah luar dan bertanya tanpa suara kepadanya. "apa?" kataku. Akhirnya aku menghampiri Salma, aku hanya berdiam diri di  pintu.

"Lusiana kamu di panggil Bu Welly." Ujar Salma kepadaku.

"Aku kan lagi ulangan memangnya ada apa?" tanya ku pada Salma.

"Katanya Mama kamu kecela-"

"selamat ulang tahun Lusiana!" tiba-tiba Malik memotong ucapan Salma. Malik adalah teman sekelasku.

"hah?" aku diam bingung memandangi Malik dan Salma.

Mereka saling sikut dan berbisik. Aku tidak sedang berulang tahun dan juga apa tadi yang salma ucapkan tentang Mamaku. Aku semakin bingung dibuatnya. Seakan membaca situasiku Malik mengajaku untuk pergi ke ruang guru. Aku justru semakin bingung untuk apa Malik mengajakku ke ruang guru aku saja ulangan belum selesai. Tiba-tiba datanglah Pak Budi menghampiri pengawas yang ada di kelasku dan berbincang. Kemudian mengajakku untuk pulang. Aku hanya diam membisu saat Pak Budi membawakan tasku dan menuntunku menuruni tangga. Aku di bawanya ke dalam ruang guru yang tiba-tiba saja sebagian ibu guru memeluku ada juga yang mengelus-elus kepalaku. 

Hei! Setidaknya jelaskan dulu kepadaku apa yang terjadi. Aku hanya diam membisu melihat perlakuan orang-orang terhadapku yang aneh hari ini. Kerutan didahiku semakin dalam saat banyak yang memberikan aku kata-kata sabar. Aku menggaruk belakang kepalaku sambil melihat semua orang. Beneran deh aku bingung sekali, hanya diam planga plongo melihat orang-orang. Pak Antony dan Bu Desy menuntunku ke parkiran sambil membawakan tas ranselku. Bu Desy tak henti-henti mengusap-usap lembut lenganku yang mungil. 

Aku pulang dengan diantar oleh Pak Budy, saat sudah dekat dengan rumahku Pak Budy membelokan kendaraanya ke rumah tetanggaku. Aku memberi tahu Pak Budy dengan menunjukan bahwa rumahku yang didepan cat biru muda bukan yang saat ini kami hampiri. Aku turun dari kendaraan dan Pak Budy menuntunku menuju Enin yang sudah menyambutku didepan pintu. Enin adalah tetanggaku, rumahnya sebelah rumahku. Aku memanggilnya Enin karena cucu-cucunya memanggilnya Enin. Aku selalu bermain dengan cucunya Enin kalau mereka sedang berkunjung kemari. Enin tinggal bersama suaminya dan salah satu anak perempuannya yang sudah memiliki dua anak laki-laki. 

Aku segera di peluk Enin dengan erat dan ia mengelus-elus bahuku lalu sedikit berbincang dengan Pak Budy. Lalu pak Budy pamit dan melambai padaku. Aku memasuki rumah Enin dan duduk di sofa panjang yang empuk. Enin menjelaskan katanya Mamaku mengalami kecelakaan setelah mengantarku sekolah, dan sekarang sedang dirumah sakit. Seketika pikiranku ngeblank dan aku tidak merasakan apapun. Aku tidak bisa menjelaskan perasaanku. Tubuhku seketika lemas dan aku hanya mampu untuk bersandar. Aku sangat syok mendengar kabar ini. Sekarang aku paham mengapa guru-guru memelukku dan memberiku kata-kata sabar dan penyemangat.

Enin berbicara di depanku, bukannya aku tidak mau mendengarkannya tetapi pikiranku melayang entah kemana. Seandainya Mama tidak mengantarku, seandainya aku tetap menolak diantar olehnya, kepalaku dipenuhi oleh kata seandainya. Aku berdoa dan berharap semoga Mamaku baik-baik saja tidak terlalu parah agar cepat pulang ke rumah. 

Sore hari, Tante Susan pulang ke rumah. Tante Susan bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Kasih. Tante susan berbicara kepadaku katanya ia yang mengurus Mamaku. Aku menanyakan keadaan Mamaku dan kata Tante Susan Mamaku terluka dibagian kepala. Aku tidak diberi tahu lebih jelas. Saat aku sedang di kamar mandi aku tidak sengaja mendengarkan perkataan Tante Susan dengan Enin yang mengatakan bahwa Mamaku terdapat keretakan di bagian tengkorak sebelah kanan dan harus di operasi. Seketika jantungku berdetak begitu cepat. Seluruh tubuhku serasa lemas pikiranku melayang tak tentu arah. Aku tenggelam di dalam pikiranku sendiri. Ketakutan menyerangku begitu dalam. Rasa sesak yang aku rasakan membuat lelehan air mata keluar dari tempatnya mengalir melalui pipiku. Dengan cepat aku segera mengusap air mataku dan segera keluar dari dalam kamar mandi. Aku melaksanakan solat ashar dengan hati gundah. Saat sujud aku curahkan semua keluh kesah serta ketakutanku kepada yang maha pencipta. 

Tidak lama Nenek ku datang menjempu. Setelah berpamitan, aku pulang menuju rumahku. Karena sudah dewasa Kakakku ikut menjaga di rumah sakit bersama Om dan Tante. Bahkan saat di rumah pun, aku merasa resah dan tidak enak hati. Setiap melihat tempat diseluruh rumah, aku terbayang Mamaku. Ketika sedang tidur sekitar pukul tiga pagi aku terbangun mendengar suara dering telepon, kulihat Nenekku mengangkat dan berbincang ditelepon. Kata Nenek, Ayahku akan pulang dalam dua hari.

Esok paginya, Nenekku pergi ke rumah sakit dan aku pergi ke sekolah. Aku bahkan lupa bahwa aku sedang ujian sekolah. Aku mengerjakan ujian dengan pikiran tidak menentu dan tidak berkonsentrasi. Selama disekolah aku menjadi pribadi yang pendiam. Tidak apa-apa aku disebut lebay, sulit menjelaskan perasaanku saat orang yang paling aku sayangi sedang terbaring dirumah sakit. Aku pulang ke rumah dengan berjalan kaki. Tiba di depan pintu aku membukanya, tetapi pintu terkunci. Aku bengong didepan pintu pikiranku melayang kemana-mana. Aku duduk dilantai hingga tidak terasa satu jam telah berlalu. Tetangga sebelah rumahku Bu Rani tidak sengaja melihatku saat ia keluar, kemudian segera menghampiri aku dan menuntunku ke rumahnya. Bu Rani tinggal berdua dengan suaminya karena anak-anaknya hanya pulang seminggu sekali. Dirumahnya aku segera mengganti pakaian sekolah, Bu Rani menyuapi aku makan dengan nasi, ayam dan sayur. Makanan yang sedang aku makan biasanya terasa lezat tetapi saat ini bahkan terasa hambar. Ini kedua kalinya setelah sakit aku merasakan makanan favoritku yaitu ayam goreng terasa hambar. 

Aku suka sekali menggambar, itu membuatku senang. Tapi sore  ini tidak membantu membuatku senang. Aku hanya menyoretkan warna secara acak ke kertas, ditemani suasana senja. Aku menengadah melihat langit yang berwarna kuning kemerahan. Teringat saat kemarin bercanda dengan Mama, teringat ia saat menceritakan tentang Layung yang sekarang sedang aku tatap. Aku merasa sangat sedih saat melihat langit. Tiba-tiba aku teringat Mama yang menceritakan seorang anak kehilangan ibunya lalu saat merindukannya selalu melihat Layung. Seperti inikah perasaan anak dalam cerita itu? Kini aku merasakannya. Beruntunglah kalian jika Mama mu masih ada didekatmu. 

Malamnya, aku sedang belajar untuk besok ujian sambil sesekali menjawab pertanyaan dari Bu Rani dan suaminya. Dari depan aku mendengar suara mobil berhenti. Aku melihat ke jendela, disana ada Nenekku yang sedang  turun dari mobil. Aku dan Bu Rani segera menghampiri Nenekku, ku longokkan kepalaku ke dalam mobil berharap Mamaku juga pulang. Tapi tidak ada siapa pun selain Tante yang mengantarkan Nenek pulang. Aku menghela napas kecewa. Apakah Mamaku sakit parah? Hingga belum juga pulang ke rumah.

Tiga hari telah berlalu rasanya waktu begitu lamban. Aku menatap langit sore dengan berderai air mata. Mamaku sedang koma dan sudah lima hari berada di ruangan ICU. Aku merasakan semilir angin menerpa wajah basahku. Ku tatap tempat pembuangan sampah di pojok kanan yang biasanya saat sore Mama membuang sampah kesana. Aku merasakan sesak di dadaku. Aku tidak siap untuk merasakan semua ini. Penyesalan kembali datang memenuhi benakku. Beribu kata seandainya seakan menari-nari dalam kepalaku. Ditemani senja aku menangis dengan hebat, pertama kali sejak Mama masuk rumah sakit. Aku merindukan bersama Lembayung Senja. Setiap matahari akan terbenam cahayanya membuat langit berwarna dan saat seperti itu kesedihanku selalu berada dipuncak. 

Malam ini aku pergi ke rumah sakit, anak berusi dibawah tujuh belas tahun dilarang masuk ke ruang ICU, ruangan itu dijaga sangat ketat. Berjam-jam aku sekeluarga menunggu di ruang tunggu. Aku bermain bersama sepupu-sepupuku. Hanya satu orang yang boleh masuk ke dalam ruangan dan itupun harus memakai pakaian khusus, masker dan penutup kepala. Banyak keluarga besar serta teman-teman orangtua ku datang menjenguk silih berganti. Meja pun penuh dengan buah tangan, biasanya jika di rumah aku yang paling antusias soal makanan tapi kali ini melihatnya saja aku tak selera. Sepupu-sepupuku akan pulang ke rumah dan aku akan menginap di rumahnya, tante ku menyuruhku untuk sekedar melihat Mamaku. Awalnya para perawat dan satpam melarangku masuk karena masih belum cukup umur. Tetapi entah apa yang dibicarakan tante ku aku diperbolehkan untuk sekedar melihatnya.

 Aku masuk kedalam ruang ganti, seorang suster membantuku memakai gaun protektif pembesuk ICU berwarna biru muda, aku juga dibantu dipakaikan masker dan penutup kepala. Aku dibimbing masuk kedalam ruangan. Ruangan besar ini begitu sepi senyap hanya terdengar suara monitor. Aku berhenti didepan sebuah ruangan khusus yang bagian atas dindingnya terbuat dari kaca. Aku terpaku menatap suatu objek. Disanalah Mamaku sedang terbaring lemah menutup mata, ditubuhnya terdapat berbagai macam alat tidak aku ketahui fungsinya. Di wajahnya terdapat beberapa goresan luka. Detak jantungku berdebar lebih cepat, tanganku terasa dingin. Seluruh sel tubuhku terasa lemah. Bayangkan kalian melihat orang yang kalian sayangi dan rindukan terbaring lemah dipasang berbagai alat ditubuhnya, mungkin kalian juga akan sangat sedih. Ketakukan menyerangku membawaku kedasar jurang paling dalam. 

Aku menghampiri ayahku yang sedang meninum kopi, aku memeluknya. Ayah mengusap usap bahuku sebelum aku pulang ke rumah sepupuku. Semalaman aku tidak bisa tertidur, jarum jam sudah menunjukan pukul dua dini hari. Setiap saat aku berdoa kepada yang maha kuasa agar Mamaku diberikan kesembuhan. Aku kembali menjatuhkan air mataku ketika bayangan Mama diruang ICU melintas di ingatanku. Mamaku sedang koma tidak sadarkan diri bagaimana aku bisa tertidur nyenyak. 

Sudah terhitung sepuluh hari Mamaku di ruang ICU, hari ini mamaku sudah sadar dan bisa dipindahkan ke ruang rawat biasa. Akhirnya aku bisa menghela napas lega, artinya Mamaku sudah tidak separah kemarin. Aku juga baru hari ini mendengar kronologi penyebab Mamaku kecelakaan. Mamaku ditabrak oleh pengendara lain yang sedang mengebut, saking kerasnya terdapat benturan di kepala yang membuatnya retak. Harusnya Mamaku dioperasi, tetapi kami sekeluarga sepakat untuk tidak mengoperasinya karena kata dokter di operasi pun juga ada kemungkinan tidak berhasil. Siangnya Mamaku sudah dipindahkan ke ruang rawat inap di lantai 4 ruangan gabriel.

Sore ini aku berjalan ke ruangan dengan dituntun oleh Nenekku, di ambang pintu aku melihat Mamaku sedang makan disuapi oleh Tante ku. Mamaku menengok ke arahku dan segera saja aku berlari menghambur ke dalam pelukannya. Aku menintikan sedikit air mata. Sudah berapa lamakah aku tidak memeluknya. Aku merindukan pelukannya, wanginya, wajahnya, dan suaranya. Aku merindukan setiap yang ada pada dirinya. Mamaku tersenyum kepadaku sambil mengelus rambutku. Kali ini Mamaku sudah baikan aku begitu bersyukur. Terimakasih tuhan telah memberikan Mamaku kesembuhan dan kesempatan untuk kembali memelukku. Aku melihat ke jendela dimana disana telihat matahari sedang mengintip kedalam ruangan. Cahaya kuningnya yang kemerahan mewarnai langit yang aku tatap lewat jendela. Aku menghampiri jendela dan membuka kacanya. Semilir angin kali ini juga menerpa wajahku. Kini rinduku sudah terobati di temani juga dengan senja kata Mamaku adalah Layung.  

The End

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun