Mohon tunggu...
luckyani
luckyani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Remaja yang pingin diet tapi suka jajan dan sangat suka yang berasa stroberry

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kurindukan Mama bersama Lembayung Senja

1 Oktober 2022   22:33 Diperbarui: 1 Oktober 2022   22:35 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"selamat ulang tahun Lusiana!" tiba-tiba Malik memotong ucapan Salma. Malik adalah teman sekelasku.

"hah?" aku diam bingung memandangi Malik dan Salma.

Mereka saling sikut dan berbisik. Aku tidak sedang berulang tahun dan juga apa tadi yang salma ucapkan tentang Mamaku. Aku semakin bingung dibuatnya. Seakan membaca situasiku Malik mengajaku untuk pergi ke ruang guru. Aku justru semakin bingung untuk apa Malik mengajakku ke ruang guru aku saja ulangan belum selesai. Tiba-tiba datanglah Pak Budi menghampiri pengawas yang ada di kelasku dan berbincang. Kemudian mengajakku untuk pulang. Aku hanya diam membisu saat Pak Budi membawakan tasku dan menuntunku menuruni tangga. Aku di bawanya ke dalam ruang guru yang tiba-tiba saja sebagian ibu guru memeluku ada juga yang mengelus-elus kepalaku. 

Hei! Setidaknya jelaskan dulu kepadaku apa yang terjadi. Aku hanya diam membisu melihat perlakuan orang-orang terhadapku yang aneh hari ini. Kerutan didahiku semakin dalam saat banyak yang memberikan aku kata-kata sabar. Aku menggaruk belakang kepalaku sambil melihat semua orang. Beneran deh aku bingung sekali, hanya diam planga plongo melihat orang-orang. Pak Antony dan Bu Desy menuntunku ke parkiran sambil membawakan tas ranselku. Bu Desy tak henti-henti mengusap-usap lembut lenganku yang mungil. 

Aku pulang dengan diantar oleh Pak Budy, saat sudah dekat dengan rumahku Pak Budy membelokan kendaraanya ke rumah tetanggaku. Aku memberi tahu Pak Budy dengan menunjukan bahwa rumahku yang didepan cat biru muda bukan yang saat ini kami hampiri. Aku turun dari kendaraan dan Pak Budy menuntunku menuju Enin yang sudah menyambutku didepan pintu. Enin adalah tetanggaku, rumahnya sebelah rumahku. Aku memanggilnya Enin karena cucu-cucunya memanggilnya Enin. Aku selalu bermain dengan cucunya Enin kalau mereka sedang berkunjung kemari. Enin tinggal bersama suaminya dan salah satu anak perempuannya yang sudah memiliki dua anak laki-laki. 

Aku segera di peluk Enin dengan erat dan ia mengelus-elus bahuku lalu sedikit berbincang dengan Pak Budy. Lalu pak Budy pamit dan melambai padaku. Aku memasuki rumah Enin dan duduk di sofa panjang yang empuk. Enin menjelaskan katanya Mamaku mengalami kecelakaan setelah mengantarku sekolah, dan sekarang sedang dirumah sakit. Seketika pikiranku ngeblank dan aku tidak merasakan apapun. Aku tidak bisa menjelaskan perasaanku. Tubuhku seketika lemas dan aku hanya mampu untuk bersandar. Aku sangat syok mendengar kabar ini. Sekarang aku paham mengapa guru-guru memelukku dan memberiku kata-kata sabar dan penyemangat.

Enin berbicara di depanku, bukannya aku tidak mau mendengarkannya tetapi pikiranku melayang entah kemana. Seandainya Mama tidak mengantarku, seandainya aku tetap menolak diantar olehnya, kepalaku dipenuhi oleh kata seandainya. Aku berdoa dan berharap semoga Mamaku baik-baik saja tidak terlalu parah agar cepat pulang ke rumah. 

Sore hari, Tante Susan pulang ke rumah. Tante Susan bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Kasih. Tante susan berbicara kepadaku katanya ia yang mengurus Mamaku. Aku menanyakan keadaan Mamaku dan kata Tante Susan Mamaku terluka dibagian kepala. Aku tidak diberi tahu lebih jelas. Saat aku sedang di kamar mandi aku tidak sengaja mendengarkan perkataan Tante Susan dengan Enin yang mengatakan bahwa Mamaku terdapat keretakan di bagian tengkorak sebelah kanan dan harus di operasi. Seketika jantungku berdetak begitu cepat. Seluruh tubuhku serasa lemas pikiranku melayang tak tentu arah. Aku tenggelam di dalam pikiranku sendiri. Ketakutan menyerangku begitu dalam. Rasa sesak yang aku rasakan membuat lelehan air mata keluar dari tempatnya mengalir melalui pipiku. Dengan cepat aku segera mengusap air mataku dan segera keluar dari dalam kamar mandi. Aku melaksanakan solat ashar dengan hati gundah. Saat sujud aku curahkan semua keluh kesah serta ketakutanku kepada yang maha pencipta. 

Tidak lama Nenek ku datang menjempu. Setelah berpamitan, aku pulang menuju rumahku. Karena sudah dewasa Kakakku ikut menjaga di rumah sakit bersama Om dan Tante. Bahkan saat di rumah pun, aku merasa resah dan tidak enak hati. Setiap melihat tempat diseluruh rumah, aku terbayang Mamaku. Ketika sedang tidur sekitar pukul tiga pagi aku terbangun mendengar suara dering telepon, kulihat Nenekku mengangkat dan berbincang ditelepon. Kata Nenek, Ayahku akan pulang dalam dua hari.

Esok paginya, Nenekku pergi ke rumah sakit dan aku pergi ke sekolah. Aku bahkan lupa bahwa aku sedang ujian sekolah. Aku mengerjakan ujian dengan pikiran tidak menentu dan tidak berkonsentrasi. Selama disekolah aku menjadi pribadi yang pendiam. Tidak apa-apa aku disebut lebay, sulit menjelaskan perasaanku saat orang yang paling aku sayangi sedang terbaring dirumah sakit. Aku pulang ke rumah dengan berjalan kaki. Tiba di depan pintu aku membukanya, tetapi pintu terkunci. Aku bengong didepan pintu pikiranku melayang kemana-mana. Aku duduk dilantai hingga tidak terasa satu jam telah berlalu. Tetangga sebelah rumahku Bu Rani tidak sengaja melihatku saat ia keluar, kemudian segera menghampiri aku dan menuntunku ke rumahnya. Bu Rani tinggal berdua dengan suaminya karena anak-anaknya hanya pulang seminggu sekali. Dirumahnya aku segera mengganti pakaian sekolah, Bu Rani menyuapi aku makan dengan nasi, ayam dan sayur. Makanan yang sedang aku makan biasanya terasa lezat tetapi saat ini bahkan terasa hambar. Ini kedua kalinya setelah sakit aku merasakan makanan favoritku yaitu ayam goreng terasa hambar. 

Aku suka sekali menggambar, itu membuatku senang. Tapi sore  ini tidak membantu membuatku senang. Aku hanya menyoretkan warna secara acak ke kertas, ditemani suasana senja. Aku menengadah melihat langit yang berwarna kuning kemerahan. Teringat saat kemarin bercanda dengan Mama, teringat ia saat menceritakan tentang Layung yang sekarang sedang aku tatap. Aku merasa sangat sedih saat melihat langit. Tiba-tiba aku teringat Mama yang menceritakan seorang anak kehilangan ibunya lalu saat merindukannya selalu melihat Layung. Seperti inikah perasaan anak dalam cerita itu? Kini aku merasakannya. Beruntunglah kalian jika Mama mu masih ada didekatmu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun