Mohon tunggu...
luckyani
luckyani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Remaja yang pingin diet tapi suka jajan dan sangat suka yang berasa stroberry

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kurindukan Mama bersama Lembayung Senja

1 Oktober 2022   22:33 Diperbarui: 1 Oktober 2022   22:35 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malamnya, aku sedang belajar untuk besok ujian sambil sesekali menjawab pertanyaan dari Bu Rani dan suaminya. Dari depan aku mendengar suara mobil berhenti. Aku melihat ke jendela, disana ada Nenekku yang sedang  turun dari mobil. Aku dan Bu Rani segera menghampiri Nenekku, ku longokkan kepalaku ke dalam mobil berharap Mamaku juga pulang. Tapi tidak ada siapa pun selain Tante yang mengantarkan Nenek pulang. Aku menghela napas kecewa. Apakah Mamaku sakit parah? Hingga belum juga pulang ke rumah.

Tiga hari telah berlalu rasanya waktu begitu lamban. Aku menatap langit sore dengan berderai air mata. Mamaku sedang koma dan sudah lima hari berada di ruangan ICU. Aku merasakan semilir angin menerpa wajah basahku. Ku tatap tempat pembuangan sampah di pojok kanan yang biasanya saat sore Mama membuang sampah kesana. Aku merasakan sesak di dadaku. Aku tidak siap untuk merasakan semua ini. Penyesalan kembali datang memenuhi benakku. Beribu kata seandainya seakan menari-nari dalam kepalaku. Ditemani senja aku menangis dengan hebat, pertama kali sejak Mama masuk rumah sakit. Aku merindukan bersama Lembayung Senja. Setiap matahari akan terbenam cahayanya membuat langit berwarna dan saat seperti itu kesedihanku selalu berada dipuncak. 

Malam ini aku pergi ke rumah sakit, anak berusi dibawah tujuh belas tahun dilarang masuk ke ruang ICU, ruangan itu dijaga sangat ketat. Berjam-jam aku sekeluarga menunggu di ruang tunggu. Aku bermain bersama sepupu-sepupuku. Hanya satu orang yang boleh masuk ke dalam ruangan dan itupun harus memakai pakaian khusus, masker dan penutup kepala. Banyak keluarga besar serta teman-teman orangtua ku datang menjenguk silih berganti. Meja pun penuh dengan buah tangan, biasanya jika di rumah aku yang paling antusias soal makanan tapi kali ini melihatnya saja aku tak selera. Sepupu-sepupuku akan pulang ke rumah dan aku akan menginap di rumahnya, tante ku menyuruhku untuk sekedar melihat Mamaku. Awalnya para perawat dan satpam melarangku masuk karena masih belum cukup umur. Tetapi entah apa yang dibicarakan tante ku aku diperbolehkan untuk sekedar melihatnya.

 Aku masuk kedalam ruang ganti, seorang suster membantuku memakai gaun protektif pembesuk ICU berwarna biru muda, aku juga dibantu dipakaikan masker dan penutup kepala. Aku dibimbing masuk kedalam ruangan. Ruangan besar ini begitu sepi senyap hanya terdengar suara monitor. Aku berhenti didepan sebuah ruangan khusus yang bagian atas dindingnya terbuat dari kaca. Aku terpaku menatap suatu objek. Disanalah Mamaku sedang terbaring lemah menutup mata, ditubuhnya terdapat berbagai macam alat tidak aku ketahui fungsinya. Di wajahnya terdapat beberapa goresan luka. Detak jantungku berdebar lebih cepat, tanganku terasa dingin. Seluruh sel tubuhku terasa lemah. Bayangkan kalian melihat orang yang kalian sayangi dan rindukan terbaring lemah dipasang berbagai alat ditubuhnya, mungkin kalian juga akan sangat sedih. Ketakukan menyerangku membawaku kedasar jurang paling dalam. 

Aku menghampiri ayahku yang sedang meninum kopi, aku memeluknya. Ayah mengusap usap bahuku sebelum aku pulang ke rumah sepupuku. Semalaman aku tidak bisa tertidur, jarum jam sudah menunjukan pukul dua dini hari. Setiap saat aku berdoa kepada yang maha kuasa agar Mamaku diberikan kesembuhan. Aku kembali menjatuhkan air mataku ketika bayangan Mama diruang ICU melintas di ingatanku. Mamaku sedang koma tidak sadarkan diri bagaimana aku bisa tertidur nyenyak. 

Sudah terhitung sepuluh hari Mamaku di ruang ICU, hari ini mamaku sudah sadar dan bisa dipindahkan ke ruang rawat biasa. Akhirnya aku bisa menghela napas lega, artinya Mamaku sudah tidak separah kemarin. Aku juga baru hari ini mendengar kronologi penyebab Mamaku kecelakaan. Mamaku ditabrak oleh pengendara lain yang sedang mengebut, saking kerasnya terdapat benturan di kepala yang membuatnya retak. Harusnya Mamaku dioperasi, tetapi kami sekeluarga sepakat untuk tidak mengoperasinya karena kata dokter di operasi pun juga ada kemungkinan tidak berhasil. Siangnya Mamaku sudah dipindahkan ke ruang rawat inap di lantai 4 ruangan gabriel.

Sore ini aku berjalan ke ruangan dengan dituntun oleh Nenekku, di ambang pintu aku melihat Mamaku sedang makan disuapi oleh Tante ku. Mamaku menengok ke arahku dan segera saja aku berlari menghambur ke dalam pelukannya. Aku menintikan sedikit air mata. Sudah berapa lamakah aku tidak memeluknya. Aku merindukan pelukannya, wanginya, wajahnya, dan suaranya. Aku merindukan setiap yang ada pada dirinya. Mamaku tersenyum kepadaku sambil mengelus rambutku. Kali ini Mamaku sudah baikan aku begitu bersyukur. Terimakasih tuhan telah memberikan Mamaku kesembuhan dan kesempatan untuk kembali memelukku. Aku melihat ke jendela dimana disana telihat matahari sedang mengintip kedalam ruangan. Cahaya kuningnya yang kemerahan mewarnai langit yang aku tatap lewat jendela. Aku menghampiri jendela dan membuka kacanya. Semilir angin kali ini juga menerpa wajahku. Kini rinduku sudah terobati di temani juga dengan senja kata Mamaku adalah Layung.  

The End

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun