Beberapa tahun belakangan ini, K-Pop bisa dikatakan cukup merajai industri hiburan di Tanah Air. Tidak hanya melalui internet, sejumlah stasiun televisi tampaknya mulai menyoroti popularitas bintang-bintang Korea untuk memberikan nuansa segar, bahkan pada program berita di awal tahun 2021. Meski racun K-Pop sudah menyebar, tampaknya saya masih keukeuh dengan kecintaan pada music 90s Indonesia. Ya, saya masih mengidolakan Anggun Cipta Sasmi sejak kecil hingga saat ini.
Ketika sejumlah teman seangkatan mengetahui bahwa saya pecinta berat Anggun, seringkali saya dicap tua duluan, karena menyukai penyanyi yang hits di saat saya belum lahir. Jelas saja, saya lahir pada tahun 1990-an, sedangkan Anggun merilis album pertamanya yang bertajuk Dunia Aku Punya pada tahun 1986.
Kecintaan saya pada sosok Anggun tidak lepas dari sosok Papa yang mengenalkan musik rock terutama slow rock ketika saya duduk di kelas empat SD. Kecintaan saya pada dunia tarik suara pada saat itu, mendorong Papa untuk mengenalkan genre musik tersebut yang menurut beliau, suara saya cocok untuk menyanyikan lagu-lagu milik Nike Ardilla, Nicky Astria, Inka Christie, Mel Shandy, dan Anggun C. Sasmi. Di antara nama-nama tersebut, Anggun memang nama paling akhir yang saya kenal, namun paling saya ikuti lagu-lagunya hingga saat ini, baik dalam versi bahasa Indonesia, Inggris, dan Perancis. Saya pernah menuliskannya sekilas di sini.
Perlahan tapi pasti, dengan bantuan internet, saya mencari tahu dan mengumpulkan koleksi lagu dari wanita kelahiran Jakarta, 29 April 1974 ini. Mengetahui hal tersebut, Papa pun menambah koleksi CD Anggun untuk bisa saya nyanyikan sendiri di rumah dan itu membuat saya sangat senang.
Masih di kisaran tahun 1999, saya mulai ingin mencari tantangan baru. Tak cukup mempelajari lagu-lagu berbahasa Indonesia dan Inggris milik Anggun, saya pun memberanikan diri untuk mendengarkan lagu In Your Mind, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis menjadi tre Une Femme.
Wah, keren nich lagunya! Demikian pemikiran saya saat itu. Alunan lagu bernuansa Timur Tengah yang menghentak dan membuat badan ini ingin bergoyang, menjadi terdengar semakin seksi ketika dinyanyikan dalam bahasa Perancis yang pelafalannya sengau. Saya yang kala itu masih duduk di bangku sekolah dasar merasa gemas, karena saya ingin menyanyikannya, namun saya tidak dapat melafalkannya. Ah, jangankan melafalkannya, Anggun menyanyi hingga lirik mana pun, saya tidak paham, hahaha. Berkali-kali saya memutar lagu itu, namun saya justru pusing dan frustasi, hingga akhirnya saya menyerah. Â Oke, saya akan menyanyikan lagu-lagu Anggun berbahasa Indonesia dan Inggris saja.
"Anggun," saya jawab spontan sembari terus menulis.
"Apa judulnya?"
"Takut," saya kembali menjawabnya dengan nada datar dalam posisi masih asyik menulis.
"Yak, betul. Siapa itu tadi yang menjawab? Ayo maju ke depan !"
Praktis, saya yang semula duduk di bangku paling pojok belakang diminta untuk maju ke depan kelas. Beliau agak terkejut, bagaimana bisa saya mengetahui lagu jadul ini, di mana teman-teman sekelas pun tidak ada yang mengetahuinya. Singkat cerita, saya pun disuruh maju ke depan kelas.
Bukan menyanyinya yang membuat saya malu pada saat itu, namun lebih kepada lirik lagunya yang lucu dan konyol untuk dinyanyikan di depan kelas. Lagu ini menceritakan tentang anak remaja yang mengakui ingin punya pacar, namun ia juga takut kepada orang tuanya, karena dianggap masih kecil untuk berpacaran. Buat saya pribadi saat itu, it's okay kalau saya menyanyikan lagu tersebut di rumah, namun kalau di depan umum, rasanya big no, hahahaha. Nah, buat yang penasaran gimana lagunya, coba simak video ini!
Okay, saya masih bernostalgia tentang Anggun C. Sasmi ya. Ketika saya bekerja sebagai penyiar dan reporter di salah satu radio swasta di Surabaya beberapa tahun lalu, saya tidak menyangka kalau mendapatkan kesempatan untuk meliput agenda pusat kebudayaan Perancis. Kesempatan itu saya dapatkan secara tidak sengaja. Beberapa kali saya meliput, saya harus menggunakan jasa penerjemah dari lembaga tersebut ketika mewawancarai narasumber. Kalau narasumbernya bisa berbahasa Inggris, cukup aman bagi saya. Namun ketika tidak, praktis, proses wawancara pun tidak bisa leluasa. Dari situlah, saya memutuskan untuk belajar bahasa Perancis. Siapa tahu, suatu saat saya bisa bertemu dan mewawancarai Anggun secara langsung. Amin.
Jika diibaratkan masuk sekolah, saya seperti belajar di bangku taman kanak-kanak. Belajar dengan melihat gambar yang ada di buku, mengamati gerak tubuh pengajar, dan mengeja alfabet. Jadi, saya benar-benar belajar dari nol. Sementara lagu tre Une Femme memiliki tempo sangat cepat. Orang Jawa biasa menyebutnya dengan kepontal-pontal, atau berkejaran dalam bahasa Indonesia.
Di balik sosok Anggun sebagai seorang penyanyi, banyak hal yang membuat saya mengagumi sosoknya. Pengagum suaranya yang serak-serak basah, oh itu sudah jelas! Lebih jauh lagi, saya melihat sosoknya sebagai Diva Indonesia di usianya yang masih belia, Anggun tergolong berani untuk pergi jauh mengejar apa yang menjadi impiannya yang tak cukup hanya di dalam negeri. Apaagi pada saat itu teknologi belum secanggih sekarang, pemikiran orang tua belum banyak yang merelakan anak perempuannya pergi jauh ke negeri orang, menjalin relasi terutama dengan pihak asing tentu memiliki keunikannya sendiri, dan masih banyak tantangan yang dihadapi, itu pasti. Namun ketika ia bertahan dengan karakter yang khas, tentu ini menjadi kekuatan tersendiri dalam mewujudkan mimpinya. Tidak heran jika akhirnya beragam penawaran kolaborasi terus berdatangan kepada wanita yang pernah didapuk menjadi juri di Asia's Got Talent 2015 bersama David Foster, Melanie Chisholm, dan Vanness Wu  ini.
That's why I love Anggun. Kalau kamu juga suka sama Anggun, dari sisi apanya nih ?
Kediri, 9 Januari 2021
Luana Yunaneva, S.I.Kom., CPS., CHt.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H