Mohon tunggu...
Gita Lovusa
Gita Lovusa Mohon Tunggu... Freelancer - penyemarak di serusetiapsaat.com

Penyuka kebaikan, penyuka senyuman, penyuka bacaan, penyuka tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Satu Surat

17 Februari 2018   10:46 Diperbarui: 17 Februari 2018   12:14 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
salah satu kesukaan cha saat ini.. mengeksplorasi cat air. Dok.pribadi

Setelah cerita ke Mbak Okina tentang peristiwa dan trauma yang pernah dialami Cha di sekolah 3 tahun lalu, saya jadi mendapat pencerahan baru. Bahwa selama ini ternyata sayalah yang lebih banyak mengaitkan berbagai kejadian dengan peristiwa traumatik itu (padahal anaknya alhamdulillah sudah baik-baik saja). Akibatnya saya jadi emosi dan lebih sering berpikir dengan mengerdilkan kemampuannya. Hik.. 

Mbak Oki menyarankan saya tuk lebih bersyukur dan menerima kondisi anak saat ini. Lalu saya pun berbicara dengan diri sendiri.

"Ah iya, kalo mau terus berkubang kayak kemaren ya usahanya memang begitu-begitu aja. Tapi tujuanmu cerita kan, agar jadi lebih baik tho." Airmata saya sedikit menetes. 

"Bosan kan, begitu terus? Asal ada sesuatu, dikaitkan ke sana. Terus kesel lagi, menyalahkan keadaan lagi. Kalo mau lebih baik, memang kudu berubah kan ya." Saya mengangguk.

"Sarannya Mbak Oki udah oke tuh." Lalu saya pun teride tuk bertanya ke Cha. 

Gimana dengan peristiwa kelas 1 dulu, Cha? Ah, ya udah, biarin aja, jawabnya.

Sekarang udah seneng di sekolah? Iya.

Hoo, tuh kan, betul kata Mbak Oki. Anaknya baik-baik saja.

Saya tarik napas. "Yuk, buka lembaran baru. Bersyukur pernah menjalankan homeschooling di usia awal dan TK-nya dengan senang. Bersyukur ada kejadian tidak menyenangkan waktu Cha kelas 1. Ini salah satu cara Allah menunjukkan jalan terbaik-Nya. Bersyukur Cha sekarang menikmati hari-harinya di sekolah negeri." Saya kembali mengangguk.

Setelah itu rasanya memang jauuh lebih lega. Saya pun dapat melihat lebih cerah kebaikan-kebaikan yang ada di diri anak 10 tahun itu. Seperti ketika saya kirim WA ke Mbak Oki di malam hari, Cha menegur dengan lembut. "Udah, jangan ganggu Tante Oki dulu. Kan katanya Tante Oki mau sekolah lagi."

Aiih, saya terpana dengarnya. Baik sekali dia sampai bisa memikirkan Tante Oki.

Lalu ketika saya jemput, Cha cerita kalau dia pulang terakhir karena tugas menulisnya belum selesai. "Tadi pas tugasku udah selesai, aku ngumpulin sambil minta maaf ke Pak guru."

"Waa kereen! Gimana minta maafnya?"

"Pak, maaf ya, saya agak lama bikin tugasnya. Jadi bikin Bapak nunggu." 

Haa, lagi-lagi saya terpana dengarnya. "Waah, alhamdulillah. Perkataan yang baik sekali itu. Terus kata Pak guru gimana?"

"Katanya nggak apa-apa," ujarnya sambil senyum. Dalam hati saya berdoa tuk kebaikan dirinya, gurunya, serta pendidikannya kelak.. tentu saja sambil terharu.

Beberapa hari kemudian..

ketika saya menjemputnya, terlihat raut wajahnya yang kurang bersahabat. Ditanya, diam saja. Sesampainya di rumah, saat saya utak-atik di dapur, Cha menghampiri. "Dulu di sekolah Ummi ada genk-genk gitu nggak?"

"Ada."

"Terus Ummi ikutan nggak?"

"Nggak. Ummi punya beberapa teman dekat, tapi nggak nge-genk gitu."

"Kenapa siy teman-teman di kelas suka nge-genk?"

Ini niy kayaknya yang bikin senyum hilang sementara dari wajahnya, duga saya. Eh, ternyata benar dan meluncurlah cerita. 

"Tadi ada anak kelas 4B ke kelas. Ya nggak apa-apa kan kalo begitu. Cuma main aja. Terus pas aku mau masuk kelas, nggak boleh sama si A. Katanya aku bukan genk-nya. Temen genk-nya hadang pintu. Anak 4B yang mau keluar kelas, nggak boleh. Sama genk-nya si A, anak 4B itu ditarik-tarik. Anaknya teriak-teriak. Aku kan, sedih liatnya. Kasian."Dari mukanya terlihat sekali kalau dia nggak suka dengan peristiwa itu.

"Terus Cha gimana?" 

"Aku sempet bilang, 'Bukain. Itu kasian anak 4B.' Eh, dia malah bilang, 'Nggak bisa. Aku disuru si A.' Aku sebeel kalo teman-temen bilang disuruh si A. Kok mau aja disuruh-suruh begitu."

"Terus?" Saya penasaran.

"Aku sempet panggil B dari kelas 4B. Minta bantuin temennya supaya bisa keluar kelas. Akhirnya untung siy boleh keluar. Ih itu, Mi. Anak 4B yang tadi itu jadi takut kalo lewat kelasku."

"Haduh, kasian. Terus apa yang mau Cha lakukan?" Saya bertanya mengenai solusi yang dia pikirkan dari kejadian ini. 

"Kayaknya aku mesti lapor Bapak ini."

"Lapornya gimana?" tanya saya.

"Lewat surat!" jawabnya mantap.

Wiih! sahut saya dalam hati. 

"Oke. Lewat lisan atau tulisan, menyampaikan sesuatu harus dengan cara yang..."

"Baiik."

"Kata-katanya harus tetap santun ya." Cha angguk-angguk.

okinafitriani.com
okinafitriani.com
 

"Jadi tujuan dari menulis surat ini apa?" Saya mau memastikan ulang.

"Mau ngasi tau Bapak biar kejadian kayak gini nggak keulang lagi. Soalnya tadi kan pas jam istirahat. Bapak nggak di kelas."

"Oke. Niat yang utama tetap mencari ridho Allah ya. Insyaallah Allah ridho dengan cara yang mau ditempuh ini."

"Iya."

"Nanti kalo Cha udah selesai tulis surat, Ummi baca dulu ya."

"Oke."

Setelah bebersih badan dan makan, Cha mulai menulis lalu bingung, "Aku tulis apa inii?"

"Hihi.. Anggap aja kayak cerita ke Ummi tadi. Kan semangat dan lancar tuh."

"Oke oke."

Beberapa saat kemudian saya intip, dia sedang asyik menulis di kamarnya. Setelah surat satu halaman selesai, saya baca dulu dan alhamdulillah semua yang ditulis baik-baik saja. 

Keesokan harinya, jeng jeeng! Haha.. ini mah soundtrack yang sempat terlintas di benak saya. 

Sebelum berangkat sekolah, saya tanya, "Cha mau kasih suratnya kapan?"

"Nanti pas udah sampai sekolah. Di kantor guru."

"Oke. Kalau Bapak nggak ada di kantor?"

"Nanti aja pas istirahat."

"Oke sip. Kalau misalnya nih ya, ketahuan kalo Cha yang tulis surat, gimana? Teman-teman bilang atau malah marah. 'Kok kamu kasih tau Bapak sih?'" Saya ingat pesan Mbak Oki tuk mempersiapkan hal yang baik juga yang buruk.

"Hmm.." Dia berpikir sejenak. "Aku bakal bilang, kan biar nggak kejadian lagi. Kasian anak kelas 4B itu."

Saya dengarnya antara dagdigdug sama good, niy anak mantap niatnya. Hihi..

Setelah pulang sekolah, dia senyum-senyum. "Suratnya udah dikasi ke Bapak pas istirahat. Soalnya pas aku dateng, Bapak nggak di kantor."

"Hoaa.. Terus?" Ada emak kepo sambil deg-degan. Haha.

"Bapak langsung ngingetin temen-teman di kelas abis jam istirahat. Ternyata ada ortu lain juga yang ngelapor ke Bapak."

"Hoo.. sip sip." 

"Aku liat si A nunduk aja. Mudah-mudahaaan nggak kejadian lagi."

"Aamiin. Kalo misalkan kejadian lagi gimana?"

"Langsung lapor Bapak aja ya, ke kantor."

Hoaa.. saya peluk bocah 10 tahun itu. "Dirimu berani sekalii. Yang penting niatnya selalu karena Allah dan caranya yang baik yaa." 

Huhuhu.. alhamdulillah, insyaallah kebaikan-kebaikan dirinya akan semakin terang benderang terlihat dan saya pun bisa menemaninya agar terus bersama berada di koridor Allah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun