Mohon tunggu...
LoVembers
LoVembers Mohon Tunggu... Penulis - I'm a delusional artbitch who is trapped on poem, music, film, and photography.

*setiap kata yang kutulis adalah jiwa, jiwaku yang terlalu gila untuk menjadi hal lain selain sebuah tulisan*

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Wanita Dalam Cermin

24 Februari 2019   15:32 Diperbarui: 24 Februari 2019   16:01 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Aku melihat bayanganku sendiri di cermin yang usang itu. Harusnya itu adalah bayanganku sendiri, tapi aku merasa asing dengan wanita itu. Aku tidak mengenal wanita yang kini menatapku dari dalam cermin. 

"Kamu siapa?" tanyaku dengan tanya penuh penasaran. Wanita dalam cermin tersenyum misterius. 

"Kamu." Dia menjawab pendek. 

"Tapi kamu tidak mirip aku!!" Aku mengernyitkan dahi seolah tidak setuju dengan pernyataannya. Wanita itu tertawa keras. 

"Memangnya kalau tidak bercermin kamu tau seperti apa rupamu?" Dia mendengus. 

"Betul juga." Gumamku dalam hati. 

"Kamu kenapa?" wanita dalam cermin bertanya.

 "Tidak kenapa-kenapa." Jawabku. 

"Bohong!" Katanya. 

"Benar, aku baik-baik saja hanya sedikit lelah dan ingin berhenti." 

"Lelah? Kenapa?" Wanita dalam cermin terlihat heran. 

"Semuanya." Jawabku lagi. "Lelah menjalani hidup, lelah menanti, lelah merindu, lelah semuanya..." 

"Sakit?" tanyanya sedikit berempati. 

Aku mengangguk, "Sangat...." jawabku pelan. "Tapi tak ada luka yang menganga. Tak ada darah yang mengucur... Otakku tak bisa memahami rasa sakit yang timbul tanpa adanya luka dan darah yang mengucur..." sambungku kemudian. 

Perempuan dalam cermin itu menatap dengan sedikit gelisah, "Lalu, apakah kamu merasa perlu mencari luka?" tanyanya sedikit hati-hati. 

Aku tertawa kecil, "Entah... Aku sendiri pun masih belum tahu." aku menjawab dengan sedikit mengawang. Lalu aku mengalihkan pandanganku ke tangan. Sebilah pisau terselip di sana. Aku diam sesaat. Menimbang-nimbang. 

"Jangan!" cegah perempuan dalam cermin itu. Perempuan itu mengangkat wajahnya. 

"Kenapa?" tanyaku dengan nada sedikit terganggu. 

"Resapi saja sakitnya. Tak perlu mencari luka dan darah." jawab perempuan dalam cermin itu. 

Aku menghela nafas panjang, "Tapi sakit tanpa luka mengangga dan tanpa darah itu absurd! Abstrak! Aku tak suka...." jawabku sedikit merajuk. 

Perempuan dalam cermin itu menatapku lurus-lurus. "Ceritakan padaku..." katanya kemudian. 

Aku membalas tatapannya, "Tentang apa?" 

"Semuanya..." kata perempuan dalam cermin. Tenggorokanku sedikit tercekat. Ada banyak hal di dalam rongga kepalaku. Ada banyak rasa di dalam rongga jiwaku. Tapi tak satupun yang bisa aku keluarkan. Lalu semua seperti menggumpal dan mulai menutup aliran oksigen ke kepalaku. Sakit. 

"Kamu tahu rasanya sakit luar biasa di kepala karena menahan tangis?" tanyaku pada perempuan di dalam cermin itu. 

Dia menggeleng, "Kalau begitu jangan ditahan..." ujarnya mencoba memberi saran. 

"Mungkin bukan aku yang menahan. Entah apa atau siapa. Yang jelas, dadaku sesak dan kepalaku sakit." jawabku lagi. "Aku tak mau mereka tahu." sambungku kemudian. 

"Lakukan di balik pintu yang tertutup atau di tengah derasnya hujan yang turun..." kata perempuan dalam cermin itu. 

Aku hanya diam. Hujan sudah lama tak menyambangi kota ini. "Ya.... Bisa saja. Aku toh setiap hari menangis hingga tertidur..." jawabku lagi. "Aku tidur sekedar agar bisa tak merasakan sakit itu..." kataku dengan nada getir. Aku menatap perempuan dalam cermin itu, "Mau kah kamu menolongku?" aku bertanya dengan nada putus asa. 

"Apa yang bisa aku lakukan untukmu?" dia balik bertanya padaku. 

"Bantu aku untuk bertahan dan tetap kuat..." kataku padanya. Dia menatapku sambil tersenyum sedih.

"Tentu saja. Bicaralah denganku kapan saja kamu mau... Aku tahu, kamu tak punya teman bicara..."  jawabnya padaku sambil melirik pisau yang masih terselip di tanganku.

TAMAT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun