"Semuanya..." kata perempuan dalam cermin. Tenggorokanku sedikit tercekat. Ada banyak hal di dalam rongga kepalaku. Ada banyak rasa di dalam rongga jiwaku. Tapi tak satupun yang bisa aku keluarkan. Lalu semua seperti menggumpal dan mulai menutup aliran oksigen ke kepalaku. Sakit.Â
"Kamu tahu rasanya sakit luar biasa di kepala karena menahan tangis?" tanyaku pada perempuan di dalam cermin itu.Â
Dia menggeleng, "Kalau begitu jangan ditahan..." ujarnya mencoba memberi saran.Â
"Mungkin bukan aku yang menahan. Entah apa atau siapa. Yang jelas, dadaku sesak dan kepalaku sakit." jawabku lagi. "Aku tak mau mereka tahu." sambungku kemudian.Â
"Lakukan di balik pintu yang tertutup atau di tengah derasnya hujan yang turun..." kata perempuan dalam cermin itu.Â
Aku hanya diam. Hujan sudah lama tak menyambangi kota ini. "Ya.... Bisa saja. Aku toh setiap hari menangis hingga tertidur..." jawabku lagi. "Aku tidur sekedar agar bisa tak merasakan sakit itu..." kataku dengan nada getir. Aku menatap perempuan dalam cermin itu, "Mau kah kamu menolongku?" aku bertanya dengan nada putus asa.Â
"Apa yang bisa aku lakukan untukmu?" dia balik bertanya padaku.Â
"Bantu aku untuk bertahan dan tetap kuat..." kataku padanya. Dia menatapku sambil tersenyum sedih.
"Tentu saja. Bicaralah denganku kapan saja kamu mau... Aku tahu, kamu tak punya teman bicara..." Â jawabnya padaku sambil melirik pisau yang masih terselip di tanganku.
TAMAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H