"lo sih! Pak Peter bilang mau UAS, gak ada niat mau belajar. Udah rasa kan gimana? Gara-gara nilai dari pak Peter nilai lu menurun drastis." Kata Felix mengingatkan kebodohanku dulu.
"Ya, harus gimana? Aku tidak bisa memaksa diri, dari dulu aku tidak mau jadi guru. Maunya pemain musik." gumamku dalam hati.
"Hei..mulutnya di kunci dong! Sepertinya pak Peter hendak ke mari." Perintah Mija, gadis tomboi sekaligus terheboh di kelas. Aku sedikit kesal dengannya yang sering mengerjaiku.
Suasana kelas yang riuh dan ramai menjadi hening seketika setelah seorang laki-laki muda masuk dari pintu.
"Selamat pagi semua!" sapa suara itu dari depan.
"Pagi Pak!" jawab mahasiswa serentak kecuali diriku yang dari tadi hanya tertunduk malu. Why not? Karena dia adalah laki-laki yang kutabrak sekaligus menerima omelanku. Sekilas aku melihat mata coklatnya melirikku tersenyum sinis.
"Halo semua! Saya Patrick, panggil saja Erik. Saya akan mengajar kelas Linguistik Umum menggantikan pak Peter yang sudah pensiun. Ada pertanyaan?" tanyanya basa-basi. Aku baru ingat kalau pak Peter pernah bilang ia akan pensiun.
"Saya pak. Sahut Mija mengacungkan telunjuknya ke atas.
"Silahkan."
"Begini pak, sepertinya Cia mau minta nomor Handphone bapak!" sahut Mija tertawa terbahak-bahak memandangiku. Ia memang brengsek. Hobinya ganggu orang terus. Aku tidak berani berkutat sebab pikiranku teringat kejadian tadi pagi. Sungguh memalukan.
Terdengar anak-anak serentak  memandang ke arahku.