Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

A Day In My Life Mendaki Gunung Lokon

20 Maret 2023   07:33 Diperbarui: 22 Maret 2023   20:53 1880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A day in my life. Dengan tagar atau caption #adayinmylife, lihatlah keseharian orang di media sosial itu unik dan seru. Bangun pagi hingga kembali tidur di malam hari, divideokan. Aktivitas yang menyita banyak waktu seharian, juga bisa. Inilah gaya cerita visual yang lagi disukai di reels atau story.

Inilah keseharian saya dan kelompok jurnal Sekolah Lokon. Mendaki ke Gunung Lokon, Tomohon, Sulawesi Utara, Sabtu, 18 Maret 2023, setelah pandemi Covid-19.

Suara tang-ting-tung notifikasi Whatsapp Group (WAG) Jurnal Sekolah terus berbunyi. Seminggu sebelum pendakian, WAG ini membicarakan siapa yang mau ikut naik gunung. Tak sedikit bertanya, apa syaratnya ikut naik Gunung.

"Izin orang tua. Izin Pembina Asrama dan dalam keadaan sehat jasmani" begitulah saya umumkan SOP standar safety first. Sebagai pendamping pendakian Gunung Lokon, saya ingatkan agar mereka bangun pagi. Jam 5, sudah berkumpul di halaman sekolah. Lalu, berangkat menuju Pos Jalur Pelangi di kaki Gunung Lokon.

Sunrise di balik Gunung Klabat (Dok.TriLokon)
Sunrise di balik Gunung Klabat (Dok.TriLokon)

Sebelum jam 5 pagi, saya sudah berada di halaman sekolah. Suara mesin mobil Elf putih, terdengar memecah kesunyian pagi. Warna langit sudah berubah biru tua. Namun, mentari belum beranjak dari Timur atau balik Gunung Mahawu.

Dinginnya Tomohon pagi itu, tak terasa di badan. Sejak dari rumah, saya pakai jaket dan sepatu gunung. Dalam tas selempang saya, ada kamera mirrorless dan thumbler berisi air putih.

Deru Elf Putih itu terdengar lebih keras saat tancap gas di jalur tanjakan jelang tempat kami diturunkan. Sebelum memulai trekking ke Gunung, kami yang berjumlah 11 orang melakukan ritual doa. Ica, siswa kelas XII dan Ketua jurnal, memimpin doa untuk keselamatan kami dari berangkat hingga pulang.

Gunung Lokon termasuk salah satu gunung berapi di Tomohon, Sulawesi Utara. Tinggi dari permukaan laut, 1580 meter. Konon, gunung ini dinamakan Gunung Lokon karena oleh warga setempat Lokon berarti orang yang dituakan. Dalam bahasa daerah Tombulu, disebut Tou Tua Lokon, yang artinya orang yang sudah tua.

Kawah Tompaluan Gunung Lokon sumber letusan (Dok.TriLokon)
Kawah Tompaluan Gunung Lokon sumber letusan (Dok.TriLokon)

Tercatat dalam sejarah, Gunung Lokon pernah meletus pada tahun 1951. Letusan yang paling hebat terjadi pada Kamis, 14 Juli 2011. Erupsi yang disertai dengan lontaran material pijar dan hujan abu melanda di desa Kinilow, Tinoor dan Kakaskasen. Dilaporkan sekitar 10.000 warga mengungsi ke arah kota Tomohon dan Manado.

Setelah itu, Gunung Lokon tercatat meletus dalam skala kecil (2013). Hingga 2023, Gunung Lokon tampak tenang dan tidak batuk lagi. Inilah yang membuat kami gaspol melakukan pendakian ke Gunung Lokon setelah pandemi.

Gunung Lokon itu anggun. Ia punya kawah berlubang besar mirip lubang gigi pada tebing gunung sisi Utara. Di sekitar kawah, arah Utara, hamparan pasir bebatuan membentang luas dari bibir kawah hingga gundukan kaki Gunung Empung di sebelahnya. 

Bibir Kawah Tompaluan (Dok.TriLokon)
Bibir Kawah Tompaluan (Dok.TriLokon)

Sensasi naik Gunung Lokon dapat dirasakan pendaki ketika berdiri di bibir Kawah Tompaluan. Dari sini, saya melihat langsung sumber letusan Gunung Lokon. 

Asap putih berbau belerang kadang menyengat hidung, disemburkan dari kawah ini. Sensasi inilah yang membuat pendakian Gunung Lokon diminati oleh banyak orang. Pemkot Tomohon pun menjadikan pendakian sebagai aktivitas wisata yang patut dicoba oleh wisatawan dari luar pulau atau mancanegara.

Habis doa, kami berangkat untuk pendakian. Ikuti Jalur pendakian sudah ada. Jalan bertanah dengan kontur naik turun membuat badan jadi hangat. 

Pemandangan sebelah Timur, menyuguhkan langit yang memerah tanda matahari terbit dari Timur. Siluet Gunung Mahawu dan Gunung Klabat, semakin melengkapi pesona alam pagi itu. Mendaki di subuh, bonusnya sunrise.

Kurang lebih 15 menit berjalan, tibalah kami di gapura Selamat Datang. Sebuah kalimat unik menyapa kami, "Selamat datang di Gunung Lokon. Masa Lalu boleh lupakan. Sampah Jangan" begitu tulisan dari Kawanua Moribus Tomohon memberi peringatan pendaki agar tidak menjadi pembuang sampah sembarang selama pendakian.

Selamat Datang Di Gunung Lokon (Dok.TriLokon)
Selamat Datang Di Gunung Lokon (Dok.TriLokon)

Jalur pendakian sesungguhnya mulai dari jalur bekas lahar ini. Kaki saya mulai terasa pegal saat melewati jalur tanjakan ini. Napas pun mulai hosa (bahasa lokal yang berarti kelelahan). 

Maklum usia sudah kepala enam. Beda sekali dengan para siswa. Mereka berjalan cepat penuh semangat melibas semua rintangan baik tanjakan maupun batuan licin.

Saya hitung tanjakan batu bekas lahar, ada empat kali. Setelah itu, melewati kusu-kusu (rumput ilalang tinggi), dan akhirnya tibalah di jalur landai berpasir di antara bongkahan batu. Dari sini, tampak jelas Gunung Lokon berbaju ilalang hijau.

"Hore kita sudah dekat di bibir kawah" teriak Erick spontan. Sambil mengatur napas berat, sahut saya, "Apa yang dilihat mata itu nyatanya masih jauh dan masih berjalan menanjak lagi. Lihat jalan tanjakan itu. Berpasirbatu. Rawan terpeleset".

Pendakian Gunung Lokon Sabtu ini, tampak ramai oleh para pendaki. Saat bersua pendaki lain, mereka bilang dari Manado, Tondano dan Bitung. Saya lihat juga dua wisatawan mancanegara. Terlihat ada tiga tenda di sisi punggung bukit dekat Gunung Empung.

Foto bersama di bibir kawah (Dok.TriLokon)
Foto bersama di bibir kawah (Dok.TriLokon)

Puas rasanya saya tiba di bibir Kawah Tompaluan, Gunung Lokon. Menyisir bibir kawah itu, sambil berfoto bersama dan mengambil video. Enam siswa berjalan ke arah bukit kecil di sebelah Utara. Ingin melihat pemandangan kota Manado dan Gunung Manado Tua sekitar Bunaken, dari puncak kecil itu.

"Bagaimana, lihat Manado?" tanya saya pada Fido. "Yah, terhalang dengan tingginya rumput. Kelihatan sedikit" ujar Fido. "Saya tadi sudah bilang. Kalau dilihat dengan mata tampak dekat. Tapi jika dijalani ternyata jauh. Hijaunya bukit itu ternyata rumput alang-alang setinggi manusia.

Camping di Kakai Gunung Empung Utara Gunung Lokon (Dok.TriLokon)
Camping di Kakai Gunung Empung Utara Gunung Lokon (Dok.TriLokon)

Saya berdiri di bibir kawah. Menengok ke bawah. Melihat asap itu keluar dari batu belerang berwarna kuning. Mengingatkan saya pada "blue fire" di kawah Ijen.

Sambil mengamati asap yang keluar, terbayang di benak saya, letusan 2011 yang membuat 10.000 warga di kaki Gunung Lokon mengungsi. Semburan erupsi setinggi hampir 700 meter keluar dari mulut kawah ini disertai batu berpijar dan dentuman keras hingga terdengar di desa Kakaskasen.

Debu vulkaniknya membumbung tinggi ke langit seketika langit jadi hitam seperti mendung. Membayangkan saja sudah takut, apalagi saat meletus.

A day in my life, Pendakian Gunung Lokon (Dok.TriLokon)
A day in my life, Pendakian Gunung Lokon (Dok.TriLokon)

Setelah menyisir bibir kawah Tompaluan dan beristirahat sebentar di atas batu besar, kami lalu turun Gunung. Jarum jam menunjuk angka 8 pagi.

"Turunnya lebih terasa di lutut kaki daripada naik tadi. Hati-hati ya bagi yang pakai sepatu beralas datar. Kemungkinan kepleset lebih banyak" ucap saya kepada para siswa. Saya sendiri pakai sepatu gunung. Teruji tidak mudah terpeleset di jalur naik atau turun.

Setibanya di tempat parkir, roda Elf putih bergerak ke Parakletos, Tomohon. Akhirnya, tenggorokan kering terasa nikmat setelah dibasahi dengan Es Bernebon Alpukat Durian. Perut pun terobati dengan Mie Cakalang.

Itulah keseharian kami. Salam pendakian. Salam Kotekasiana.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun