Setelah jauh meninggalkan tempat kerja, akhirnya pesawat ATR berbaling-baling menurunkan saya dan teman saya (Guru Mandarin) di Labuan Bajo, Flores. Siang itu (16/12), kami disambut dengan cuaca yang cerah di Bandara Komodo, pintu gerbang Wisata Komodo.
Ruang pengambilan bagasi Bandara Komodo terkesan bersih dan suasana wisatanya, sangat kental dengan menempelkan foto-foto objek-objek wisata yang menjadi andalan Tur Komodo.Â
Sambil menunggu bagasi, saya melihat jelas wajah-wajah wisatawan dari berbagai manca negara. Yang mudah dikenali adalah dari India dan China, karena kulit dan dialek bahasanya.
Akomodasi hotel sudah saya pesan jauh hari lewat aplikasi online. Demikian juga tiket pesawatnya untuk pulang-pergi. Ini untungnya booking pesawat dan hotel melalui online, tidak ribet.
Lalu, kami bergegas keluar bandara dan sopir langsung meminta tiket dan tak lama kemudian mempersilahkan masuk ke mobil innovanya.
Menuju ke hotel De Chocolate di bibir pantai Pelabuhan Labuan Bajo, hanya memakan waktu kurang dari 15 menit. Ternyata Bandara dengan pelabuhan Labuan Bajo jaraknya tidak jauh.Â
Sepanjang perjalanan, saya melihat suasana kota Labuan Bajo yang didominasi oleh bersandarnya aneka kapal dan hotel-hotel yang dibangun di puncak bukit dan di dekat pelabuhan.
Trip ke Labuan Bajo, kami rencanakan dengan cara sendiri. Saya hanya mengandalkan kenalan orang Labuan Bajo, tidak langsung pakai agen tour yang banyak dijumpai di sepanjang jalan dekat hotel atau lewat media sosial seperti instagram.
"Bapak mau pilih yang mana, private tour, open trip atau sharing tour?" tanya Pak Ignas, kenalan baru saya yang baru saja mengantar para Kepala Sekolah yang difasilitasi oleh UPH.
Pilihan jenis tour menentukan harga yang harus dibayar serta jumlah destinasi wisata yang didapat. Demikian kesimpulan saya sesaat Pak Ignas berbincang dengan kami di teras hotel sembari menikmati kopi hitam flores dan "sunset" yang indah di Pelabuhan Baju.
"Kami pilih yang sharing tour yang waktunya singkat sehari dari pagi hingga sore" jawab saya kepada pak Ignas dan ditanggapi dengan memberikan informasi pembayaran dilakukan saat mau naik kapal.Â
Pak Ignas juga menyampaikan rutenya, dari Pelabuhan Labuan Bajo, terus ke Pulau Padar, Pink Beach, Pulau Komodo, Pasir Timbul "Taka Makasar", Snorkeling Ikan Manta (Pari) dan Pulau Kenawa.
"Bapak besok dijemput jam 05.30, mohon siap sebelumnya" pesan pak Ignas sebelum pergi.
Tetiba di pelabuhan kami langsung diarahkan untuk menuju "speed boat" (bukan kapal phinisi). Sebelum masuk kapal, petugas mengecek nama dan pelunasan pembayaran para peserta.Â
Setelah itu kami dipersilahkan masuk ke kapal berkapisitas 20 tempat duduk di ruang dalam. Penumpang bisa juga duduk di buritan atau di atas dek, meski terbatas tempat duduknya.
Tiba-tiba, teman saya berteriak (dalam bahasa Inggris) bahwa hapenya tertinggal di mobil penjemput. Lalu saya memberitahu ke petugas kapal, agar menghubungi sopir yang menjemput kami.Â
Ternyata benar, tertinggal di mobil. Hampir 15 menit kami menunggu hape teman saya yang setidaknya membuat "delay" keberangkatan kapal kami.
Bau asin air laut dan udara sejuk seolah mengantar keberangkatan trip kami menjelajah pulau-pulau wisata hingga ke Taman Nasional Komodo.
Selain dua perempuan berjilbab, dan turis asing, serta kami berdua, juga ikut dalam "sharing tour" satu keluarga dari Jakarta, suami-isteri dan kedua anaknya. Di samping itu, rombongan empat warga China, solo traveller dari China, Australia, sepasang turis dari Perancis dan India.
Satu lagi, bro Ari mengatakan untuk keperluan tiket masuk objek wisata yang dikunjungi, dan tips pemandu dan awak kapal, setiap peserta merogohkan koceknya sebesar 125 ribu untuk domestik, untuk non domestik 300 ribu. Tambahan biaya ini diberikan ke bro Ari di atas kapal sebelum tiba di Pulau Padar.
Pulau Padar Yang Tidak Memudar
Pulau Padar dengan keindahan alamnya sangat instagramble. Tak sedikit wisatawan yang ngetrip ke Komodo mengunggah fotonya di Pulau Padar di instagram.Â
Foto-foto di puncak bukit di Pulau Padar dengan tiga lekukan pantai birunya berpasir putih yang melatarbelakangi, tak lagi jadi mainstream di dunia maya tetapi itulah kecantikan pulau padar yang wajib dikunjungi.
Perjuangan, tekad dan semangat dalam pendakian rupanya harus dibawa untuk mencapai puncak Bukit Padar. Ini semua untuk sebuah keindahan dan panorama alam yang sangat indah.
Saya tak hanya berfoto ria. Duduk di atas bebatuan di puncak bukit dan memandang panorama alam di sekeliling memberikan kepuasan tersendiri sekaligus sebagai harga terbayarkan setelah "ngos-ngosan" mendaki.Â
Pulau-pulau berbukit, dengan lekukan pantai berpasir putih menggaris lautan biru bersih, membuat hati merasa tentram dan sekaligus mengusir kepenatan rutinitas kantor yang melelahkan.
Sekitar enam kapal merapat di Pulau Padar bersamaan dengan kapal kami. Itupun silih berganti. "Yah pagi ini sudah ada sekitar 100 wisatawan yang datang ke Pulau Padar" kata petugas berbaju hijau mirip pegawai Likungan Hidup.
Sambil menyedu air kelapa muda seharga 30 ribu, saya bertanya per hari wisatawan datang ke pulau Padar ini berapa. Tampak petugas tadi susah menjawab karena tidak pasti. "Tergantung musimnya. Musim liburan, bisa per hari 500 wisatawan. Kalau tidak musim liburan, rata-rata antara 75-100 orang" sambungnya.
Sekitar satu jam lebih, kami berada di Pulau Padar. Kapal "speed boat" putih bergaris biru  dengan tulisan New Hope, bergerak membawa kami ke destinasi wisata selanjutnya.
Pantai Pink Beach ditempuh kurang lebih 15 menit dari Pulau Padar. Pantai berpasir "pink" menarik perhatian wisatawan bukan hanya karena warna pasirnya saja tetapi di sekitar pantai juga memiliki terumbu karang dan ikan-ikan yang bisa dilihat lewat snorkling.
"Sehabis ngos-ngosan di Pulau Padar, sekarang bisa ngadem dulu di pantai Pink ini, sambil berselfi ria" kata Bro Ari, pemandu wisata kami.
(Bersambung ke Komodo...)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H