Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

[Trip Labuan Bajo] Pulau Padar yang Tidak Pudar

9 Januari 2019   20:44 Diperbarui: 11 Januari 2019   18:55 2184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah jauh meninggalkan tempat kerja, akhirnya pesawat ATR berbaling-baling menurunkan saya dan teman saya (Guru Mandarin) di Labuan Bajo, Flores. Siang itu (16/12), kami disambut dengan cuaca yang cerah di Bandara Komodo, pintu gerbang Wisata Komodo.

Ruang pengambilan bagasi Bandara Komodo terkesan bersih dan suasana wisatanya, sangat kental dengan menempelkan foto-foto objek-objek wisata yang menjadi andalan Tur Komodo. 

Sambil menunggu bagasi, saya melihat jelas wajah-wajah wisatawan dari berbagai manca negara. Yang mudah dikenali adalah dari India dan China, karena kulit dan dialek bahasanya.

Akomodasi hotel sudah saya pesan jauh hari lewat aplikasi online. Demikian juga tiket pesawatnya untuk pulang-pergi. Ini untungnya booking pesawat dan hotel melalui online, tidak ribet.

Sovenir Komodo (dokpri)
Sovenir Komodo (dokpri)
"Lima puluh ribu, pak" jawab nona muda bagian sewa taksi bandara. Setelah saya bayar, saya dapat secarik kertas semacam tiket yang nanti diserahkan kepada sopir taksi bandara pelat hitam. 

Lalu, kami bergegas keluar bandara dan sopir langsung meminta tiket dan tak lama kemudian mempersilahkan masuk ke mobil innovanya.

Menuju ke hotel De Chocolate di bibir pantai Pelabuhan Labuan Bajo, hanya memakan waktu kurang dari 15 menit. Ternyata Bandara dengan pelabuhan Labuan Bajo jaraknya tidak jauh. 

Sepanjang perjalanan, saya melihat suasana kota Labuan Bajo yang didominasi oleh bersandarnya aneka kapal dan hotel-hotel yang dibangun di puncak bukit dan di dekat pelabuhan.

Susana Malam Dekat Hotel (Dokpri)
Susana Malam Dekat Hotel (Dokpri)
"Lihat, di kanan-kiri jalan suasananya seperti di Bali. Turis yang lalu lalang. Cafe resto  dengan view pelabuhan, agen-agen wisata, persewaan sepeda motor dan mobil, mini market, bank, semuanya terpapang dengan tulisan yang besar dan jelas" ungkap saya kepada teman saya.

Trip ke Labuan Bajo, kami rencanakan dengan cara sendiri. Saya hanya mengandalkan kenalan orang Labuan Bajo, tidak langsung pakai agen tour yang banyak dijumpai di sepanjang jalan dekat hotel atau lewat media sosial seperti instagram.

"Bapak mau pilih yang mana, private tour, open trip atau sharing tour?" tanya Pak Ignas, kenalan baru saya yang baru saja mengantar para Kepala Sekolah yang difasilitasi oleh UPH.

Pilihan jenis tour menentukan harga yang harus dibayar serta jumlah destinasi wisata yang didapat. Demikian kesimpulan saya sesaat Pak Ignas berbincang dengan kami di teras hotel sembari menikmati kopi hitam flores dan "sunset" yang indah di Pelabuhan Baju.

"Kami pilih yang sharing tour yang waktunya singkat sehari dari pagi hingga sore" jawab saya kepada pak Ignas dan ditanggapi dengan memberikan informasi pembayaran dilakukan saat mau naik kapal. 

Pak Ignas juga menyampaikan rutenya, dari Pelabuhan Labuan Bajo, terus ke Pulau Padar, Pink Beach, Pulau Komodo, Pasir Timbul "Taka Makasar", Snorkeling Ikan Manta (Pari) dan Pulau Kenawa.

"Bapak besok dijemput jam 05.30, mohon siap sebelumnya" pesan pak Ignas sebelum pergi.

Kapal kami (Dokpri)
Kapal kami (Dokpri)
Senin pagi (17/1) langit masih belum membuka mata dengan sempurna, penjemput sudah datang dan kami dipersilahkan masuk mobilnya. Di dalam mobil sudah ada satu laki-laki turis asing, dan dua perempuan berjilbab yang ternyata mempunyai tujuan yang sama.

Tetiba di pelabuhan kami langsung diarahkan untuk menuju "speed boat" (bukan kapal phinisi). Sebelum masuk kapal, petugas mengecek nama dan pelunasan pembayaran para peserta. 

Setelah itu kami dipersilahkan masuk ke kapal berkapisitas 20 tempat duduk di ruang dalam. Penumpang bisa juga duduk di buritan atau di atas dek, meski terbatas tempat duduknya.

Tiba-tiba, teman saya berteriak (dalam bahasa Inggris) bahwa hapenya tertinggal di mobil penjemput. Lalu saya memberitahu ke petugas kapal, agar menghubungi sopir yang menjemput kami. 

Ternyata benar, tertinggal di mobil. Hampir 15 menit kami menunggu hape teman saya yang setidaknya membuat "delay" keberangkatan kapal kami.

Buat Wisatawan (Dokpri)
Buat Wisatawan (Dokpri)
Deru mesin kapal memecah keheningan pelabuhan Labuan Bajo. Kapal mulai bergerak. Suasana pagi di pelabuhan itu, masih sepi. Tampak kapal-kapal bersandar rapi dan bergoyang naik turun mengikuti irama ombak. 

Bau asin air laut dan udara sejuk seolah mengantar keberangkatan trip kami menjelajah pulau-pulau wisata hingga ke Taman Nasional Komodo.

Selain dua perempuan berjilbab, dan turis asing, serta kami berdua, juga ikut dalam "sharing tour" satu keluarga dari Jakarta, suami-isteri dan kedua anaknya. Di samping itu, rombongan empat warga China, solo traveller dari China, Australia, sepasang turis dari Perancis dan India.

Dermaga Pulau Padar (dokpri)
Dermaga Pulau Padar (dokpri)
Dalam perjalanan, pemandu wisata yang dipanggil akrab dengan Ari, menjelaskan detil mulai dari rute perjalanan, larangan-larangan bagi wisatawan, seperti tidak buang sampah sembarangan, tidak menginjak terumbu karang saat snorkling, dan prosedur keselamatan saat di kapal.

Satu lagi, bro Ari mengatakan untuk keperluan tiket masuk objek wisata yang dikunjungi, dan tips pemandu dan awak kapal, setiap peserta merogohkan koceknya sebesar 125 ribu untuk domestik, untuk non domestik 300 ribu. Tambahan biaya ini diberikan ke bro Ari di atas kapal sebelum tiba di Pulau Padar.

Pulau Padar Yang Tidak Memudar
Pulau Padar dengan keindahan alamnya sangat instagramble. Tak sedikit wisatawan yang ngetrip ke Komodo mengunggah fotonya di Pulau Padar di instagram. 

Foto-foto di puncak bukit di Pulau Padar dengan tiga lekukan pantai birunya berpasir putih yang melatarbelakangi, tak lagi jadi mainstream di dunia maya tetapi itulah kecantikan pulau padar yang wajib dikunjungi.

Pedakian ke Puncak Bukit Padar (Dokpri)
Pedakian ke Puncak Bukit Padar (Dokpri)
Untuk mendapatkan keindahan Pulau Padar itu, ternyata harus berjuang. Pendakiannya cukup ekstrim dan menguras tenaga. Meski jalannya sudah bertangga kayu, tetapi tetap saja "ngos-ngosan" (terutama bagi saya yang jarang olah raga). 

Perjuangan, tekad dan semangat dalam pendakian rupanya harus dibawa untuk mencapai puncak Bukit Padar. Ini semua untuk sebuah keindahan dan panorama alam yang sangat indah.

Saya tak hanya berfoto ria. Duduk di atas bebatuan di puncak bukit dan memandang panorama alam di sekeliling memberikan kepuasan tersendiri sekaligus sebagai harga terbayarkan setelah "ngos-ngosan" mendaki. 

Pulau-pulau berbukit, dengan lekukan pantai berpasir putih menggaris lautan biru bersih, membuat hati merasa tentram dan sekaligus mengusir kepenatan rutinitas kantor yang melelahkan.

Eksotisme Padar (Dokpri)
Eksotisme Padar (Dokpri)
"Pasir putih itu bukan berasal dari tanah bukit kapur kering, tetapi merupakan hasil abrasi terumbu karang yang berwarna putih dan dihempas oleh ombak ke pantai. Itu terjadi sudah ratusan tahun" kata pemandu wisata dari kapal lain.

Sekitar enam kapal merapat di Pulau Padar bersamaan dengan kapal kami. Itupun silih berganti. "Yah pagi ini sudah ada sekitar 100 wisatawan yang datang ke Pulau Padar" kata petugas berbaju hijau mirip pegawai Likungan Hidup.

Sambil menyedu air kelapa muda seharga 30 ribu, saya bertanya per hari wisatawan datang ke pulau Padar ini berapa. Tampak petugas tadi susah menjawab karena tidak pasti. "Tergantung musimnya. Musim liburan, bisa per hari 500 wisatawan. Kalau tidak musim liburan, rata-rata antara 75-100 orang" sambungnya.

Pinky di Pantai Pink (Dokpri)
Pinky di Pantai Pink (Dokpri)
Pink Beach

Sekitar satu jam lebih, kami berada di Pulau Padar. Kapal "speed boat" putih bergaris biru  dengan tulisan New Hope, bergerak membawa kami ke destinasi wisata selanjutnya.

Pantai Pink Beach ditempuh kurang lebih 15 menit dari Pulau Padar. Pantai berpasir "pink" menarik perhatian wisatawan bukan hanya karena warna pasirnya saja tetapi di sekitar pantai juga memiliki terumbu karang dan ikan-ikan yang bisa dilihat lewat snorkling.

"Sehabis ngos-ngosan di Pulau Padar, sekarang bisa ngadem dulu di pantai Pink ini, sambil berselfi ria" kata Bro Ari, pemandu wisata kami.

Menyusuri Pantai Pink (Dokpri)
Menyusuri Pantai Pink (Dokpri)
Saya dan Mister Jay, guru mandarin, bersama teman trip menyusuri pantai hingga sampai di bebatuan. Mister Jay, snorkling dari bebatuan menuju ke kapal. Sementara saya dengan lainnya berfoto ria sambil berlarian di hampasan pasir pink yang semakin indah ketika terkena pantulan. sinar matahari.

Snorkling (Dokpri)
Snorkling (Dokpri)
Puas menikmati pantai pink, kami di bawa ke Pulau Komodo, Balai Taman Nasional Komodo.

(Bersambung ke Komodo...)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun