Dalam diskusi itu, Adhi Karyono, Direktur PSKBA akan mendorong Tagana Propinsi dan Tagana Tomohon untuk membuat kegiatan sosialisasi antispasi bencana atau tanggap bencana di lokasi rawan bencana, seperti di sekolah Lokon, secara berkelanjutan. Ini mengingat setiap tiga tahun siswa di sini sudah lulus.
"Beragam untuk bersatu. Bersatu untuk penanggulangan bencana" tema yang diangkay dalam kegiatan Jambore Nasional Tagana 2017.
"Kalau tiba-tiba terjadi bencana alam, seperti Gunung Lokon Meletus, atau gempa bumi, apa yang kalian pertama-tama lakukan?" kata Aimi di hadapan para siswa. Satu dua siswa menjawab, kami harus menyelamatkan diri secepatnya.
"Lalu bagaimana cara menyelematkan diri?" tanya Aimi. Sejenak para siswa diam. Lalu delegasi tagana Filipina itu, disaksikan dari Malaysia, Kamboja dan Japan, menjelaskan bahwa pertama-tama siswa harus mengenali besar kecilnya bencana alam dan kondisi bangunan serta jalur-jalur evakuasi. Jangan panik. Pegang kepala dengan kedua tangan. Masuk ke kolong meja belajar. Setelah agak reda, keluar ruangan melalui pintu. Dahulukan yang sakit dan perempuan. Ikuti petunjuk arah evakuasi yang sudah dipasang.
Di ujung Bhakti Sosial Tagana "Goes to school", terbersit jaminan program Mitigasi bencana akan dilakukan secara berkelanjutan yang nantinya akan dibidani oleh Kemensos RI melalui Tagana Tomohon.
Catatan:
Dalam kegiatan Tagana "Goes to school" di SMA Lokon, Kompasianer Prabu Bathara Kresno juga membuat repotase Lain Sisi: Tagana "Goes to School" di sekolah saya. Tulisan ini juga meralat nama Kepsek SMA Lokon sebenarnya bukan Fery Doringin tetapi Stephanus I. Poluan, SIP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H