Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[HUT RTC] Ziarah ke Roma

5 Maret 2016   07:16 Diperbarui: 5 Maret 2016   09:08 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bagaimana kalau ibu meninggal saat berziarah?"

Lelaki itu dan kakak perempuannya terhantui oleh pikiran buruk masing-masing. Betapa repotnya mengurus jenasah antar negara. Tak sedikit biaya yang akan dikeluarkan untuk itu. Pasti merepotkan banyak orang karena banyak hal yang diurus hingga nisan itu berdiri tegak.

Lelaki separuh baya itu termenung. Pikirannya melayang ke masa lalu. Ketika itu, di pintu sekolah SMA berasrama, ibu memberi pesan kepadanya.

"Nak, setelah empat tahun sekolah seminari, ibu akan menjemputmu di pintu ini dan ibu akan serahkan jubah putih yang ibu jahit sendiri"

Hati lelaki itu membuncah resah bila mengingat nasehat beliau itu. Asa yang menggunung telah lama tak pernah terjadi seiring dengan tersimpannya pakaian yang dijahit beliau sendiri di lemari hingga anak-anaknya diwisuda. Orang tua sudah membuat kita berhasil. Apa salahnya sekarang anak dan cucunya membuat orang tua bahagia. 

"Selama ini beliau tidak kita ajak pergi karena kekuatiran beliau tidak kuat dalam perjalanan. Tetapi, ketika kita direnungkan lebih mendalam, kami semua sadar kita tidak boleh mengukur-ukur kekuatan orang tua"

Beliau adalah orang yang luar biasa. Kalau sudah punya keinginan tidak bisa dibatalkan. Takut kena tulah. Ini sama dengan keinginannya saat membesarkan anak-anaknya hingga dewasa dan mandiri semua.

"Semangatnya hebat tetapi dari kacamata saya ibu sering saya anggap berlebihan".

***

"Bu, besok ibu dipastikan ziarah ke Roma. Kakak dan anak saya akan mendampingi ibu. Kursi roda ibu, nanti yang ngurus anak saya. Maaf, saya tidak ikut karena masih ada pekerjaan. Oh ya ibu jangan kuatir di Roma ada teman saya yang jadi pastor, beliau bersedia dengan senang hati menemani ibu berziarah"

Lelaki itu melambaikan tangannya di pintu keberangkatan Soekarno Hatta. Wajahnya tampak segar saat burung besi itu terbang. Lelaki itu yakin kemauan keras ibunya pasti membuahkan hasil. Yaitu, kedamaian di hati sepulangnya berziarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun