Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

DPRD Tidak Mau Membahas APBD, Apa Dampaknya?

17 Desember 2023   02:31 Diperbarui: 17 Desember 2023   02:31 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Julianda BM

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah bersama Kepala Daerah yang mempunyai 3 (tiga) fungsi utama, yaitu fungsi pembentuk peraturan daerah, Fungsi Anggaran (Budgeting), dan Fungsi Pengawasan (Controlling).

Sebagai pelaksanaan fungsi anggaran DPRD mempunyai kewenangan melakukan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap tahun anggaran untuk disetujui bersama kepala daerah (eksekutif).

APBD merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang disusun oleh pemerintah daerah untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan salah satu instrumen penting dalam pembangunan daerah karena menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan berbagai program dan kegiatan.

Proses penyusunan APBD melibatkan dua lembaga, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan kepala daerah. DPRD memiliki peran penting dalam proses penyusunan APBD, yaitu memberikan persetujuan terhadap rancangan APBD yang diajukan oleh kepala daerah.

Dalam melakukan pembahasan APBD, DPRD dibantu oleh sebuah alat kelengkapan yaitu Badan Anggaran, dan Kepala Daerah dibantu melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).

Sebelum sampai pada tahap pembahasan di DPRD, rancangan APBD disusun sebelumnya oleh TAPD yang terdiri dari beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Sekretaris Daerah secara ex officio sebagai Ketua TAPD, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD), dan Inspektorat.

Untuk memahami lebih jauh, APBD mempunyai fungsi yang sangat urgen dalam pembangunan daerah dan kelangsungan roda pemerintahan suatu daerah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, fungsi APBD terdiri atas: 

Pertama, fungsi otorisasi. Dimana, APBD sebagai dasar utama untuk melaksanakan pendapatan dan belanja di tahun berkenaan.

Kedua, fungsi perencanaan. Artinya, APBD sebagai pedoman bagi manajemen dalam merencanakan program dan kegiatan tahun berkenaan.

Ketiga, fungsi pengawasan. Maksudnya, APBD menjadi pedoman untuk menilai kesesuaian antara penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Keempat, fungsi alokasi. Dalam hal ini APBD diarahkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan agar dapat mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.

Kelima, fungsi distribusi. Dimana, kebijakan APBD harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Keenam, fungsi stabilisasi. Maksudnya, APBD sebagai alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

Mekanisme pembahasan APBD diatur dalam beberapa peraturan yang secara hirarkis, mulai dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).

Dalam Pasal 308 UU Pemda mengamanatkan bahwa menteri menetapkan pedoman penyusunan APBD setiap tahunnya. Sebagai tindak lanjut dari pasal ini, Menteri Dalam Negeri menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2024 (Permendagri).

Adapun batas akhir persetujuan bersama antara DPRD dan Kepala Daerah atas Rancangan Peraturan Daerah (Perda) APBD, menurut Permendagri tersebut adalah tanggal 30 November.

Terkait dengan jadwal penyusunan dan pembahasan APBD Tahun Anggaran 2024 diatur melalui Permendagri No. 15 tahun 2023.

Dalam beberapa kasus, DPRD tidak mau membahas APBD sehingga menyebabkan keterlambatan dalam persetujuan bersama antara DPRD dan kepala daerah. Keterlambatan persetujuan APBD dapat menimbulkan berbagai permasalahan, baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat.

Salah satu contohnya ada di Kota Subulussalam Provinsi Aceh. Sampai saat ini (17/12/2023) di Kota Subulussalam, Aceh, DPRK (Dewan Perwakilan Rakyat Kota)--sebutan DPRD di Aceh---belum melakukan pembahasan terhadap rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) yang menjadi cikal bakal APBD. Oleh sebab itu, sudah barang tentu Rancangan APBD sendiri pun belum dibahas.

Faktor-Faktor yang Menyebabkan DPRD Tidak Mau Menyusun APBD

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan DPRK Subulussaam tidak mau membahas APBD, diantaranya:

Pertama, terdapat perbedaan kepentingan antara DPRK dan Walikota Subulussalam. DPRK dan Walikota Subulussalam memiliki kepentingan yang berbeda-beda dalam penyusunan APBD.

DPRK memiliki kepentingan untuk membela kepentingan masyarakat, sedangkan kepala daerah memiliki kepentingan untuk menjalankan program dan kebijakannya. Perbedaan kepentingan ini dapat menyebabkan terjadinya deadlock dalam proses penyusunan APBD.

Kedua, disebabkan kurang transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan APBD. DPRK sering kali tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang proses penyusunan APBD dari kepala daerah. Hal ini dapat menyebabkan DPRK merasa kesulitan untuk memberikan persetujuan terhadap rancangan APBD yang diajukan oleh kepala daerah.

Ketiga, karena kurangnya koordinasi antara DPRK dan kepala daerah. DPRK dan kepala daerah sering kali tidak melakukan koordinasi yang baik dalam proses penyusunan APBD. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahpahaman dan konflik antara kedua lembaga tersebut.

Terakhir, konfigurasi politik dengan proses pemilu dan prilpres saat ini yang tengah bergulir sangat berpengaruh dalam hubungan kelembagaan antara DPRK dan Walikota Subulussalam.

Anggota DPRK yang berasal dari Partai politik yang berseberangan dengan Pemerintah Kota Subulussalam (oposisi) juga mempengaruhi proses pembahasan APBK di Kota Subulussalam.

Dengan tidak dibahasnya Rancangan APBD oleh DPRK, dapat berdampak luas bagi pembangunan daerah maupun dampak bagi masyarakat.

Dampak Keterlambatan Persetujuan APBD

Keterlambatan persetujuan APBD dapat menimbulkan berbagai permasalahan, baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat, antara lain: Pertama, menyebabkan gangguan terhadap pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah daerah. 

Keterlambatan persetujuan APBD dapat mengganggu pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah daerah yang telah direncanakan. Hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat.

Kedua, adanya peningkatan risiko korupsi. Keterlambatan persetujuan APBD dapat meningkatkan risiko korupsi dalam pengelolaan APBD. Hal ini karena pemerintah daerah memiliki keleluasaan untuk melakukan penyesuaian anggaran tanpa persetujuan DPRK.

Ketiga, adanya ketidakpuasan masyarakat. Keterlambatan persetujuan APBD dapat menimbulkan ketidakpuasan masyarakat. Hal ini karena masyarakat merasa bahwa pemerintah daerah tidak serius dalam melaksanakan pembangunan.

Solusi untuk Mengatasi Keterlambatan Persetujuan APBD

Untuk mengatasi keterlambatan persetujuan APBD, diperlukan upaya dari berbagai pihak, baik dari pemerintah daerah, DPRK, maupun masyarakat. Berikut ini adalah beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan:

Pertama, peningkatan komunikasi dan koordinasi antara DPRK dan Walikota Subulussalam. DPRK dan Walikota Subulussalam perlu meningkatkan komunikasi dan koordinasi dalam proses penyusunan APBD. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan rutin dan membahas berbagai hal terkait penyusunan APBD.

Kedua, peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan APBD. Kepala daerah perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan APBD. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi yang memadai kepada DPRK tentang proses penyusunan APBD.

Ketiga, penegakan sanksi bagi DPRK dan Walikota Subulussalam yang tidak menyetujui APBD. Pemerintah perlu menerapkan sanksi bagi DPRK dan Walikota Subulussalam yang tidak menyetujui APBD. Sanksi ini dapat berupa penundaan pencairan gaji pokok dan tunjangan bagi anggota DPRK dan Walikota Subulussalam.

Kesimpulan

Keterlambatan persetujuan APBD merupakan permasalahan yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Pemerintah daerah, DPRK, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mengatasi permasalahan ini.

Dengan peningkatan komunikasi, koordinasi, transparansi, dan akuntabilitas, diharapkan keterlambatan persetujuan APBD dapat dihindari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun