Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Mengkaji Kembali Alternatif Upaya Penghapusan KDRT: Urgensi Perlindungan bagi Korban

8 Desember 2023   11:04 Diperbarui: 15 Desember 2023   11:15 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ini menggambarkan kekerasan dalam rumah tangga.(Dok BBC via kompas.com)

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang masih marak terjadi di Indonesia. 

Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), sepanjang tahun 2022, terdapat 2.509.391 kasus KDRT yang dilaporkan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.473.118 kasus terjadi di dalam rumah tangga.

Maraknya kasus KDRT ini tentu menjadi suatu hal yang mengkhawatirkan. Terlebih, beberapa kasus KDRT bahkan telah menyebabkan korban jiwa, seperti yang terjadi baru-baru ini di Jakarta Selatan. Dalam kasus tersebut, seorang ayah diduga tega membunuh empat orang anaknya sendiri.

Kasus-kasus KDRT yang menyebabkan korban jiwa ini tentu menjadi bukti bahwa KDRT merupakan suatu kejahatan yang serius. Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya yang lebih tegas untuk mencegah dan menghapuskan KDRT di Indonesia.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengkaji kembali regulasi terkait KDRT. Saat ini, KDRT di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). 

Dalam UU tersebut, KDRT yang dikategorikan kekerasan fisik yang mengakibatkan luka berat diancam pidana dengan pidana penjara 10 tahun, ancaman pidana termasuk dalam pidana berat. 

Terlebih-lebih mengakibatkan matinya korban KDRT, perbuatan pelaku dapat dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda maksimal Rp.30 juta. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 44.

Ancaman hukuman yang relatif berat ini dinilai masih tidak cukup untuk memberikan efek jera bagi pelaku KDRT. Oleh karena itu, perlu adanya kajian kembali untuk meningkatkan ancaman hukuman bagi pelaku KDRT. Salah satu opsi yang dapat dipertimbangkan adalah dengan mengkategorikan KDRT sebagai tindak pidana berat.

Dengan mengkategorikan KDRT sebagai tindak pidana berat, maka ancaman hukuman bagi pelaku KDRT akan menjadi lebih berat, yaitu penjara maksimal 20 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta. 

Ancaman hukuman yang lebih berat ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku KDRT dan mencegah terjadinya kasus KDRT di masa yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun