Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Stunting ditandai dengan tinggi badan anak yang lebih rendah dari standar usianya.
Stunting merupakan masalah gizi yang serius, karena dapat berdampak negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dalam jangka pendek, stunting dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar, gangguan perkembangan otak, dan gangguan metabolisme.
Dalam jangka panjang, stunting dapat menyebabkan anak mengalami risiko tinggi terhadap berbagai penyakit kronis, seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, dan obesitas. Stunting juga dapat menyebabkan anak mengalami keterbelakangan mental dan sosial.
Oleh karena itu, penting untuk memahami stunting, agar kita dapat mencegah dan mengatasi masalah ini. Berikut adalah beberapa alasan mengapa penting untuk memahami stunting:
- Stunting adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius. Stunting dapat berdampak negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
- Stunting dapat dicegah. Stunting dapat dicegah dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan bergizi, meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang gizi, dan meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan.
- Upaya penanggulangan stunting memerlukan kerja sama berbagai pihak. Upaya penanggulangan stunting memerlukan kerja sama pemerintah, masyarakat, dan swasta.
Untuk itu, diperlukan langkah-langkah penting agar kita dapat memahami tentang apa dan bagaimana tentang stunting, yakni:
- Membaca informasi tentang stunting. Ada banyak informasi tentang stunting yang dapat kita temukan di internet, buku, dan media lainnya.
- Berdiskusi dengan ahli gizi. Ahli gizi dapat memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat tentang stunting.
- Ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan stunting. Kegiatan-kegiatan ini dapat membantu kita untuk lebih memahami stunting dan cara-cara pencegahannya.
Dengan memahami stunting, kita dapat berperan aktif dalam upaya penanggulangan masalah ini.
Stunting merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia, termasuk di Aceh. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan tahun 2022, prevalensi balita stunting di Aceh sebesar 31,2%, yang berarti masih lebih dari 1 dari 3 balita di Aceh mengalami stunting.
Dikutip dari laman databoks, sebaran kasus stunting di kabupaten/kota di Aceh pada tahun 2022 dapat digambarkan sebagai berikut:
- Sebaran kasus stunting di Aceh secara umum terkonsentrasi di wilayah pesisir dan dataran rendah. Hal ini dapat dilihat dari prevalensi balita stunting di wilayah tersebut yang sebagian besar berada di atas rata-rata provinsi, yaitu 31,2%.
- Kota Subulussalam merupakan wilayah dengan prevalensi balita stunting tertinggi di Aceh, yakni 47,9%. Angka ini melonjak 6,1 poin dari 2021 yang sebesar 41,8%.
- Kabupaten Aceh Utara menempati peringkat kedua di Aceh dengan prevalensi balita stunting sebesar 38,3%. Posisinya disusul oleh Kabupaten Pidie Jaya dengan prevalensi balita stunting 37,8%.
- Prevalensi balita stunting terendah berada di Kabupaten Aceh Jaya, yakni 19,9%.
Prevalensi stunting yang tinggi di Aceh tentunya menjadi tantangan bagi pemerintah daerah untuk segera mengambil langkah-langkah penanggulangan. Namun, upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Aceh selama ini masih belum mampu menurunkan prevalensi stunting secara signifikan.
Saat ini, pemerintah sudah berupaya dalam menanggulangi permasalahan stunting dengan menerbitkan Perpres No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.Â
Perpres ini mencakup beberapa hal, antara lain:
- Strategi nasional percepatan penurunan stunting.
- Penyelenggaraan percepatan penurunan stunting.
- Koordinasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting.
- Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
- Pendanaan.
Pelaksanaan percepatan penurunan stunting melibatkan kelompok sasaran seperti remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak berusia 0-59 bulan.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam menangani masalah stunting. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain:
Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting: Pemerintah telah menetapkan Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting dalam waktu lima tahun ke depan. Strategi ini mencakup upaya untuk memperhatikan asupan gizi dan nutrisi bagi ibu hamil dan ibu menyusui, melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin bagi ibu hamil, bayi, dan balita, serta mengatasi permasalahan anak yang susah makan dengan memberikan variasi makanan kepada anak.
Sinergi antara pemerintah dan masyarakat: Pemerintah juga telah berupaya untuk melibatkan masyarakat dalam mengatasi masalah stunting. Dalam hal ini, pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah hingga tingkat keluarga, untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya gizi dan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan anak.
Target penurunan prevalensi stunting: Pemerintah menargetkan penurunan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024. Untuk mencapai target ini, diperlukan penurunan sebesar 2,7% setiap tahunnya. Pemerintah melakukan dua intervensi holistik yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Intervensi spesifik melibatkan upaya peningkatan gizi dan nutrisi, sedangkan intervensi sensitif melibatkan penyediaan akses air bersih dan sanitasi.
Peran semua pihak: Pemerintah juga mengajak semua pihak, baik itu pemerintah desa, pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat, untuk berperan dalam menangani masalah stunting. Dengan adanya sinergi dan kerja sama di berbagai sektor pemerintahan, diharapkan dapat menurunkan angka stunting di Indonesia.
Evaluasi dan pemantauan: Pemerintah juga melakukan evaluasi dan pemantauan terhadap upaya penanggulangan stunting yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk melihat efektivitas kebijakan yang telah diterapkan dan melakukan perbaikan jika diperlukan.
Itulah beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menangani masalah stunting. Upaya ini melibatkan strategi nasional, sinergi antara pemerintah dan masyarakat, target penurunan prevalensi stunting, peran semua pihak, serta evaluasi dan pemantauan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh tahun 2022, terdapat dua permasalahan signifikan yang menghambat efektivitas upaya penanggulangan stunting di Aceh, yaitu:
Permasalahan Pertama, penyelenggaraan komunikasi perubahan perilaku belum optimal
Dalam merespons penanggulangan stunting di Aceh, Pemerintah Aceh telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di 23 kabupaten/kota, 289 kecamatan, dan 6.497 desa/kelurahan se-provinsi Aceh. Selain itu, Pemerintah Aceh juga telah melakukan berbagai macam inovasi dan best practice yaitu dengan meningkatkan perubahan perilaku masyarakat, membentuk bapak asuh stunting seperti yang dilakukan di Kabupaten Bener Meriah, dan program Gerakan Anak Sehat (Geunaseh) di Kota Sabang.
Seiring dengan strategi nasional Percepatan Penurunan Stunting diperlukan adanya sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Fakta bahwa capaian output pelaksanaan komunikasi perubahan perilaku masih rendah, terutama dalam hal:
- Capaian keluarga stop buang air besar sembarangan (BABS) atau desa open defecation free (ODF) hanya sebesar 64,8%.
- Capaian perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di rumah tangga hanya sebesar 60,4%.
- Capaian imunisasi dasar lengkap hanya sebesar 80,2%.
Rendahnya capaian output pelaksanaan komunikasi perubahan perilaku ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
- Kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya gizi dan kesehatan bagi tumbuh kembang anak.
- Kurangnya dukungan dari tokoh masyarakat dan agama dalam mensosialisasikan pentingnya gizi dan kesehatan bagi tumbuh kembang anak.
- Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan komunikasi perubahan perilaku.
Permasalahan Kedua, Ketiadaan organisasi perangkat daerah keluarga berencana (OPD-KB) di tingkat provinsi
Ketiadaan OPD-KB di tingkat provinsi menyebabkan regulasi yang dilaksanakan oleh OPD-KB kabupaten/kota masih berkiblat pada regulasi BKKBN (regulasi pusat) yang dalam penerapannya sulit untuk dilaksanakan di wilayah Aceh dengan karakteristik masyarakatnya yang berbeda.
Selain itu, tidak adanya pembianaan, bimbingan dan supervisi yang dilaksanakan oleh pemerintah Aceh selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat karena ketidakadaannya tugas dan fungsi KB di pemerintah Aceh.
Ketiadaan OPD-KB di tingkat provinsi tentunya menghambat upaya penyiapan kehidupan berkeluarga secara optimal di Aceh. Padahal, penyiapan kehidupan berkeluarga merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting.
Solusi Penanggulangan Stunting di Aceh
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, perlu dilakukan beberapa solusi, antara lain:
Pertama, meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya gizi dan kesehatan bagi tumbuh kembang anak. Pemerintah Aceh perlu melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya gizi dan kesehatan bagi tumbuh kembang anak.Â
Upaya tersebut dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, antara lain:
- Penyuluhan dan sosialisasi tentang gizi dan kesehatan bagi tumbuh kembang anak.
- Kampanye dan advokasi tentang pentingnya gizi dan kesehatan bagi tumbuh kembang anak.
- Pemanfaatan media massa dan media sosial untuk menyebarkan informasi tentang gizi dan kesehatan bagi tumbuh kembang anak.
Kedua, meningkatkan dukungan dari tokoh masyarakat dan agama. Tokoh masyarakat dan agama memiliki peran penting dalam mensosialisasikan pentingnya gizi dan kesehatan bagi tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, pemerintah Aceh perlu meningkatkan dukungan dari tokoh masyarakat dan agama dalam upaya penanggulangan stunting.
Ketiga, meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan komunikasi perubahan perilaku. Pemerintah Aceh perlu meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan komunikasi perubahan perilaku, antara lain:
- Media penyuluhan dan sosialisasi tentang gizi dan kesehatan bagi tumbuh kembang anak.
- Alat-alat kesehatan untuk mendukung pelaksanaan imunisasi dasar lengkap.
- Fasilitas sanitasi untuk mendukung pencapaian keluarga stop BABS atau desa ODF.
Keempat, membentuk OPD-KB di tingkat provinsi. Pembentukan OPD-KB di tingkat provinsi akan memudahkan pemerintah Aceh dalam melaksanakan upaya penyiapan kehidupan berkeluarga secara optimal.
Selain solusi-solusi di atas, pemerintah Aceh juga perlu memperkuat koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, lembaga non-pemerintah, maupun masyarakat. Koordinasi dan kerja sama yang baik antarpihak akan sangat penting untuk memastikan efektivitas upaya penanggulangan stunting di Aceh.
Dengan upaya-upaya yang telah disebutkan di atas, diharapkan prevalensi stunting di Aceh dapat diturunkan secara signifikan dalam waktu yang relatif singkat.
Dengan demikian, diharapkan tercipta kondisi bahwa anak-anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Anak-anak yang tidak mengalami stunting akan memiliki tinggi badan yang sesuai dengan standar usianya. Hal ini berarti anak-anak tersebut akan memiliki potensi yang lebih besar untuk mencapai prestasi di bidang akademik, karier, dan kehidupan sosial.
Selain itu, Anak-anak terhindar dari berbagai penyakit kronis. Stunting dapat meningkatkan risiko anak terhadap berbagai penyakit kronis, seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, dan obesitas. Dengan mengatasi stunting, anak-anak dapat terhindar dari berbagai penyakit kronis tersebut.
Pada akhirnya, anak-anak memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Anak-anak yang tidak mengalami stunting akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Hal ini berarti anak-anak tersebut akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menjalani hidup yang sehat, bahagia, dan produktif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI