Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Berbasis Gender di Sekolah

20 Oktober 2023   16:07 Diperbarui: 20 Oktober 2023   16:09 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (FOTO: IMAM HUSEIN/JAWA POS)

Kekerasan berbasis gender (KBG) merupakan tindakan yang mengakibatkan penderitaan bagi seseorang, yang dilakukan berdasarkan perbedaan sosial, termasuk ketimpangan relasi kuasa yang membuat perempuan menjadi rentan terhadap kekerasan. KBG dapat terjadi di mana saja, termasuk di sekolah.

Kronologi

Telah terjadi kekerasan berbasis gender terhadap seorang siswi inisial IP di salah satu SMA di Subulussalam. Kekerasan tersebut terjadi yang dilakukan oleh dua orang siswa di kelas 12 pada ruang kelas yang berbeda. Kedua siswa tersebut berinisial F dan R. 

F dan R sering sekali melontarkan kata-kata yang tidak pantas yang menyebabkan stereotif negatif terhadap IP. F dan R seringkali melontarkan perkataan yang tidak senonoh pada IP. F dan R menyebut IP dengan panggilan "l*nte" yang berarti bahwa status Wanita Tuna Susila. Padahal, tuduhan tersebut tidak benar adanya.

Perbuatan tersebut dilakukan saat teman sekelas IP ramai di ruang kelas. Hal ini membuat IP merasa tidak nyaman dan malu pada teman-teman sekelasnya.  

Perbuatan F dan R sudah lama diketahui oleh seorang guru laki-laki berinisial S. Bukannya mencegah dan menasehati, oknum guru S malah ikut-ikutan mengata-ngatai IP dengan sebutan "lontong", yang dimaksudkan adalah "l*nte".  

Karena sudah tidak tahan dengan ejekan tersebut, IP mengadukan ke Guru BK di sekolah tersebut dengan harapan dapat menasehati dan mencegah perbuatan F dan R.  

Baca juga: Cawapres Harus NU?

Guru BK memang sudah menasehati F , bukannya menyesali, justeru F makin lebih berani dan mengulangi perbuatannya.  Hal ini membuat IP sudah tidak nyaman sekolah di tempat tersebut. 

***

Kasus kekerasan berbasis gender terhadap seorang siswi berinisial IP di salah satu SMA di Subulussalam merupakan salah satu contoh nyata terjadinya KBG di sekolah. IP menjadi korban kekerasan verbal berupa ejekan dan hinaan seksual dari dua orang siswa laki-laki, yaitu F dan R. Ejekan dan hinaan tersebut dilakukan secara berulang kali, bahkan di hadapan teman-teman sekelas IP.

Tindakan F dan R tersebut jelas merupakan bentuk kekerasan berbasis gender. Ejekan dan hinaan seksual tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi IP, baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik, IP dapat mengalami gangguan kesehatan, seperti stres, cemas, dan depresi. Secara psikis, IP dapat mengalami trauma, rasa malu, dan rendah diri.

Perbuatan F dan R tersebut juga tidak dapat dibenarkan. Sebagai sesama siswa, F dan R seharusnya saling menghormati, termasuk menghormati IP sebagai perempuan. Guru S yang ikut-ikutan mengata-ngatai IP juga tidak dapat dibenarkan. Sebagai guru, S seharusnya menjadi sosok yang melindungi IP, bukan justru menjadi pelaku kekerasan.

Untuk memberikan perlindungan terhadap IP, perlu dilakukan beberapa tindakan, yaitu:

Pertama, melakukan pendampingan terhadap IP. IP perlu didampingi secara psikologis untuk membantunya mengatasi trauma dan dampak negatif dari kekerasan yang dialaminya. Pendampingan dapat dilakukan oleh psikolog, konselor, atau pendamping khusus yang telah terlatih.

Dalam kasus IP, pendampingan psikologis dapat membantu IP untuk:

  • Memahami apa yang terjadi dan bagaimana perasaannya 
  • Mengatasi rasa trauma dan kecemasan 
  • Meningkatkan rasa percaya diri 
  • Membangun mekanisme koping untuk menghadapi situasi sulit

Kedua, melakukan investigasi terhadap kasus tersebut. Investigasi perlu dilakukan untuk mengetahui secara pasti apa yang terjadi dan siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut. Investigasi dapat dilakukan oleh tim independen yang dibentuk oleh sekolah, Dinas Pendidikan, atau instansi terkait lainnya.

Dalam kasus IP, investigasi perlu dilakukan untuk:

  • Memastikan bahwa kekerasan yang dialami IP benar-benar terjadi 
  • Mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk menindak pelaku kekerasan 
  • Menentukan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencegah terjadinya kekerasan serupa di masa depan

Ketiga, menindak tegas pelaku kekerasan. F, R, dan S perlu ditindak tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tindak tegas dapat berupa sanksi disiplin, sanksi hukum, atau kombinasi keduanya.

Dalam kasus IP, F, R, dan S perlu ditindak tegas dengan sanksi yang setimpal dengan perbuatan mereka. Sanksi tersebut diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan dan mencegah terjadinya kekerasan serupa di masa depan.

Keempat, melakukan sosialisasi dan edukasi tentang KBG. Sosialisasi dan edukasi perlu dilakukan kepada seluruh warga sekolah untuk mencegah terjadinya KBG di masa depan. Sosialisasi dan edukasi dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, seperti seminar, pelatihan, dan kampanye.

Dalam kasus IP, sosialisasi dan edukasi tentang KBG perlu dilakukan kepada seluruh warga sekolah, termasuk siswa, guru, dan staf. Sosialisasi dan edukasi tersebut perlu menekankan pentingnya kesetaraan gender dan pentingnya menghormati martabat manusia.

Penanganan kasus kekerasan berbasis gender di sekolah perlu dilakukan secara komprehensif dan melibatkan berbagai pihak, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat. Sekolah perlu memiliki kebijakan dan prosedur yang jelas untuk menangani kasus KBG. Keluarga perlu memberikan dukungan kepada anak yang menjadi korban kekerasan. Masyarakat perlu berperan aktif dalam mencegah terjadinya KBG.

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk mencegah terjadinya KBG:

Pertama, mengembangkan budaya sekolah yang menghargai kesetaraan gender. Sekolah perlu mengajarkan kepada seluruh warga sekolah tentang pentingnya kesetaraan gender. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, seperti pembelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, dan kebijakan sekolah.

Kedua, melakukan sosialisasi dan edukasi tentang KBG. Sekolah perlu melakukan sosialisasi dan edukasi tentang KBG kepada seluruh warga sekolah. Sosialisasi dan edukasi tersebut perlu menekankan pentingnya kesetaraan gender dan pentingnya menghormati martabat manusia.

Ketiga, menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi semua siswa. Sekolah perlu menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi semua siswa, termasuk siswa perempuan. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan peraturan yang tegas terhadap tindak kekerasan, menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, dan memberikan dukungan kepada siswa yang mengalami kekerasan.

Dengan adanya langkah-langkah tersebut, diharapkan dapat mencegah terjadinya KBG di sekolah dan memberikan perlindungan kepada seluruh siswa, termasuk siswa perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun