Mohon tunggu...
Julianda BM
Julianda BM Mohon Tunggu... Administrasi - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh". Sudah menulis ratusan artikel dan opini. Bekerja sebagai ASN Pemda. Masih tetap belajar dan belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Berbasis Gender di Sekolah

20 Oktober 2023   16:07 Diperbarui: 20 Oktober 2023   16:09 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tindakan F dan R tersebut jelas merupakan bentuk kekerasan berbasis gender. Ejekan dan hinaan seksual tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi IP, baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik, IP dapat mengalami gangguan kesehatan, seperti stres, cemas, dan depresi. Secara psikis, IP dapat mengalami trauma, rasa malu, dan rendah diri.

Perbuatan F dan R tersebut juga tidak dapat dibenarkan. Sebagai sesama siswa, F dan R seharusnya saling menghormati, termasuk menghormati IP sebagai perempuan. Guru S yang ikut-ikutan mengata-ngatai IP juga tidak dapat dibenarkan. Sebagai guru, S seharusnya menjadi sosok yang melindungi IP, bukan justru menjadi pelaku kekerasan.

Untuk memberikan perlindungan terhadap IP, perlu dilakukan beberapa tindakan, yaitu:

Pertama, melakukan pendampingan terhadap IP. IP perlu didampingi secara psikologis untuk membantunya mengatasi trauma dan dampak negatif dari kekerasan yang dialaminya. Pendampingan dapat dilakukan oleh psikolog, konselor, atau pendamping khusus yang telah terlatih.

Dalam kasus IP, pendampingan psikologis dapat membantu IP untuk:

  • Memahami apa yang terjadi dan bagaimana perasaannya 
  • Mengatasi rasa trauma dan kecemasan 
  • Meningkatkan rasa percaya diri 
  • Membangun mekanisme koping untuk menghadapi situasi sulit

Kedua, melakukan investigasi terhadap kasus tersebut. Investigasi perlu dilakukan untuk mengetahui secara pasti apa yang terjadi dan siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut. Investigasi dapat dilakukan oleh tim independen yang dibentuk oleh sekolah, Dinas Pendidikan, atau instansi terkait lainnya.

Dalam kasus IP, investigasi perlu dilakukan untuk:

  • Memastikan bahwa kekerasan yang dialami IP benar-benar terjadi 
  • Mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk menindak pelaku kekerasan 
  • Menentukan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencegah terjadinya kekerasan serupa di masa depan

Ketiga, menindak tegas pelaku kekerasan. F, R, dan S perlu ditindak tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tindak tegas dapat berupa sanksi disiplin, sanksi hukum, atau kombinasi keduanya.

Dalam kasus IP, F, R, dan S perlu ditindak tegas dengan sanksi yang setimpal dengan perbuatan mereka. Sanksi tersebut diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan dan mencegah terjadinya kekerasan serupa di masa depan.

Keempat, melakukan sosialisasi dan edukasi tentang KBG. Sosialisasi dan edukasi perlu dilakukan kepada seluruh warga sekolah untuk mencegah terjadinya KBG di masa depan. Sosialisasi dan edukasi dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, seperti seminar, pelatihan, dan kampanye.

Dalam kasus IP, sosialisasi dan edukasi tentang KBG perlu dilakukan kepada seluruh warga sekolah, termasuk siswa, guru, dan staf. Sosialisasi dan edukasi tersebut perlu menekankan pentingnya kesetaraan gender dan pentingnya menghormati martabat manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun