Mohon tunggu...
Loriza Virga Giardillah
Loriza Virga Giardillah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga. Buku antologi puisi: Katanya Pesta Tak Lagi Riuh (2023)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sagara

8 Oktober 2023   20:35 Diperbarui: 8 Oktober 2023   20:36 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pak RT, keluarlah. Biarkan putra Bapak diadili sebagaimana mestinya. Lalu biarkan ia kembali menjadi pribadi yang jauh lebih baik. Ia seusia putra saya, Pak. Izinkan saya melihatnya tumbuh tanpa terus menerus dihantui ketakutan," ibu menghentikan kalimat lalu menyeka air matanya.

Suara pintu terbuka, Pak RT keluar bersama putranya yang terlihat amat ketakutan. Tak perlu ditanyakan bagaimana mereka bertahan satu tahun ini di dalam rumah. Pak RT menyerahkan putranya kepada hukum. Ia menemui warganya untuk pertama kali. Entah warga masih menganggapnya pemimpin atau bukan. Tapi sore ini ia katakan, Saya tidak pantas lagi menjadi seorang pemimpin, seraya menangis dan meminta maaf padaku, ayah dan juga ibu.

***

Hari menjelang magrib usai Pak RT akhirnya menyerahkan putranya. Para tetangga satu persatu menghampiriku dan ibu. Yang muda menyimpuhkan diri di kaki ibu dan yang lebih tua menjabat tangan kami lebih dulu: meminta maaf. Ini adalah hal yang sama sekali tidak pernah aku pikirkan, apakah harus adikku pergi dulu sampai semua sadar bahwa negara ini penuh dengan perbedaan yang bukan untuk diperdebatkan, melainkan untuk hidup saling berdampingan.

Kupandangi wajah ibuku yang tak lagi sendu. Tentu setiap kejadian akan ada hikmahnya, Gara, ucapku lirih sembari menyebut nama adik laki-lakiku. Keheningan ibu benar-benar telah usai. Depan rumahku tidak lagi riuh gaduh. Kehangatan ruang keluarga kami telah kembali. Kami melanjutkan hidup bersama warga yang berbeda-beda tetapi sepakat bahwa kami adalah satu, Bhineka Tunggal Ika.

***

Dua tahun sudah setelah kejadian sore itu dan artinya tiga tahun sudah Sagara meninggalkan kami semua. Aku masih ingat kalimat yang seringkali ia ucapkan, “Gara mau ajak Rio main game buatan Gara, Kak. Tapi kapan ya. Sepertinya Rio begitu tidak menyukaiku.” Rio, anak Pak RT yang selalu Gara harapkan untuk bisa jadi teman bermainnya ternyata menjadi salah seorang yang menghabisi nyawanya.

Tapi aku tahu hati Sagara akan tetap seluas segara: lautan. Aku percaya di atas sana ia pasti telah memaafkan Rio dan teman-teman lainnya. Begitupun aku dan keluargaku di sini. Kami telah memaafkan semuanya.

Untuk adikku, Sagara Nugraha. Kakak tahu kamu begitu mencintai Indonesia, negerimu. Tapi sayang kamu harus pergi sebelum merasakan indahnya tempat tinggal kita saat ini. Ibu sudah kembali ceria, Dik. Warga sudah tidak membeda-bedakan kita lagi. Teman-teman yang dulu mengeroyokmu telah bebas, bahkan mereka sering datang ke rumah mengunjungi ibu dan ayah. Kakak senang kita di sini sekarang hidup berdampingan dalam perbedaan.

Mimpimu kini sudah terwujud di sini, Dik. Kamu boleh berbangga. Beristirahatlah dengan tenang di sana, Sagara Nugraha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun